Lara larut terlalu dalam dalam lukanya. Gadis itu sama sekali tidak memilki persiapan apapun untuk menghadapi patah hati apalagi yang separah saat ini. Ternyata cinta pertamanya akan terjadi begitu singkat dan berakhir teramat sadis. Kadang-kadang gadis itu mengingat-ingat apa yang pernah dilakukannya di masa lalu sehingga seseorang tega menghancurkan hidupnya begini rupa. Lara merasa dibuang layaknya sampah setelah segalanya telah diberikan. Setelah satu bulan berlalu, Lara tak pernah masuk kerja dan tak pernah sekalipun mencoba menghubungi Gaga, meskipun pada dini hari saat ia tiba-tiba terbangun ia sangat ingin menghubungi Gaga ingin bertanya apakah tidak ada rindu setitik saja untuknya di hati Gaga, namun Lara ingat bahwa Gaga adalah manusia yang tidak memilki hati. Tidak ada lelaki yang tega memperlakukan wanita yang tak memilki salah apa-apa dengan begitu keji.
Berat badan Lara turun beberapa kilogram dalam waktu satu bulan saja, gadis itu lebih banyak menghabiskan waktunya di atas tempat tidur. Seperti yang terlihat pagi itu, waktu sudah menunjukkan nyaris pukul 14.00 siang tetapi tubuh Lara masih terbalut selimut di atas kasur, sudah tidak terlihat air mata lagi di wajahnya. Matanya mengerjap-ngerjap lemah lalu melihat sesuatu yang terletak di balik lemari obat-obatan yang tersedia di kamarnya.
Gadis itu mencoba bangkit dari tempat tidur, berjalan lemah ke arah kotak obat-obatan dan mengambil secara asal salah satu obat di dalamnya. Lara tidak ingat obat apa yang diraih dan kemudian ditenggaknya, setelah ia menyelesaikan botol itu, ia kembali meraih botol lain dan kemudian menenggaknya. Hal itu terus berulang dan berhenti di botol kelima karena Lara tak kuasa menahan mual yang amat kuat, liurnya terasa seasin lair di lautan, ia segera melarikan diri ke toilet dan memuntahkan isi perutnya di sana. Lara memuntahkan semua yang ia telan hingga tak ada lagi yang bisa keluar dari mulutnya. Gadis itu kembali terisak sekuat-kuatnya.
Lara telah melewati hari-hari paling pedih dalam hidupnya selama dua bulan, ia bahkan beberapa kali menyakiti diri dan nyaris mengembuskan napas terakhir. Tetapi semuanya selalu gagal dan Tuhan kembali memberikan kesempatan untuk Lara untuk memperbaiki semuanya.
“Tuhan masih menyayangimu, Ga.” Lara mengingat ucapannya pada Gaga dua bulan yang lalu. Jika saat itu Gaga tidak percaya jika Tuhan menyayanginya, Lara memutuskan untuk percaya. Tuhan menyayangi Lara, bahkan sangat menyayanginya meski Lara pernah mengkhianati-Nya.
Perlahan-lahan Lara bangkit dari keterpurukan, ia kembali menyusun kepingan-kepingan hatinya yang hancur. Meski sulit Lara tahu semua akan terlewati dan akan baik-baik saja. Ia selalu tahu bahwa ada Tuhan dan kedua orangtuanya yang menjadi leyakinannya untuk dapat bangkit. Lagu pula Lara sedikit merasa tenang karena dirinya setiap bulan masih mengalami datang bulan, artinya tidak perlu berurusan atau bahkan mengemis-ngemis cinta pria jahat bernama Gaga itu.
Beberapa hari yang lalu Lara semoat mendapatkan surat peringatan dari kantornya karena tidak pernah lagi masuk kerja. Tapi Lara mengabaikan dan tak peduli jika ia dipecat karena sejak memilki masalah dengan Gaga ia sudah berpikir untuk resign. Satu minggu kemudian Lara memutuskan untuk kembali ke kota asalnya.
