Home / Romansa / Titipan Cinta Bentara / Saat Langit Terasa Runtuh

Share

Saat Langit Terasa Runtuh

last update Last Updated: 2022-10-06 12:45:23

Cahaya mentari pagi menyeruak masuk menembus jendela kaca di dalam kamar Gaga. Lara menyipitkan kedua matanya, rekaman kejadian semalam masih terputar di kepalanya saat dia menoleh ke arah Gaga yang masih terlelap di sampingnya. Lara tahu dan sangat sadar bahwa pagi itu Lara terbangun sebagai dirinya yang baru, yang tak lagi utuh. Matanya seketika mengembun menyadari apa yang telah terjadi dan saat gadis itu teringat akan pesan ayahnya sebelum ia merantau ke kota ini, tangisannya pecah seketika.

Seketika Gaga terbangun saat mendengar isakkan gadis di sampingnya. Tangannya segera merengkuh Lara untuk menenangkan.

“Why, Ra? Kamu kenapa?” Tanyanya.

Lara tak menjawab, gadis itu terlihat berusaha menghentikan isakannya yang justru terdengar semakin sendu.

“I’m sorry, Ra. Aku menyakitimu, ya?” Gaga bertanya lagi.

Lara menyentuh wajah pria itu lalu menggeleng perlahan.

“I love you.” Gumam Lara.

“I love you more.”

Gaga menarik tubuh Lara, merapatkan apada dadanya dan memeluk gadis itu erat. Isakkan Lara seketika mereda.

“Aku sebatangkara …” Ujar Gaga, matanya menatap ke arah matahari yang terlihat meredup. “Ayah membunuh ibu, lalu aku mendapati tubuhnya yang sudah kaku tergantung di raung tengah saat aku baru pulang dari sekolah. Aku ingat sekali, Ra, saat itu adalah hari pembagian raport untuk kenaikan kelas empat.” Lanjutnya, tak ada tangis atau air mata tetapi Lara melihat ekspresi anak laki-laki yang menyayat pada wajah Gaga saat dia bercerita.

Lara terbungkam dengan apa yang baru saja didengarnya. Tak ada yang akan menyangka jika pria yang sering tertawa itu memilki masal lalu sekelam gelombang tsunami, yang sampai kapan pun tak akan terhapus dari memori ingatannya.

“Aku sendiri heran, Ra.” Pria itu bergumam lagi. “Kenapa aku bisa bertahan sampai sekarang, hidup “seperti” orang normal atau lebih tepatnya berpura-pura seperti orang normal. Ternyata sangat menyakitkan, kadang-kadang aku merasakan dadaku nyaris meledak karena menahan semua ini.” Lanjutnya, matanya tetap menatap matahari melalui jendela kaca yang tirainya sedikittersingkap.

“Karena Tuhan menyayangimu, Ga.” Jawab Lara.

“Kurasa tidak.” Gaga tersenyum kecut.

“Ga?”

“Ya?”

“Kapan terakhir kau menangis.” Tanya Lara, sedari tadi ia kebingungan kenapa bisa mata Gaga tidak basah oleh air mata sama sekali.

“Saat kejadian itu aku menangis hingga suaraku menghilang beberapa hari dan air mataku menghilang selamanya. Aku tidak ingat pernah menangis lagi setelah kejian itu.” Jawabnya.

Lara memeluknya erat, seakan ia meminta untuk dibagi dengan luka-luka yang nyaris abadi di hati Gaga.

“Kau tidak sebatangkara lagi, Ga. Tidak akan kubiarkan kau sebatangkara lagi.” Ujar Lara. Gaga membalas pelukannya.

Bak pasangan yang dimabuk asmara, Lara dan Gaga menghabiskan waktu seharian untuk bersama dan bersepakat tidak masuk kantor hari itu. Mereka melakukan apapun yang ingin mereka lakukan, seakan dunia ini hanya untuk mereka berdua, hanya tentang cinta mereka berdua. Lara yang sebelumnya tak pernah merasakan sentuhan seorang pria, mengalami setiap detik di samping Gaga dengan penuh takjub. Lara merasa dia adalah wanita tercantik di dunia setiap kali Gaga memandang wajahnya. Lara merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia setiap kali Gaga mengatakan bahwa dia mencintai Lara. Lara merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia ketika Gaga berkata bahwa dia tak bisa jauh dari Lara.

