Share

BAB 113

last update Last Updated: 2025-09-06 11:48:12

“Aini!” Indra mendesis, tangannya mengepal erat. Lelaki itu mengembuskan napas kencang dengan mata menatap Aini tak berkedip. Andai di rumah, sudah dia luapkan kemarahan yang bergumul di dalam dada. Namun, dia masih bisa berpikiran dengan jernih kalau saat ini sedang ada di rumah Om Aini.

“Kita bicara lagi di rumah nanti. Aku tidak memberi izin kamu bekerja. Mencari nafkah itu kewajiban suami dan aku tidak pernah melalaikan kewajibanku selama ini. Kamu dan Arjun tidak pernah kekurangan apapun. Jadi, atas dasar apa kamu merasa harus ikut bekerja? Membantu suami? Atau ingin menyuapi egomu sendiri?”

Aini memalingkan wajah. Melihat kilat kemarahan di mata Indra membuat hatinya bergetar. Selama ini, Indra selalu bersikap lemah lembut padanya. Walau Aini tahu Indra tak pernah menaruh hati padanya, tapi lelaki itu tak pernah bersikap kasar ataupun mengabaikan tanggung jawabnya sebagai kepala rumah tangga. Hanya setahunan terakhir ini saja keluarga harmonis mereka dulu menjadi dingin dan tera
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 161

    “Sudah dapat datanya, tinggal di olah. Cuma aku masih malas mulai, Bang. Dosennya juga lagi ikut seminar internasional di Hongkong. Nantilah kalau dosennya sudah pulang baru dikerjakan.” Naura memainkan jari telunjuknya di dada Fatih. Wanita itu tersenyum tipis saat suara napas suaminya terdengar berat dengan suara sedikit serak.“Paling berat itu memang mengerjakan tugas akhir. Apalagi kalau dosennya gaib, hilang-hilangan.” Fatih terkekeh melihat Naura manyun. Dia iseng menarik bibir Naura yang dimonyongkan hingga membuat wanita itu spontan bangun dari tiduran. Namun, Fatih kembali menarik Naura, tak rela jika harus melepaskan kenyamanan kedekatan mereka.“Nikmati saja. Itulah seninya menjadi mahasiswa.” Fatih merapikan anak rambut Naura yang jatuh di dahi. “Setiap fase ada perjuangan dan ujiannya. Ya saat menjadi mahasiswa, fase perjuangannya selama proses belajar. Puncaknya saat menyusun tugas akhir dan ujiannya saat sidang. Itu yang akan menentukan lulus atau tidak untuk menyandan

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 160

    “Papa, kapan pulang? Bawain oleh-oleh yang banyak ya? Atau nanti libur sekolah semester depan Arjun saja yang main kesana. Biar bisa lihat tempat Papa tinggal. Boleh ya, Ma?”Indra tersenyum lebar mendengar suara Aini yang mengiyakan permintaan Arjun. Seperti biasa, setiap menjelang maghrib di Ketapang, dia akan melakukan panggilan video pada Arjun. Mendengarkan cerita tentang keseharian anak lelaki itu menjadi hiburan tersendiri bagi Indra yang sering merasa sepi di tempat barunya ini.Tak terasa, setengah tahun sudah dia disana. Usaha konveksi rumahan yang dia kelola progresnya cukup menjanjikan. Di awal kedatangannya, Indra setiap hari selalu keluar rumah. Berangkat saat matahari belum muncul dan pulang saat matahari sudah tenggelam. Dia menyusuri jalanan, door to door mempromosikan usaha yang baru saja dia mulai.Benu tidak salah menaruh kepercayaan penuh pada Indra. Dalam waktu setengah tahun, usaha yang dia modali mulai memperlihatkan progres yang cukup menjanjikan. Setelah mula

