Home / Rumah Tangga / Titip Benih / Ancaman Ikhsan

Share

Ancaman Ikhsan

last update Last Updated: 2022-09-22 16:33:42

Hari ini adalah hari dimana mas Ikhsan bersamaku. Namun aneh, ketika mas Ikhsan datang ternyata Mbak Laras juga ikut.

"Mas... Har ini waktunya kamu bersama ku. Kenapa ada mbak Laras?"

"Hahahaha... Airin! Kamu kan sudah hamil. Jadi mas Ikhsan sudah tidak harus menidurimu lagi dan mas Ikhsan sudah tidak aku ijinkan lagi untuk meluangkan waktu bersamamu."

"Apa! Jadi mbak tidak mengijinkan mas Ikhsan untuk bersamaku? Mbak membiarkan aku melewati masa kehamilan ini sendirian?"

"Alah! Tidak usah manja! Bukankah kamu sudah biasa di tinggal pergi laki-laki yang sudah menidurimu! Jadi anggap saja mas Ikhsan sebagai pelangganmu bukan suami." Ucap mbak Laras dengan entengnya.

"Tidak bisa begitu dong Mbak! Jika aku harus melalui masa kehamilan ini seorang diri. Maka jangan pernah berharap kalian bisa melihat anak ini!" Ancamku

"Sayang... Pulang lah... Biar mas disini malam ini menemani Airin. Karena kata Dokter, Dia tidak boleh stres diawal kehamilan karena bisa berefek keguguran." Ucap mas Ikhsan dengan lembut kepada Mbak Laras

"Baiklah Mas... Tapi ingat! Kamu jangan menyentuhnya lagi. Dia sekarang sudah hamil jadi kamu tidak perlu lagi tidur dengannya."

"Iya sayang... Mas janji tidak akan menyentuhnya lagi. Kami juga akan tidur terpisah. Biar mas tidur di kamar tamu."

"Baiklah Mas, aku pegang kata-kata mu. Kalau sampai aku tahu kamu menyentuh Airin. Maka aku akan pergi dari hidupmu. Aku akan bunuh diri biar kamu dihantui rasa bersalah seumur hidupmu."

"Iya sayang... Mas tidak mau kehilangan kamu. Mas sangat mencintai kamu. Mas rela mengorbankan apapun demi kamu."

"Ya sudah aku pulang. Besok pagi kamu sudah harus ada di rumah. Bagas! Minah! Kalian awasi tuan. Jika mereka dalam satu kamar segera hubungi aku."

"Ba-baik nyonya." Jawab Mbok Minah dan Bagas serempak

Setelah itu mbak Laras pulang. Setelah Kepergian Mbak Laras. Aku kembali ke kamar.

Mas Ikhsan mengikutiku dari belakang.

"Mas... Sudah sana ke kamarmu. Nanti Mbak Laras marah."

Mas Ikhsan tidak menggubris ocehan ku. Dia langsung menarik tanganku dan di bawanya memasuki kamar.

Mas Ikhsan langsung menc*mb*ku dengan sangat bringas. Aku sudah berusaha sekuat mungkin untuk menolaknya tapi tenagaku kalah dengannya.

Akhirnya dengan terpaksa aku melayani mas Ikhsan. Setelah selesai mas Ikhsan mandi dan keluar dari kamar.

Setelah mas Ikhsan keluar, aku pun mandi. Setelah itu aku kedapur untuk mengambil air karena tenggorokanku terasa haus.

Namun ketika aku sampai dapur, aku lihat Mas Ikhsan sedang berbicara dengan Mbok Minah dan Bagas.

"Ini uang untuk kalian berdua. Tapi, ingat jangan sampai Nyonya Laras tahu jika saya tidur di kamar Nyonya Airin."

Mereka berdua lalu mengangguk dan mengambil uang itu, bibir mereka berdua menyunggingkan senyum ketika menerima uang itu. 

Deg.... Aku jadi takut ternyata uang bisa merubah mereka. Apakah Mbok Minah semudah itu berubah jika di sogok dengan uang? 

Sepertinya aku harus memanfaatkan mereka berdua untuk bisa kabur dari rumah ini.

Aku sekarang tahu kelemahan mereka berdua. Jadi dengan cara yang sama seperti mas Ikhsan lakukan, aku pasti bisa  menyogok mereka dengan uang, pasti mereka akan berpihak kepadaku.

