“Biar aku yang bekerja.”
Terserah saja dalam hati Tasya berkata demikian. Matanya mulai sayu, ia mengantuk dan keadaan tubuh ini bisa dibilang telah pasrah pada keadaan.
Sementara itu, Rangga tersenyum. Ia menuntaskan diri dengan bergerak cepat hingga memuntahkan semua cairan kental dalam rahim Tasya. Napas pria itu naik turun. Ia masih terengah dalam tubuh berkeringat, meski kamar ini ada pendingin ruangan.
Rangga memandang Tasya yang sudah terlelap. Ia puas karena berhasil mengambil keperawanan wanita di sampingnya ini. Namun, setengah dari dirinya merasa malam ini tidak ada gunanya.
Pakaian yang berserakan segera diambil. Rangga memakai kembali bajunya, lalu mengambil cek dari saku jas. Ia menuliskan nominal uang yang telah disepakati.
"Uang mengubah segalanya," ucap Rangga. Karena cantik, ia menambahkan uang tip sebanyak 50 juta. Total harga malam ini 550 juta. Rangga juga berpesan agar Tasya meminum pil pencegah kehamilan ketika ia sudah bangun tidur nanti.
Rangga segera keluar dari kamar. Berjalan seperti biasa sampai ia menemukan pengawal yang setia menunggu.
"Kita langsung pulang saja, Don."
"Siap, Tuan." Doni bergegas membukakan pintu mobil untuk Rangga, lalu mempersilakannya.
Mobil segera melaju ketika Rangga dan Doni telah berada di dalam. Kendaraan roda empat ini menuju kediaman keluarga Saputra. Salah satu orang terkaya di negara Nordem.
Sementara di kamar hotel, Tasya terbangun. Ia tidak melihat pria yang bersamanya tadi. Sebagai ganti, ia melihat cek senilai 550 juta.
Tasya mengambil cek itu. Sekarang hanya ada kesedihan. Tasya tidak menyangka ia menjual dirinya pada lelaki asing demi melunasi utang orang lain.
***
"Ambil uangmu!" Tasya melempar ransel berisi uang senilai 500 juta kepada rentenir. Pagi-pagi rentenir sudah datang berkunjung. "Aku ingin serah terima."
Si Botak tertawa, lalu memeriksa uang di dalam tas. Ia menghitungnya lebih dulu. "Uangnya pas. Ini surat utangnya."
Tasya mengambil surat itu secara kasar. Karena surat jaminan ini, ia terjebak oleh utang yang besar.
"Jika kau kembali memberi utang kepada Juna, aku akan melaporkanmu kepada polisi."
"Tenang, itu tidak akan terjadi. Juna itu beruntung dapat istri sepertimu." Lagi-lagi Botak tertawa.
Mendengarnya sungguh membuat Tasya muak. Rentenir ini selama beberapa hari selalu meneror hingga tetangga sekitar tahu apa yang Tasya alami sekarang.
"Pergi dari rumahku." Bila melihat lebih lama lagi, Tasya mungkin akan membunuh pria ini.
Karena pria inilah, dia menjual keperawanannya.
"Kalau begitu, kami permisi. Senang bekerja sama denganmu." Si Botak mengajak seluruh anak buahnya meninggalkan rumah Tasya.
Utang sudah lunas, tetapi Tasya masih berada dalam kesedihan yang teramat sangat. Ia ditipu oleh orang yang dicintainya. Keberadaan suaminya tidak diketahui. Berkali-kali Tasya mencoba menghubungi Juna, bahkan mencari ke tempat yang biasa pria itu singgahi, hasilnya nihil.
Tasya dan Juna sama-sama sudah tidak punya orang tua. Juna bekerja sebagai satpam bank, dan Tasya sendiri beralih-alih pekerjaan. Pertama dari kasir supermarket, pelayan restoran, hingga kini ia harus kembali mencari kerja untuk menyambung hidup.