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 159

    “Sudah, tapi dosennya minta tambah data karena ada beberapa variabel tambahan juga.” Naura mengembuskan napas kencang. Seharusnya, dia sudah mulai bisa menyusun skripsi. Namun, karena dosen pembimbingnya minta tambahan data, jadilah dia harus turun ke lapangan lagi.“Besok jadi mau coba minta doa, Nau?” Dewi bertanya hati-hati. Sejujurnya, dia ikut sedih karena lima tahun lebih menikah, Naura dan Fatih belum juga dikarunia buah hati. Padahal, usaha yang mereka lakukan tidak main-main. Memanfaatkan libur semester, dua tahun lalu, Naura dan Fatih pernah mencoba bayi tabung di Penang, Malaysia. Namun, usaha itu belum berhasil karena embrio tidak menempel di rahim.Setahun mereka memilih istirahat, mengembalikan mental yang sudah pasti down. Tak dipungkiri, keduanya menaruh harapan besar akan keberhasilan bayi tabung kemarin. Setelah berhasil bangkit lagi, mereka menjadi lebih kuat karena saling menguatkan. Naura dan Fatih sepakat akan terus berusaha selama rezeki ada dan tubuh mereka mas

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 158

    Indra menghela napas panjang saat pengumuman landing terdengar. Dia memasang sabuk pengaman dan menegakkan sandaran kursi. Lelaki itu menoleh ke arah jendela pesawat, memperhatikan sungai barito yang memanjang dan berkelok-kelok di bawah sana. Kapal tongkang tampak berjalan sangat pelan karena membawa tonan beban batubara di belakangnya, mutiara hitam tanah Kalimantan. Kapal Ferry dan klotok tampak berlalu-lalang, masih menjadi alat transportasi yang terus dilestarikan. Dada Indra berdebar kencang seiring dengan getaran pesawat yang semakin terasa. Saat roda burung besi itu menyentuh landasan, bayangan wajah Aini memenuhi kepala Indra. Hampir satu dekade yang lalu, dia menjejakkan kaki pertama kali di pulau ini. Lima tahun kemudian, dia angkat kaki. Hari ini, setelah hampir lima tahun meninggalkan Borneo, dia kembali lagi. Bedanya, tak ada Aini yang selama ini selalu mendampingi. “Selamat datang kembali, anakku.” Benu merentangkan tangan. Lelaki itu memeluk Indra erat di depan pintu

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 157

    Ba’da ashar, Indra hendak berpamitan pulang. Namun, dia urung saat melihat Aini dan Siti datang. Aini terlihat sedikit canggung saat bertatapan dengan Indra. Dia ingin langsung masuk ke kamar, tapi langkahnya terhenti saat mendengar Indra pamit untuk pulang. Wanita itu refleks membalikkan badan hingga bertatapan kembali dengan Indra.Indra mengulas senyum melihat Aini yang kembali memalingkan wajah, menghindari beradu pandang dengan dirinya. Lelaki itu mendekat pada Aini. Dia menghirup udara sebanyak mungkin sebelum berbicara dengan wanita yang pernah mengabdikan diri sepenuh hati selama lima tahun pada dirinya.“Selamat atas pertunanganmu dengan Pak Saka, Aini. Semoga rencana pernikahan kalian diberi kemudahan dan kelancaran sampai waktunya tiba. Abang ikut senang mendengar kabar bahagia ini. Akhirnya, Aini menemukan seseorang yang begitu memperjuangkan cinta dengan segenap rasa. Selamat menikmati euforia dicintai.” Indra mengulas senyum saat Aini menoleh kembali. Mereka bertatapan c

  • Titik Nadir Sang Pendosa   BAB 156

    Indra mematut diri di depan cermin. Lelaki itu tersenyum lebar melihat tampilannya sendiri. Dulu, hampir setiap hari dia berpakaian rapi seperti ini. Sekarang, hanya sesekali saja kalau ada keperluan seperti hari ini. Indra mengalihkan pandangan ke arah kado yang sudah dia siapkan sejak seminggu lalu. Senyumnya kembali terbit mengingat dia harus menyisihkan uang dari hasil mengambil upah harian selama hampir tiga bulan agar bisa membelinya.Embusan napas kencang terdengar. Indra meraih kado berisi sepatu roda yang sudah sejak setahun lalu diminta oleh Arjun. Anak lelaki itu minta dibelikan sepatu roda kalau dia berhasil juara kelas lagi semester ini. Indra langsung mengiyakan karena tahu Arjun memang sangat suka sepatu roda. Jadilah akhirnya tahun ini dia membelikannya walau raport belum dibagikan. Indra yakin betul Arjun pasti juara kelas lagi seperti tahun-tahun sebelumnya.Indra meraih ponsel di saku celananya saat alat komunikasi itu berdering. Dia tertawa melihat nama Aini terte

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status