5 Tahun Kemudian
Lara mendapatkan pekerjaan yang dapat dikerjakan secara freelance dan memilki pendapatan yang baik. Bahkan saat ini Lara sudah memasuki tahun kedua untuk belajar pada salah satu universitas di kotanya dari hasil gajinya. Seseorang pernah berkata bahwa sesuatu yang tidak berhasil membunuhmu, hal tersebut justru akan membuatmu lebih kuat di kemudian hari. Lara telah membuktikan ungkapan tersebut. Setelah lima tahun yang lalu ia nyaris secara tidak langsung dibunuh oleh Gaga atas perlakuan teganya. Ketika Lara berhasil melalui masa-masa sulit tersebut, saat ini gadis itu bak terlahir sebagai pribadi baru yang lebih baik.
Aura wajah Lara kembali ceria dan nampak semakin cantik sekarang. Lara memilki banyak teman yang menyayanginya karena kebaikan hati yang gadis itu milki. Gadis itu juga termasuk cerdas dalam hal akademik di kampus. Kedua orangtua Lara semakin bangga terhadap putri semata wayang mereka yang mandiri tak tak pernah mau merepotkan kedua orangtuanya. Lara terlihat sempurna tanpa cela, orang lain hanya melihat hal indah yang berusaha ditampilkan Lara, mereka tidak pernah tahu bahwa gadis itu pernah diperlakukan seperti sampah oleh seseorang.
Semua kelebihan yang dimilki Lara membuat tak sedikit pria ingin memilikinya. Tetapi luka parah yang diukir Gaga pada hatinya lima tahun lalu belum sepenuhnya kering sepenuhnya. Rindu yang terasa sialan itu sesekali masih menghinggapinya. Hingga satu ketika, salah seorang mantan teman kerja Lara yang bernama Ditsa menyapanya di media sosial, mereka saling bertukar kabar dan obrolan mengenai Gaga tak dapat mereka hindari.
“Sebenarnya sejak awal Pak Gaga mendekatimu aku sudah ingin memperingatkan, Ra.” Ucap Ditsa.
“Memperingatkan? Apakah kau sebenarnya tahu sifat pria itu?” Tanya Lara.
“Tentu saja aku tahu. Karena sebelum dekat denganmu, Pak Gaga juga pernah melakukan hal yang sama dengan beberapa gadis yang bekerja di kantor.” Jelas Ditsa.
Lara sedikit terperanjat mendengar itu, bibirnya ternganga.
“Jadi bukan hanya aku yang dirusak?”
“Sekitar tiga gadis lain setahuku.” Jawab Ditsa, “Maafkan aku ya, Ra.” Lanjutnya.
“Maaf untuk apa, Tsa?”
“Bukannya aku tidak ingin menyelamatkanmu, tetapi aku tak mau terlalu ikut campur,” jawab Ditsa. “Karena aku sudah terlalu sering ikut campur di kasus gadis-gadis sebelumnya dan tidak ada yang mempercayaiku. Mungkin karena mereka sedang cinta-cintanya, kau tahu sendiri kan orang yang sedang jatuh cinta itu sangat bebal untuk dinasehati.” Lanjut Ditsa.
“Oh, no problem, Tsa. Apa yang telah menimpaku adalah akibat kebodohanku, bukan sepenuhnya salah Gaga apalagi salahmu.” Jawab Lara.
Setelah itu mereka harus mengakhiri obrolan karena Lara harus kembali mengikuti mata kuliah pada hari itu dan Ditsa harus melanjutkan pekerjaannya. Selama pembelajaran berlangsung Lara terus memikirkan perkataan Ditsa dan tak berhenti mengutuki kebodohan dirinya di masa lalu. Mesekipun masa-masa itu berusaha sekuat tenaga dibuang dari ingatan, tetapi kejadian besar yang dialami membuat masa kelam itu selalu timbul tenggelam di pikiran Lara.