Surat lamaran yang sudah dipersiapkan jauh-jauh hari masih tersimpan rapi. Tasya kembali mengganti tanggalnya. Ia mendapat kabar jika ada perusahaan yang mencari office girl. Jadi, Tasya akan ke sana siang ini juga.
Ia teringat uang sisa yang diberikan oleh pria itu. Masih ada 50 juta. Untuk sementara Tasya dapat memakainya sebagai keperluan sehari-hari.
Setelah berganti pakaian dan menyiapkan segala sesuatunya, Tasya keluar dari rumah. Ini sudah pukul 11 siang, Tasya akan pesan taksi online saja untuk mempersingkat waktu.
"Tasya, kau mau ke mana?" tanya seorang wanita paruh baya. Dia tinggal di sebelah rumah.
Waktu Tasya ingin minta tolong saat rentenir itu mengacak-acak rumahnya, tidak ada satu pun tetangga yang mau.
"Suamimu belum juga pulang? Ke mana dia?” lanjut si tetangga. “Aduh, masa baru menikah sudah kabur saja.” Ia tertawa kecil. “Jangan-jangan kau sudah tidak perawan lagi, makanya suamimu kabur."
Deg!
"Tutup mulutmu!" bentak Tasya. Ia tidak terima, teringat apa yang ia telah ia lakukan kemarin utnuk bertahan hidup. "Kau tahu apa, hah?"
"Ya, ampun, Tasya. Ibuku kan cuma tanya." Wanita seumuran Tasya muncul. “Tidak perlu marah. Kecuali kalo memang benar~”
Ah, anak dan ibu ini memang senang sekali bergosip.
"Ibumu sangat sibuk mengurus hidup orang lain. Saat aku minta tolong, kalian satu pun tidak ada yang keluar."
Si ibu mendengus. "Siapa yang mau berurusan dengan rentenir itu? Kami juga memikirkan nyawa sendiri."
Padahal bisa saja wanita ini menelepon polisi atau memanggil siapa saja untuk membantunya. Tasya lelah, lebih baik ia diam saja.
Saat taksi online sudah tiba di depan gang rumahnya, ia segera pergi tanpa pamitan.
"Aduh, tidak sopan sekali! Main pergi saja.”
Tasya mengabaikan komentar si ibu paruh baya itu.
Ada yang lebih penting yang harus ia urus.
Selama 45 menit perjalanan, Tasya tiba di perusahaan Urban Haven Corp. Ia meminta izin satpam menemui bagian adminstrasi perusahaan ini.
Untungnya satpam ini baik. Tasya diantar menuju bagian depan agar bisa mengutarakan niatnya melamar pekerjaan.
"Sayang sekali, Mbak. Sudah ada yang isi. Baru seminggu yang lalu karyawannya masuk," ucap wanita bagian recepsionist dengan lemah lembut.
"Aku terlambat." Tasya memandang luas perusahaan ini. Kalau bukan karena kemelut hidupnya, pasti pekerjaan ini bisa ia dapatkan. Perusahaan ini besar. Sudah pasti gaji yang didapat pun begitu mahal. "Apa boleh surat lamarannya ditinggal dulu? Siapa tahu ada lowongan lagi."
Wanita ini mengangguk. "Baiklah ... kalau ada lowongan lagi, kami langsung beritahu."
"Terima kasih." Tasya melangkah gontai. Kesempatan itu terlewat begitu saja.
"Tuan CEO datang. Siap menyambut!"
Tasya kaget karena suara itu. Ia menoleh ke belakang di mana karyawan, termasuk resepsionis berbaris rapi. Tasya pun bergegas keluar, bertepatan dengan mobil hitam yang baru saja berhenti.
Sejenak Tasya memerhatikan kendaraan mewah itu. Seorang pria bersetelan jas bergegas membukakan pintu, lalu mempersilakan penumpang di dalam untuk turun.
"Selamat datang, Tuan."