***

Hari berikutnya Lara kembali berangkat ke kantor dan bekerja seperti biasa. Namun, gelagatnya tidak bisa menyembunyikan kegelisahan. Bagaimana mungkin Lara bisa tenang jika nyaris memasuki jam makan siang Gaga belum muncul batang hidungnya, terlebih pesannya yang dikirim sejak pagi tadi tak kunjung mendapatkan balasan dari Gaga. Apa yang terjadi padanya, apakah Gaga baik-baik saja? Kalimat itu terus berulang di kepalanya sepanjang hari. Hingga jam kantor berakhir Gaga tak pernah datang.

Setelah pulang dari kantor, Lara bergegas menuju rumah Gaga, rasa cemasnya yang tak terbendung dan ia tak tahan lagi untuk menanti hari esok, ia ingin mengetahui kedaan Gaga hari ini juga. Taksi yang ditumpanginya telah tiba, pagar rumah itu tertutup, seluruh pintu rumah pun terlihat tertutup, tak ada cahaya lampu dari dalam rumah dan yang paling membuat perasaan Lara tak karuan adalah tak ada satu pun kendaraan yang terparkir di parkiran rumah Gaga, menandakan tidak ada seseorang di dalam rumah itu.

Puluhan pesan telah terkirim dan belasan panggilan telpon tidak mendapatkan jawaban apa-apa dari pria itu. Tentu saja Lara tak bisa memejam apalagi terlelap malam itu, kepalanya disesaki kemungkinn-kemungkinan buruk tentang Gaga dan tentang hubungan mereka. Pukul 03.45 dini hari akhirnya Gaga mejawab panggilan telepon dari Lara.

“Halo.” Ucap seseorang di seberang telpon.

“Ga! Are you ok?” Lara terlonjak dan bangkit dari duduknya ketika teleponnya diangkat oleh Gaga.

“Ya, Ra. Aku baik-baik.” Jawab Gaga, nada suaranya terdengar datar.

“Ga, seharian …”

“Ra …” Gaga memutus kalimat Lara yang belum rampung. “Ini yang terakhir.” Lanjutnya.

“Apa maksudmu?” Tanya Lara.

“Ini yang terakhir kita berbicara.” Jawabnya, “Jangan menghubungiku lagi ya.” Lanjutnya.

“Kenapa?” Suara Lara bergetar, “Apa yang terjadi padamu, Gaga?” Lara berbicara setengah teriak.

“Tidak ada apa-apa yang terjadi padaku, Ra. Tidak ada apa-apa pula yang terjadi pada kita berdua.” Jawab Gaga dengan nada yang masih datar.

“I love you, Ga. Don't leave me.” Lara mulai terisak.

“I love you too, but I can’t. Aku tak bisa denganmu.”

“Kenapa?”

“Karena aku tak bisa.”

“Kenapa kamu lakukan ini padaku?” Suara Lara terdengar tak beraturan, “Kenapa harus aku yang kau pilih untuk kau hancurkan?” Lanjutnya, tangisnya pecah.

Di seberang telepon Gaga terdengar menghela napas panjang, seperti hendak mengatakan sesuatu. Tapi Lara memutuskan sambungan telepon itu segera, dia tak mau mendengar kata-kata yang dikeluarkan dari mulut pria itu karena Lara sudah yakin semuanya akan bak belati yang mengiris-iris hatinya. Itu benar-benar menjadi kali terakhir mereka berbicara.

Lara membanting tubuhnya ke kasur, isaknya kian kerap, matanya sembab, kepalanya terasa menumpu beban yang amat berat. Seketika gadis itu kembali mengingat pesan terakhir ayahnya saat melepaskannya pergi merantau. Ayahnya yang amat sangat menjaganya sedari kecil, memberinya kasih sayang dan perlindungan dengan penuh dibalas oleh hal hina hanya karena cinta yang semu, apakah memang ada cinta yang seperti itu? Setiap kali ia membayangkan wajah ayahnya Lara merasa gagal menjadi anak perempuan, dia benar-benar merasa tubuhnya diijangkiti kotoran yang abadi.