“Ngelamun aja!” Ucap Aria, gadis bermata bulat dengan rambut sebahu yang memilki volume suara keras.
Lara terlonjak dan membuyarkan lamunan di kepalanya, matanya segera membelalak kesal ke arah Aria. Selain menjadi teman, Aria juga menjadi pengganggu dalam kehidupan Lara. Aria tertawa puas melihat ekspresi kesal Lara.
“Pergilah dari hadapanku.” Ujar Lara yang terlihat malas menanggapi keusilan Aria.
“Aneh sekali ya, kenapa Bentara bisa sangat jatuh cinta dengan perempuan menyeramkan sepertimu, Ra.” Cibir Aria.
Bentara. Mendengar nama itu Lara semakin terlihat kesal.
Mungkin hanya Lara yang bisa merasakan patah hati dan jatuh cinta sekaligus. Sekali waktu dia bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan di tempat umum sekalipun saat mengingat kembali Mas Gala. Mereka tidak pernah lagi saling mengirim pesan setelah memutuskan untuk berpisah, rasanya seperti hampir gila menjalani hari-hari tanpa orang yang bahkan sebelumnya pun keberadaannya seperti tak ada. Entah jenis cinta macam apa yang melanda Lara ini.Namun di waktu lain, Lara merasakan sangat dimabuk cinta dengan Bentara. Hampir setiap hari mereka menghabiskan malam-malam panjang dengan saling menc*mbu. Lara tak pernah merasakan kenikmatan seperti yang Bentara suguhkan pada tubuhnya, pada hatinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Gaga, yang merupakan orang pertama yang menyentuh Lara, Bentara jauh lebih baik dari segi apapun."Ra?" Gumam Bentara, di atas dada Lara."Ya?""Udah bisa sayang aku?" Tanyanya."Aku udah sayang kamu sejak kita makan cookies." Jawab Lara lalu tergelak."Kenapa nggak kentara
"Mau pakai baju?" Tanya Bentara, namun beberapa detik setelah kalimat itu terucap Bentara mengutuk dirinya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh semacam itu."Iya." Jawab Lara. Lalu hendak memakai bajunya namun Bentara menyadari hal yang janggal."Sorry." Ucap Bentara lalu menyentuh br* yang Lara gunakan, "Ini basah, Ra, nggak dicopot aja?" Lanjutnya.Lara sama sekali tak terlihat keberatan saat Bentara menyentuh bagian itu."Tapi aku nggak ada gantinya." Jawab Lara, saat ini gadis itu tanpa malu-malu menatap wajah Bentara."Nggak apa-apa, dilepas aja nanti bajunya di download pakai sweater jeans aku yang tebal jadi nggak kentara." Ucap Bentara, meski nampak salah tingkah dia berusaha menatap kembali wajah Lara yang merona merah. "Dilepas, ya?" Ucapnya dengan lembut lalu mengusap-usap permukaan kulit di sekitar br* itu."Iya." Jawab Lara sambil mengangguk, napasnya sudah tidak beraturan.Tangan Bentara bergerak, membuka kait br* di punggung Lara. Sesuatu yang tadinya merekat kenc
"Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta pada Bentara?""Tidak, tidak! Tidak mungkin!""Tapi kenapa aku membiarkannya mencium tanganku?"Semua pertanyaan-pertanyaan itu dikeluarkan Lara untuk dirinya sendiri. Dia membanting tubuhnya di atas kasur, pikirannya melayang ke saat di mana Bentara mencium tangannya. Jantungnya kembali berdegup kencang, rasa bahagia terasa meluap-luap di dadanya. Itu pasti karena dia sudah jatuh cinta, kenyataan itu tidak mungkin lagi terbantahkan."Oh, apa yang aku lakukan, apakah ini sudah termasuk berkhianat?" Gumamnya.Lara langsung meraih ponselnya, dia segera mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Mas Gala, tak peduli pesan-pesan lamanya tak dibalas."I miss you, Mas. Kamu sebenarnya di mana?" Pesan itu terkirim ke nomor Mas Gala, dengan perasaan yang tak menentu Lara tetap menunggu balasan pesan itu. Lalu dia bertanya pada dirinya apakah isi pesan itu memang benar karena dia rindu, ataukah hanya rasa bersalahnya pada Mas Gala karena Lara telah berken