Pria di dalam mobil, keluar. Pandangan Tasya lekat ke arah lelaki yang memakai kacamata hitam serta setelan jas mahal. Lelaki ini terlihat familiar.
"Bukankah dia pria itu?" Tasya ingat sekarang. “Rangga Saputra?”
Teriakan Tasya membuat semua yang ada di meja itu kaget. Tasya melangkah mendekati kerumunan dan langsung menarik rambut Juna, ia bahkan memberi pukulan pada pria tidak tahu diuntung itu. "Aku membayar hutangmu dengan mempertaruhkan harga diri, dan kau di sini seenaknya menghabiskan uang. Berjudi dan bermain wanita. Kau pikir dirimu siapa, hah?!" teriak Tasya, yang berhasil membuat rekan Juna menyingkir dari meja. "Lepaskan aku!" Juna menepis tangan Tasya. "Memangnya aku memaksamu? Kau sendiri yang berniat membayarnya. Kau juga istriku. Sudah sewajarnya kau itu bertanggung jawab atas apa yang kulakukan. Memangnya kau saja yang ingin bersenang-senang? Aku juga, Tasya." Plak ! Entah berapa kali Tasya melayangkan tangannya hari ini. Sakit hati tidak bisa sembuh dengan hanya satu tamparan atau pukulan. Perihnya begitu nyata. Juna berhasil mengiris-iris sanubarinya. Cinta kini telah berganti dengan luka. "Puas? Pergi dari sini. Kita sudah tidak punya hubungan apa-apa lagi. Kita sudah
Ketika tiba di kediaman, Rangga sudah menunggu serta menyerahkan sebuah dokumen dalam map biru. Tasya membuka dan membaca kata per kata isi dari surat tersebut. Ya, yang berada di tangan Tasya saat ini adalah surat perceraian yang sudah ditandatangani oleh Juna. Yang dikatakan oleh Mira, kekasih gelap pria itu, benar adanya.“Tinggal kau saja yang belum tanda tangan,” ucap Rangga.“Apa ini semua ulahmu? Kau bukan hanya memaksa, tetapi juga ikut campur dalam urusan rumah tanggaku.”“Harusnya kau berterima kasih, Tasya. Aku menyelamatkanmu dari pria berengsek itu.”“Kau menyelamatkanku? Kalau kau tidak hadir dalam hidupku, pernikahan ini tidak akan hancur!” Tasya meninggikan suaranya.“Ternyata kau sangat mencintai pria itu. Sampai kau lupa apa yang telah dia lakukan. Bukan aku yang membuatmu bercerai, tetapi mantan suamimu itu yang datang padaku. Dia meminjam uang dengan jaminan dirimu.”“Bohong!” Mata Tasya melotot. “Setelah apa yang terjadi, apa aku harus percaya padamu? Kau itu pria
"Katakan sekali lagi." Tasya memang mendengar apa yang diucapkan oleh Mira, tapi ia ingin memastikan lagi apakah telinganya ini benar-benar menangkap perkataan yang wanita itu lontarkan. "Aku, kekasih Juna. Kau tidak lihat kunci rumah ini ada padaku?" Tasya berjalan mendekat. Mengangkat tangan, lalu menampar pipi Mira. "Kau sungguh tidak tahu malu. Ini rumahku dan Juna adalah suamiku, tapi kau berani mengaku sebagai kekasihnya.""Memang itu faktanya. Biar kuberitahu padamu jika aku dan Juna pernah bercinta di rumah ini." Mira tersenyum penuh arti. "Kau bilang apa?!" Tasya menarik rambut Mira. Wanita itu berteriak. "Lepaskan tanganmu!""Kau bercinta dengan suamiku. Berani sekali kau. Perebut sepertimu memang harus diberi pelajaran." Tasya menyeret Mira keluar. Karena teriakan wanita itu, tetangga sekitar keluar dari kediaman masing-masing. Bukannya melerai, tetapi mereka malah merekam aksi pertengkaran itu. "Kau itu tidak dicintai oleh Juna. Hanya aku, wanita yang paling dia cinta