“Setelah apa yang telah kita lakukan, setelah apa yang telah kuserahkan dan setelah kau menceritakan kisahmu yang kelam itu, ternyata aku masih kau anggap bukan siapa-siapa di dalam hidupmu, Ga.” Gumamnya lirih, dia merasakan langit sedang runtuh saat itu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Titipan Cinta Bentara   Please Be My Girl

    Mungkin hanya Lara yang bisa merasakan patah hati dan jatuh cinta sekaligus. Sekali waktu dia bisa menangis sejadi-jadinya, bahkan di tempat umum sekalipun saat mengingat kembali Mas Gala. Mereka tidak pernah lagi saling mengirim pesan setelah memutuskan untuk berpisah, rasanya seperti hampir gila menjalani hari-hari tanpa orang yang bahkan sebelumnya pun keberadaannya seperti tak ada. Entah jenis cinta macam apa yang melanda Lara ini.Namun di waktu lain, Lara merasakan sangat dimabuk cinta dengan Bentara. Hampir setiap hari mereka menghabiskan malam-malam panjang dengan saling menc*mbu. Lara tak pernah merasakan kenikmatan seperti yang Bentara suguhkan pada tubuhnya, pada hatinya. Bahkan jika dibandingkan dengan Gaga, yang merupakan orang pertama yang menyentuh Lara, Bentara jauh lebih baik dari segi apapun."Ra?" Gumam Bentara, di atas dada Lara."Ya?""Udah bisa sayang aku?" Tanyanya."Aku udah sayang kamu sejak kita makan cookies." Jawab Lara lalu tergelak."Kenapa nggak kentara

  • Titipan Cinta Bentara   Apa yang Lebih Penting dari Masa Sekarang?

    "Mau pakai baju?" Tanya Bentara, namun beberapa detik setelah kalimat itu terucap Bentara mengutuk dirinya sendiri karena mengajukan pertanyaan bodoh semacam itu."Iya." Jawab Lara. Lalu hendak memakai bajunya namun Bentara menyadari hal yang janggal."Sorry." Ucap Bentara lalu menyentuh br* yang Lara gunakan, "Ini basah, Ra, nggak dicopot aja?" Lanjutnya.Lara sama sekali tak terlihat keberatan saat Bentara menyentuh bagian itu."Tapi aku nggak ada gantinya." Jawab Lara, saat ini gadis itu tanpa malu-malu menatap wajah Bentara."Nggak apa-apa, dilepas aja nanti bajunya di download pakai sweater jeans aku yang tebal jadi nggak kentara." Ucap Bentara, meski nampak salah tingkah dia berusaha menatap kembali wajah Lara yang merona merah. "Dilepas, ya?" Ucapnya dengan lembut lalu mengusap-usap permukaan kulit di sekitar br* itu."Iya." Jawab Lara sambil mengangguk, napasnya sudah tidak beraturan.Tangan Bentara bergerak, membuka kait br* di punggung Lara. Sesuatu yang tadinya merekat kenc

  • Titipan Cinta Bentara   Insiden Tokek

    "Apakah aku sudah benar-benar jatuh cinta pada Bentara?""Tidak, tidak! Tidak mungkin!""Tapi kenapa aku membiarkannya mencium tanganku?"Semua pertanyaan-pertanyaan itu dikeluarkan Lara untuk dirinya sendiri. Dia membanting tubuhnya di atas kasur, pikirannya melayang ke saat di mana Bentara mencium tangannya. Jantungnya kembali berdegup kencang, rasa bahagia terasa meluap-luap di dadanya. Itu pasti karena dia sudah jatuh cinta, kenyataan itu tidak mungkin lagi terbantahkan."Oh, apa yang aku lakukan, apakah ini sudah termasuk berkhianat?" Gumamnya.Lara langsung meraih ponselnya, dia segera mengetikkan sesuatu untuk dikirim pada Mas Gala, tak peduli pesan-pesan lamanya tak dibalas."I miss you, Mas. Kamu sebenarnya di mana?" Pesan itu terkirim ke nomor Mas Gala, dengan perasaan yang tak menentu Lara tetap menunggu balasan pesan itu. Lalu dia bertanya pada dirinya apakah isi pesan itu memang benar karena dia rindu, ataukah hanya rasa bersalahnya pada Mas Gala karena Lara telah berken

  • Titipan Cinta Bentara   Can I Kiss Your Hand?