"Oh iya, hati-hati, ya. Jangan terlalu malam diantar pulangnya." Jawab ibu Lara."Iyaa tante."."Bu, Lara jalan dulu, ya.""Iya sayang."Mereka berdua kemudian memasuki mobil Bentara, lalu beranjak pergi. Ibu Lara baru menutup pintu rumahnya saat Lara dan Bentara sudah pergi."Kenapa tiba-tiba ngajakin ke luar?" Tanya Lara."Nggak apa-apa sih, cuman belum biasa aja." Jawab Bentara dengan jawaban yang menggantung."Belum biasa?" Tanya Lara."Belum biasa lama-lama nggak ngeliat kamu."Lara tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan memalingkan wajahnya ke luar jendela, berusaha menutupi pipinya yang memerah.Tak berselang lama akhirnya mereka tiba di kedai cookies yang dimaksud oleh Bentara."Yakin belum pernah ke sini?" Tanya Bentara saat mereka baru saja duduk di bangku pengunjung kedai itu."Belum." Lara menggelengkan kepalanya."Mau pesan apa dong?""Kamu aja yang pesenin, yang menurut kamu enak.""Siap, tunggu sini ya." Ucap Bentara lalu berdiri untuk memesan makanan.Tak lam
Bus itu mulai melaju, bergerak perlahan meninggalkan desa yang mengukir sejuta kenangan meski Lara hanya sejenak berada di sana. Lara selalu merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal meski sudah berkali-kali dia mengecek ulang barng-barangnya sebelum berangkat tadi, mungkin karena separuh hatinya sudah tertinggal dan menetap di desa itu selama-lamanya. Lara teringat akan seseorang yang membuatnya kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mulai mengetik sesuatu.“Mas Gala, kamu apakabar? Hari ini Lara pulang, Mas, pengaadian Lara di desa itu sudah selesai. Lara udah maafin kamu dan maaf karena Lara udah abaikan chat kamu berhari-hari. Lara mau perbaiki semuanya. Semoga setelah Lara udah nggak program relewan lagi, masalah-masalah yang muncul di hubungan kita selama aku program bisa mereda. Lara masih sayang, sangat sayang sama Mas Gala, tak ada yang berubah seperti pertama kali Lara jatuh cinta sama kamu.” Pesan itu dikirimkan ke nomor Mas Gala.Bersamaan dengan terkirimnya pesan it
"Buat Rachel, menurut aku kamu nggak pernah nyebelin, selalu baik. Buat Baham, kamu juga baik dan keliatan banget peduli sama semua orang di regu ini. Kalau Adrian, aku nggak tahu hal apa yang positif di kamu, tapi itu nggak bikin aku benci sama kamu meskipun kita sering berantem. Buat Bentara, please ya, lain kali kalo negur nggak usah pakai bentak-bentak. Kalau buat Jul, kamu jangan terlalu baik sama cewek soalnya cewek itu gampang baper." Tutup Aniya."Gila ya, unek-unek terpendam banget kayaknya, semua keburukan terkuak di sini." Cibir Adrian, "Tapi nggak apa-apa sih, bagus malah, Aniya yang paling jujur. Bisa dicontoh nih " Lanjutnya."Adrian, kamu tahu nggak sih no interupsi? Ya udah kayaknya dari tadi udah mau ngomong kan, silakan sekarang giliran kamu." Ujar Lara."Kalau aku sih nggak akan banyak ngomong, cuma mau berterima kasih sama memohon maaf sebanyak-banyaknya sama kalian semua." Ujar Adrian."Yee sekali nggak disuruh ngomong nyerocos terus sekali di suruh ngomong pelit