Bukankah waktu itu mas Ikhsan berhasil.  Jadi apa salahnya aku juga mencobanya dan aku yakin mereka pasti akan memakan umpanku. 

Aku berdehem. Agar mas Ikhsan tahu jika aku akan ke dapur.

"Kamu mau kemana Dek?"

"Mau ambil minum, haus."

"Biar Mbok saja yang ambilkan. Kamu istirahat saja di kamar."

Aku mengikuti perintah mas Ikhsan. Aku akan bersikap manis hari ini dengannya. Karena aku menginingkan sesuatu darinya, yaitu aku akan meminta sejumlah uang yang nominalnya lumayan besar. 

Biar saja, untuk sementara waktu aku akan bersandiwara sampai kandunganku sudah benar-benar kuat untuk perjalanan jauh. Karena, jika sekarang ini aku pergi, aku takut jika nanti terjadi sesuatu dengan kandunganku dan aku tidak mau hal itu terjadi. 

"Mas... Aku pengen jalan-jalan." ucapku manja. Ya tentu, sandiwara ini tidak terlalu sulit bagiku. Karena pekerjaan ku dulu yang mengaharuskan aku untuk bersikap manja kepada para lelaki hidung belang.  Jadi sandiwara seperti ini sudah biasa bagiku. 

"Tumben kamu manja banget hari ini Dek? Apa wanita hamil memang begitu?"

"Coba Mas tanya sama Mbok Minah. Apakah perempuan hamil muda memang manja seperti aku? Atau hanya aku saja yang begini."

Tak berselang lama mas Ikhsan memanggil Mbok Minah.

"Mbok. Apa benar jika orang hamil muda itu suka manja dan suka pengen yang aneh-aneh?"

"Bener Tuan. Orang hamil muda itu sangat sensitif dan sangat butuh kasih sayang yang lebih dari biasanya. Apa lagi kalau tiba-tiba pengen sesuatu pasti ingin suaminya yang membelikannya dan itu harus dituruti kalau tidak bisa marah dan kadang malah menangis."jawab Mbok Minah sambil mengedipkan matanya kearah ku. Mas Ikhsan terlihat manggut-manggut mendengar jawaban Mbok Minah. 

"Ya sudah. Mbok boleh pergi."usirnya. 

Setelah kepergian Mbok Minah. Tiba-tiba mas Ikhsan mendekat kearah ku.

"Adek mau apa? Ngomong sama Mas, nanti pasti Mas belikan."

"Bener Mas? Tapi keinginan aku ini aneh lho Mas."

"Memang adek pengen apa?"

"Aku pengen kita jalan-jalan berdua dan tidur di hotel. Aku pengen menghilangkan rasa jenuh Mas."

"Eeehhhmmm... Baiklah. Malam ini kita jalan-jalan dan tidur di hotel."

"Bener Mas? Terima kasih ya Mas." ucapku sambil bergelayut manja di lengannya.

"Mas telepon Laras dulu ya Dek."

Tanpa menunggu persetujuanku. Mas Ikhsan menghubungi Mbak Laras.

"Sayang. Mas harus keluar kota ada pekerjaan mendadak."

"Oh... Jadi sayang sibuk? Gak bisa ikut dengan Mas?"

"Iya gak apa-apa sayang... Mas faham. Mas pergi sendiri kalau begitu."

"Gak, mas tidak mengajak Airin."

"Ya sudah kalau begitu Sayang... love you."

setelah menghubungi Mbak Laras. Mas Ikhsan langsung memeluk ku.

"Ternyata Laras sibuk Dek. Jadi kita bisa pergi bulan madu di hotel selama tiga hari."

Mas Ikhsan ini sikapnya mudah bertul berubah. Kadang terlihat jika dia sangat menyayangiku. Tapi, terkadang terlihat jika Dia hanya butuh tubuhku saja.

Ah! Bodo amat lah yang terpenting aku harus bisa meminta uang yang jumlahnya cukup banyak untuk nanti bekal aku lari darinya.

Siang itu kami berangkat. Kami benar-benar menikmati waktu bersama tanpa gangguan dari Mbak Laras.

Jujur aku benar-benar dimanja dan perhatikan oleh mas Ikhsan. Aku hampir saja luluh olehnya. Aku mulai terasa nyaman selalu bersamanya.

Apa ini karena pengaruh kehamilan ku? Atau memang aku mulai menaruh hati kepada mas Ikhsan?