    "Oh iya, hati-hati, ya. Jangan terlalu malam diantar pulangnya." Jawab ibu Lara."Iyaa tante."."Bu, Lara jalan dulu, ya.""Iya sayang."Mereka berdua kemudian memasuki mobil Bentara, lalu beranjak pergi. Ibu Lara baru menutup pintu rumahnya saat Lara dan Bentara sudah pergi."Kenapa tiba-tiba ngajakin ke luar?" Tanya Lara."Nggak apa-apa sih, cuman belum biasa aja." Jawab Bentara dengan jawaban yang menggantung."Belum biasa?" Tanya Lara."Belum biasa lama-lama nggak ngeliat kamu."Lara tak tahu harus menjawab apa. Dia hanya diam dan memalingkan wajahnya ke luar jendela, berusaha menutupi pipinya yang memerah.Tak berselang lama akhirnya mereka tiba di kedai cookies yang dimaksud oleh Bentara."Yakin belum pernah ke sini?" Tanya Bentara saat mereka baru saja duduk di bangku pengunjung kedai itu."Belum." Lara menggelengkan kepalanya."Mau pesan apa dong?""Kamu aja yang pesenin, yang menurut kamu enak.""Siap, tunggu sini ya." Ucap Bentara lalu berdiri untuk memesan makanan.Tak lam

  • Titipan Cinta Bentara   Separuh Hati yang Tertinggal

    Bus itu mulai melaju, bergerak perlahan meninggalkan desa yang mengukir sejuta kenangan meski Lara hanya sejenak berada di sana. Lara selalu merasa bahwa ada sesuatu yang tertinggal meski sudah berkali-kali dia mengecek ulang barng-barangnya sebelum berangkat tadi, mungkin karena separuh hatinya sudah tertinggal dan menetap di desa itu selama-lamanya. Lara teringat akan seseorang yang membuatnya kemudian mengeluarkan ponsel dari sakunya dan mulai mengetik sesuatu.“Mas Gala, kamu apakabar? Hari ini Lara pulang, Mas, pengaadian Lara di desa itu sudah selesai. Lara udah maafin kamu dan maaf karena Lara udah abaikan chat kamu berhari-hari. Lara mau perbaiki semuanya. Semoga setelah Lara udah nggak program relewan lagi, masalah-masalah yang muncul di hubungan kita selama aku program bisa mereda. Lara masih sayang, sangat sayang sama Mas Gala, tak ada yang berubah seperti pertama kali Lara jatuh cinta sama kamu.” Pesan itu dikirimkan ke nomor Mas Gala.Bersamaan dengan terkirimnya pesan it

  • Titipan Cinta Bentara   Kutukan

    "Buat Rachel, menurut aku kamu nggak pernah nyebelin, selalu baik. Buat Baham, kamu juga baik dan keliatan banget peduli sama semua orang di regu ini. Kalau Adrian, aku nggak tahu hal apa yang positif di kamu, tapi itu nggak bikin aku benci sama kamu meskipun kita sering berantem. Buat Bentara, please ya, lain kali kalo negur nggak usah pakai bentak-bentak. Kalau buat Jul, kamu jangan terlalu baik sama cewek soalnya cewek itu gampang baper." Tutup Aniya."Gila ya, unek-unek terpendam banget kayaknya, semua keburukan terkuak di sini." Cibir Adrian, "Tapi nggak apa-apa sih, bagus malah, Aniya yang paling jujur. Bisa dicontoh nih " Lanjutnya."Adrian, kamu tahu nggak sih no interupsi? Ya udah kayaknya dari tadi udah mau ngomong kan, silakan sekarang giliran kamu." Ujar Lara."Kalau aku sih nggak akan banyak ngomong, cuma mau berterima kasih sama memohon maaf sebanyak-banyaknya sama kalian semua." Ujar Adrian."Yee sekali nggak disuruh ngomong nyerocos terus sekali di suruh ngomong pelit

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status