Waktu ternyata benar-benar tak terasa jika kita terus bercakap-cakap sepanjang perjalanan. Akhirnya mereka semua tiba di rumah Pak Sepuh pada pukul sebelas malam. Di desa Mandala, orang-orang tidak perlu mengunci pintu rumahnya karena desa itu aman dari maling. Karena itulah mereka semua tidak perlu repot-repot harus membangunkan Pak Sepuh dan Bu Marta untuk bisa masuk ke dalam rumah.Mereka segera membersihkan diri, meskipun sudah mencoba sekuat tenaga untuk tidak berisik agar tak mengganggu Pak Sepuh dan Bu Marta tapi akhirnya mereka berisik juga apalagi saat Aniya bertemu dengan Adrian dan saling berebut untuk mendahului masuk ke kamar mandi.Semua lelah seakan sudah mencapai puncaknya saat itu, sehingga mereka semua jatuh tertidur tak lama setelah badannya tersentuh kasur.Lara yang sudah hampir tertidur melirik ke arah ponselnya yang bergetar dan itu adalah panggilan dari Mas Gala. Dalam keadaan setengah sadar Lara mengambil ponselnya dan menyentuh tombol reject, lalu jatuh terti
Itu adalah destinasi terakhir dalam trip perpisahan mereka. Sebenarnya Bila sudah mengusulkan untuk menambah satu hari lagi karena masih banyak destinasi wisata lain di tempat itu yang belum mereka kunjungi. Tetapi Lara tak bisa lagi, tubuhnya sudah tidak kuat untuk menambah liburan yang melelahkan itu meskipun cuma satu hari.Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang saat itu ke desa Mandala. Saat mereka mulai beranjak, malam baru saja jatuh sempurna di belahan bumi tempat mereka berpijak."Pelan-pelan aja, guys. Jangan ada yang ngebut ya. Yang penting kita bisa sampai tujuan dengan selamat." Baham memberi instruksi kepada teman-temannya sebelum mereka berangkat.Di perjalanan pulang itu, mereka tidak selalu berada dalam jarak berdekatan seperti saat pergi. Itu karena semuanya sudah hafal jalan pulang tidak seperti saat mereka berangkat.Performa Aniya dalam berkendara semakin menurun. Dia beberapa kali hampir celaka, untung tak ada teman-temannya yang lain yang melihat selain Lara yan
Sesampainya di sana, nenek Adrian ternyata tidak ada di rumahnya. Beruntung waktu itu tante Adrian yang rumahnya bersebelahan dengan neneknya sedang berada di rumah. Jadi, mereka beristirahat dan memasak makan siang mereka di sana.Mereka di sambut dengan anj*ng yang terus menggonggong saat hendak masuk ke dalam rumah itu. Lara yang memiliki trauma dengan hewan itu karena pernah dikejar hingga tersungkur waktu kecil, menjadi sangat takut saat hendak masuk ke rumah tante Adrian. Lara terus-menerus meremas baju Aulia dari belakang."Ra, ambilin charger aku dong di motorku." Celetuk Bentara dengan entengnya, tentu saja Bentara tahu Lara takut dengan anj*ng dan dia ingin menggodanya."Dih, kenapa jadi aku yang disuruh." Jawab Lara."Bukan nyuruh, Ra. Aku minta tolong." Ujar Bentara."Aku takut keluar, Ben. Hp aku aja low juga tapi aku tapi nggak apa-apa dari pada aku harus ketemu anj*ng itu." Jawab Lara.Bentara tertawa terbahak-bahak dan dengan gemas dia mengacak-acak rambut Lara. Bila d