Tidak! Aku tidak boleh jatuh cinta. Karena, jika aku sampai jatuh cinta bisa sulit untukku pergi darinya.

Sudah dua hari kami menghabiskan waktu bersama dan ini adalah malam terakhir kami menginap di hotel. Ketika sedang bermanja-manja dengan Mas Ikhsan, tiba-tiba Mbak Laras menelpon.

Dan ketika aku akan beranjak pergi tangan Mas Ikhsan menahanku. Jadi aku tetap berada diatas dada bidangnya. Dan mas Ikhsan lalu mengangkat telepon Mbak laras.

"Iya sayang..."

"Mas masih di luar kota, besok malam baru pulang."

"Ya pasti Mas langsung pulang kerumah kita dong."

"Gak lah sayang... Mas tidak mau lagi menyentuh Airin." ucapnya sambil mengecup bibirku.

Mataku melotot kearahnya tapi mas Ikhsan hanya tersenyum.

"Sumpah sayang... Mas tidak lagi menyentuh Airin."

"Ya sudah kamu jangan terlalu keras bekerjanya."

Setelah itu Mas Ikhsan menaruh ponselnya diatas meja. Dan setelah meletakkan ponselnya, mas Ikhsan menggodaku untuk minta dilayani.

"Katanya tidak mau menyentuhku?"

"Itu kan untuk menyenangkan hati Laras."

"Tapi Mas sampai mengucapkan sumpah lho."

"Sudah... Ayo layani Mas... Mas sudah tidak tahan."

"Jadi orang itu jangan munafik ah Mas."

"Jangan memancing keributan disaat kondisi Mas lagi begini!"

"Kenapa? Mas jadi tidak bernafsu?"

"Jangan buat Mas menjadi kasar!"

Setelah itu Mas Ikhsan langsung menarikku dan aku langsung di paksanya untuk melayaninya.

Setelah selesai, Mas Ikhsan langsung memakai bajunya dan pergi entah kemana. Sepertinya dia sangat kesal ketika aku mengatakan jika dia orang yang sangat munafik.

Aku tidak mau ambil pusing. Nanti juga mas Ikhsan pasti akan kembali ke hotel lagi.

Dan benar saja satu jam kemudian. mas Ikhsan sudah datang dengan membawa plastik berisi dua bungkus nasi kuning.

"Mas tumben mau makan nasi kuning malam-malam begini?"

"Gak tahu tiba-tiba kepengen makan."

Setelah itu mas Ikhsan langsung menyantap nasi kuning itu dengan sangat lahap. Namun beberapa saat setelah itu Dia langsung mual dan memuntahkan semua makanan tadi.

Aku jadi cemas melihat hal itu. Aku takut terjadi sesuatu dengannya.

"Kamu kenapa Mas?"

"Gak tahu tadi Mas pengen sekali makan nasi kuning. Tapi setelah memakannya kok eneg dan mual gini."

"Jangan-jangan kamu yang nyidam Mas."

"Ah! Jangan ngawur. Mana ada laki-laki nyidam."

"Coba cek di g****e siapa tahu ada informasi tentang hal itu."

Tak menunggu lama mas Ikhsan langsung mengambil ponselnya dan benar saja dia mencari informasi tentang hal itu.

Setelah mendapat jawaban mas Ikhsan langsung mencium perutku.

"Dasar anak Papa ini nakal sekali. Belum lahir saja sudah ngerjain Papa. Nanti pasti Mama juga kamu kerjain juga."

Aku hanya bisa tersenyum melihat tingkah mas Ikhsan seperti itu. Dan setelah mencium perutku, mas Ikhsan langsung menghubungi Mbak Laras.

"Sayang... Mas nyidam ini."

"Mas juga gak tahu. Tiba-tiba mas pengen banget makan nasi kuning tapi setelah makan beberapa suap langsung muntah."

"Anak kita memang nakal Sayang... Belum lahir saja sudah ngerjain papanya. Nanti kalau sudah lahir pasti ngerjain mama nya."

"Ya tentu kamu dong Sayang yang jadi mamanya. Tidak mungkin Airin."

Hatiku benar-benar sesak mendengar hal itu. Bisa-bisanya mas Ikhsan melakukan hal itu kepada ku tepat di depan ku.

Tanpa terasa air mataku menetes. Mas Ikhsan yang melihat ku menangis lalu mematikan sambungan telepon.

"Kamu kenapa Dek?"