Bagaimana cara memberitahu pria ini? Tasya sudah memikirkan banyak cara yang pasti berakhir pada satu titik di mana ia harus menerima semua pemberian dari Rangga. "Apa aku boleh bolos bekerja?" tanya Tasya. Saat ini, keduanya tengah berada di ruang makan. Menyantap makanan pagi bersama-sama."Memangnya kau mau ke mana? Kau juga tidak punya pekerjaan di rumah ini?" Lebih baik ke kantor yang sudah jelas ada pekerjaan."Aku ingin izin sehari saja." "Kuizinkan. Mulai besok, kau boleh kembali ke perusahaan sebagai sekretaris pribadi." "Aku tidak sekolah setinggi itu sampai bisa menjadi sekretarismu. Apa kata yang lain nanti?" "Kenapa kau memikirkan orang lain? Yang gaji kau itu adalah aku." "Kalau kau belum pernah merasakan hidup seperti diriku, lebih baik diam saja." "Kau cukup membuatkanku kopi, bersih ruangan, mengantar dokumen, menemaniku ketika aku butuh, termasuk aktivitas ranjang." Rangga tertawa. Pria berengsek! Dua kata itu hanya bisa Tasya lontarkan dalam hati saja. Tapi,
Juna melakukan ini karena terpaksa. Jika ada penagih, maka hidup Tasya juga bahaya. Jadi, ia memutuskan untuk meminta bantuan kepada Rangga Saputra. Yang terpenting adalah mendapatkan uang. Sisanya akan diurus belakangan.Sesuai dengan permintaan Juna, maka Doni membawa temannya ini menemui Rangga Saputra di kediaman. Rumah yang besar sekali sampai Juna begitu menggaguminya. Ia berkhayal jadi orang kaya dengan harta yang tidak pernah habis.Setelah tiba di sini, Juna memikirkan istrinya. Di mana Tasya? Apa dia sudah tidur? Bersama siapa? Juna penasaran apakah istrinya itu melayani Rangga? Membayangkannya membuat perasaan Juna tidak karuan.“Don, istriku di mana?” tanya Juna.“Kau tidak berhak bertanya di mana keberadaan istrimu karena dia bukan lagi milikmu.”“Tetap saja dia istriku.”“Fokus dengan tujuanmu datang ke mari.”Sekitar 10 menit, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya, muncul juga. Rangga keluar dari sebuah kamar dengan memakai kimono satinnya. Terlihat rambut pria ini basah
"Apa kau mendengar sesuatu di dalam kamar mandi sana?" tanya pelayan pada rekannya. Temannya ini berdeham. Suara helaan napas dan teriakan terdengar dari dalam kamar mandi. Rangga dan Tasya ada di sana. Sudah pasti keduanya tengah melakukan hal-hal nikmat. "Cepat bersihkan kamar ini. Bisa jadi Tuan akan membawa wanita itu ke tempat tidur." "Pikiranmu sama sepertiku." Bergegas keduanya membereskan kamar ini termasuk mengganti seprainya secepat mungkin. Setelah itu, mereka keluar. Di dalam kamar mandi, Tasya tertunduk-tunduk karena ulah Rangga. Pria ini menarik rambutnya, mencengkeram leher dengan napas yang menderu."Kau tahu alasan kenapa aku tertarik padamu? Itu karena kau selalu berpura-pura berakting polos. Kau itu munafik. Tadinya kau menolak, tapi lihatlah dirimu sekarang. Lihat di cermin itu, kau menikmatinya." "Lakukan sepuasmu," ucap Tasya. "Dengan senang hati, Sayang. Setelah mandi bersama, kita lanjutkan di tempat tidur." Air dingin membasahi seluruh tubuh Tasya dan