Share

kebahagian diatas segalanya

Beriringnya waktu ayah mulai membangun rumah peninggalan  mbah ini menjadi  lebih baik malah lebih bagus dan bisa di bilang sejajarlah dengan tetangg lain.

Dan membeli sawah sekitar 2 rante.

Katanya  untuk masa depan kami . Iya walaupun ayah sifatnya keras tapi dirinya punya pedoman anak- anak harus bisa lebih dari dia kelak.

Begitu pula dengan mama , uang recehan dari  berjualan keripik dan pencuci kelilingnya di belinya hewan ternak sepasang ekor kambing dan terus beranak seperti rejeki dikala itu  sangat  berlimpah . Hewan - hewan itu dan  sayuran di samping rumah itu menjadi tanggung jawabku dan adinda

Setiap pulang sekolah kami langsung mengemas rumah dan lanjut mengaritkan rumput buat kambing kami dan bahkan lebih untuk tetangga . Dengan sepeda kecil kami membawa rumput itu  dalam bentuk ikatan yang bertumpuk ke atas sepeda . Bersama kami berjalan memegang  sepeda itu agar tidak mereng atau pun jatuh.

Terkadang tetangga meminta tolong kami mencari lebih . Tapi dengan tubuh kami yang masih kecil , hanya sebagian yang berhasil kami bawa .Trip pertama untuk kambing kami sendiri . Lalu trip kedua itu untuk tetangga , terkadang mereka memberikan upah kepada kami sekedarnya . Lalu uang itu kami simpan  dengan celengan rahasia kata adinda adik ku

Celengan bekas susu kaleng , kami letakkan didekat kandang kambing kami tumpuk sedemikian agar tak ada yang melihat .

Hingga Menjelang masuk sekolah  dinda celengan itu aku bongkar di depan ibu

" mah,, kakak sama adek punya celengan"

" celengan????" . Ucap mama singkat dengan nada penasaran

" iyaa celengan ..kakak sama adek!!!"

"Kalian dapat uang dari mana nak??

Sedangkan mama sama ayah nggk pernah ngasi uang jajan lebih dari seribu??

"Kakak sama adek ngarit buat wak tifah mah,

Karena sering liat kami ngambil rumput dekat kebun sawit sana" ucap ku menjelaskan

"Kebun sawit?

Kalian kesana ?

"Ya Allah  ya RAbb,, kalian tau di sana itu bahaya .Gimana kalau kalian

"Udah mulai besok mama yang ngarit!! . Kalian di rumah beresin rumah sama ngider keripik ketempat langganan mama saja .

Tiba- tiba hujan deras melanda daerah kami  sore itu padahal dimasa kemarau  , mama belum pulang dari mengarit  , Mungkin sedang mencari rumput di sekitar sawit dan mengambil jamur yang biasa tumbuh saat hujan.

Sedangkan tadi pagi ayah sudah memberi amanat jika hujan nanti tolong di angkat  gabah yang di jemur itu . Tapi sayangnya sebelum  mama pulang  ayah sudah pulang duluan . Dengan nada suara tinggi ayah berbicara entah sama siapa. Gabah itu sudah basah dan kami hanya mampu mengangkatnya sebagian karena baru selesai pulang mengaji dilanggar kecil  di dekat rumah.

Karena belum sempat menggantinya .

Telekung ku basah dan demikian pula dinda.

Kami menarik - narik  tikar dengan gabahnya tapi sayang hujan makin deras di sertai angin kencang . Seperti pepatah Beras sudah menjadi bubur  begitulah kata orang tua.

Sesampai nya mama pulang, sebuah tamparan keras mengenai pipinya

"Plakk!!.

"  Wong lanang banteng tulang nang joboh ,

Ngalur ngidul golek beras kanggo mangan  peteng mu ra iso ku'e jogo "

Mama masih terdiam di tempat tampak tubuhnya basah kuyup dan kotor , Pipi mulusnya yang putih tanpa make up  tercap bekas tangan pria yang  menikahinya 12 tahun yang lalu

Dirinya diam seribu bahasa tanpa melawan sedikit pun . Hanya senyum simpul yang terlihat saat netra kami beradu.

Kami melihat adegan itu , Seakan hancurnya sama dengan mama .

Adinda mulai terisak kupeluk adik ku itu.

Seketika mama  menyuruh kami masuk kekamar , tapi suara - suara perkataan tak pantas itu terus mengudara . Jika saja tidak hujan mungkin tetangga sudah berkerumun di depan rumah bagaikan nonton sinetron televisi.

Perlahan aku membuka tirai pintu kamar ku, mengintip melihat situasi . Masih sama mama tetap terdiam dalam keheningannya . Sedangkan ayah entah di mana tapi terdengar suara debrak - debrakan sepert seseorang membuka lemari dengan kasar.

Lalu ayah berjalan dengan tas kresek hitam.

"Bughh!!!.. (kresek hitam besar terlempar keluar rumah)

"Jupuk noh kelambi   sampeyan niku!!!!"

"  Longo teko omah  iki !!"

"Bocah -bocah biar tak urus!! . Ucap ayah dengan suara tak kalah hebat dari guntur yang menggelegar.

Mama langsung berdiri , menatap nanar wajah suaminya itu dengan air mata yang masih mengenang .Terlihat nafasnya naik turun  menahan sesak didadanya . Ada keluh dibibirnya tapi yang terlihat hanya getaran.

"Ngopoi mene delok- delok??

Ora terimo ???

Ucap ayah makin sengit dan kasar .

Hingga tangannya kali ini akan terangkat lagi dan hendak  melayang kembali .

Tapi dengan sigap langsung di tepis .

Mama melirik kepintu yang kain tirainya  agak tersingkap .

Dan berkata :

" laras jaga bapak baik- baik nduk, mama sak pamit sek balik nang omah mbok uti

"

"Ojo ngerusui bapak mu kui , de'ene kasian  banting tulang kanggo awak mu dan ade mu supaya hidup seneng sesok 'e !!!"

Setelah di perlakukan seperti itu dirinya masih tersenyum dan berharap anak- anaknya patuh dan baik kepada bapaknya.

Aku yang tak sanggup menahannya lagi dan akhir keluar kamar begitu juga adinda.

Kami menangis sejadinya dikaki mama menahannya agar tak keluar dari rumah.

" mama jangan pergi !! Ucap adinda adik

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status