"Mas! Sebenarnya apa sich yang ada di pikiran mu? Kenapa kamu bisa ngomong seperti itu!"

"Ngomong apa? Memang ada yang salah dengan omongan Mas?"

"Mas! Aku ini yang akan melahirkan anak ini. Jadi aku adalah Ibu dari anak ini bukan Mbak Laras!"

"Sudahlah Dek. Nanti kita bisa bikin anak lagi yang ini biarkan Laras yang menjadi ibunya."

"Tidak bisa seperti itu! Anakku ya anak ku mau itu anak pertama maupun kedua. Jangan buat aku berpikir untuk pergi dari mu ya Mas!"

"Kamu tidak akan bisa pergi kemana-mana Dek. Aku akan menemukan mu dimana pun kamu berada. Jika tidak percaya coba saja."

DEG... entah mengapa aku jadi sedikit takut mendengar ucapan Mas Ikhsan. sepertinya Dia tidak main-main akan ucapannya itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Titip Benih    Ending

    Setelah acara tujuh harian, aku langsung terbang ke kalimantan. Setelah sampai disana, aku lalu menceritakan semuanya kepada mbok Inah. "Mbok... Aku mungkin hanya satu atau dua minggu disini, karena aku sudah memutuskan untuk balik ke jakarta.""Mbok ikut Non. Mbok tidak mau di tinggal sendirian disini.""Kalau mbok ikut, lalu siapa yang akan mengurus rumah ini?""Tapi, mbok tidak mau disini sendirian Non. Pokoknya mbok ikut kemana Non pergi. Mbok tidak mau jauh dari Non. Hanya Non yang mbok miliki. Tolong ajak mbok ya." ucapnya dengan raut wajah sedih dan memohon kepadaku. Aku berpikir sejenak. Aku jadi kepikiran Ahmad dan Maman. Bukankah aku memiliki dua rumah, jadi satu bisa di tempati oleh Maman dan anaknya dan yang ini bisa di tempati Ahmad dan anaknya. Jadi anggap saja ini adalah rumah dinas untuk mereka. "Baiklah, Mbok ikut aku pulang ke Jakarta."Mbok Inah sangat senang mendengar hal itu, dia langsung menghambur kepelukanku sambil menangis. Setelah itu ak

  • Titip Benih    Kepergian Adam

    Aku tidak tahu apa yang terjadi dengan Adam. Karena Perawat tidak mengijinkan kami untuk masuk. Aku benar-benar cemas dan takut. Aku takut jika terjadi sesuatu yang buruk terhadapnya. Kami lalu menunggu dengan perasaan yang sangat cemas dan takut. Dan benar saja. Ketakutan kami terbukti. Ketika Dokter keluar ruangan, Dokter menyatakan jika Adam sudah meninggal dunia. Aku yang mendengar hal itu langsung berlari masuk dan memeluk tubuh Adam yang mulai terasa dingin itu. "Adam... Bangun Nak... Ini Kak Airin. Kakak datang untuk menjemput kalian." "Dam... Buka matamu Nak... Ayo buka matamu lihat Kakak sudah datang. Kakak janji tidak akan meninggalkan kalian lagi.""Adam... Ayo buka matamu. Kakak mohon Dam buka matamu sekali saja. Apa kamu tidak kasihan dengan adik-adikmu di panti. Mereka pasti menunggu kepulangan mu. Dam kakak mohon buka matamu." ucapku dengan tangisan yang sudah benar-benar tak dapat aku bendung lagi. Anita mendekat dan memelukku. Aku tahu Dia juga me

  • Titip Benih    Kepergian Ikhsan

    Aku tidak tahu apa yang terjadi disana. Aku segera berkemas dan langsung memesan tiket pesawat lewat online.Si Mbok sedikit terkejut ketika aku mengatakan jika aku besok harus pergi. Sepertinya si Mbok tahu kemana aku akan pergi jadi dia tidak banyak bertanya kepadaku.Setelah selesei berkemas. Entah mengapa aku tiba-tiba teringat akan Yusuf. Aku memang sudah lama tidak pernah ke makamnya. "Maafkan mama ya sayang sudah lama mama tidak menengok Yusuf" ucapku dalam hati. Tanpa terasa air mataku menetes.Rasa rindu yang teramat dalam menyelimuti hatiku. Aku menangis sejadi-jadinya dengan menenggelamkan wajahku ke bantal agar si Mbok tak dapat mendengar suara tangisanku.Aku menangis sampai tertidur."Mbak Laras?" Kenapa aku seperti melihat mbak Laras. Apakah benar itu mbak Laras.Aku mengikuti perempuan yang sangat mirip mbak Laras itu. Dia berjalan dengan santai sambil menggendong seorang anak kecil. Dan Tunggu!!! Bukankah anak dalam gendongannya itu seperti anakku Yusuf? Iya. Itu ada

  • Titip Benih    Pesan dari Anita

    Aku sangat terkejut ketika melihat siapa yang melempari mobilku dengan batu. Maman yang melihat hal itu segera turun."He! Kenapa kamu melempar batu itu ke mobil?"Aku yang melihat Maman emosi langsung segera turun. Aku tidak mau jika Maman sampai lepas kendali."Man. Kamu masuk saja, saya kenal dengannya.""Ta-tapi,Bu.""Sudah kamu masuk saja ke dalam mobil, biar saya selesaikan masalah ini."Maman lalu masuk ke dalam mobil tanpa membantah ku sedikit pun.Setelah Maman masuk ke mobil, aku berjalan ke arah Rudi."Kenapa kamu melempari mobil Tante?" Tanyaku dengan nada lembut"Tante harus bertanggung jawab. Kembalikan kaki bapak seperti dulu agar ibu tidak memarahi bapak setiap hari." Ucapnya sambil menangis"Rudi... Maafkan Tante, Tante tidak bisa membuat kaki bapakmu utuh seperti dulu.""Pokoknya aku tidak mau tahu, Tante harus bertanggung jawab. Sekarang bapak tidak tahu dimana karena di usir ibu." Ucap Rudi masih dengan menangis"Apakah kamu tidak tahu bapakmu sekarang dimana? Apaka

  • Titip Benih    Bertemu Ahmad

    Aku menajamkan penglihatanku untuk memastikan apa yang aku lihat itu benar. "Mbok... Apa i-itu Ahmad?""iya, Non. Sepertinya itu nak Ahmad. Tapi untuk apa dia di taman ini sendirian?""Coba mbok kesana dan pastikan apakah dia benar-benar Ahmad.""Baik, Non."Lalu si mbok berjalan kearah orang yang kami duga adalah Ahmad. Symbol menunggu si mbok, aku menghubungi Manana. "Man... Bagaimana ketemu sama Ahmad dan keluarganya?""Maaf Bu, kata para tetangga pak Ahmad sudah pindah kontrakan.""Pindah?""Iya, Bu. Katanya mereka habis ribut besar dan keesokkan harinya anak dan istrinya pergi meninggalkan rumah, sedangkan pak Ahmad diusir pemilik kontrakan.""Ya sudah sekarang kamu jemput saya di taman dekat cafe tadi.""Baik, Bu. Ini saya sudah dekat."Setelah itu aku matikan sambungan telephone. Aku melihat si mbok berbicara dengan laki-laki itu, karena aku penasaran akhirnya aku putuskan untuk mendekat kearah mereka. Dan benar saja dugaanku, laki-laki itu benar-benar Ahmad.

  • Titip Benih    Perceraian Ahmad dan Sekar

    Aku kembali kembali pulang untuk mengurus semuanya sebelum anak panti aku bawa. Setelah sampai rumah aku langsung bercerita kepada si Mbok. Dan aku senang si Mbok sangat mendukungku. Aku lalu memanggil Maman. "Man... Bagaimana? Apakah tanah yang aku minta sudah dapat?""Alhamdulillah sudah Bu.""Baiklah, bagaimana surat menyuratnya?""Mereka minta di bayar setengah dulu bu dan setelah kita bayar mereka akan mengurus sertifikatnya dan balik nama sekalian jadi kita terima beres.""Apakah mereka bisa dipercaya?""Insha Allah bisa Bu.""Baiklah tolong kamu atur kapan saya bisa menemui mereka. Karena saya butuh cepat dan ingin segera saya bangun.""Tapi, Bu. Untuk membangun rumah seperti yang ibu inginkan itu membutuhkan waktu yang lumayan lama."Aku terdiam, karena aku baru sadar jika aku tak berpikir sejauh itu. Aku hanya berpikir dapat tanah dan langsung di bangu. Aku tidak berpikir jika membangun sebuah rumah yang cukup besar itu membutuhkan waktu berbulan-bulan. "Kamu benar j

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status