Share

Part 2, Terjebak Alamat Palsu

Pesan singkat dari Glen masuk satu jam setelah Jane selesai makan siang. Keningnya berkerut ketika membaca alamat yang tertera di layar ponselnya.

"Mrs. Diodra, International Hotel, Room 414, pukul 18 sore? Tidak biasanya klien minta ketemu di kamar hotel," pikir Jane dalam hati. "Ah, mungkin klien tidak punya cukup waktu untuk membuat janji temu di tempat lain," kilah Jane kemudian. 

Ia berusaha untuk membangun pikiran positif karena berharap banyak dengan proyek ini.

Pukul 18 kurang sepuluh menit Jane sudah sampai di depan kamar hotel kliennya. Jane mengetuk pintu itu dengan perlahan. 

Beberapa saat kemudian Jane mendengar langkah kaki mendekati pintu.

Cklek! Pintu itu terbuka.

Jane menunggu pintu itu terbuka lebih lebar, tapi penghuni kamar itu tidak membukanya lebih lebar.

Jane akhirnya berinisiatif melangkahkan kakinya ke dalam kamar terlebih dahuku. Kemudian berkata, "Selamat malam Mrs. Diodra. Saya Jane, rekan Tn. Glen."

[Hening, tidak terdengar respon sama sekali]

Jane melangkah lagi, lebih jauh ke dalam kamar mendekati ranjang.

"Mrs. Diodra?" panggil Jane lagi.

Tiba-tiba dari arah belakang muncul tangan kekar yang berusaha membekap mulut Jane. Jane bergerak refleks menghindar, dengan cepat memutar tubuhnya. Memposisikan dirinya berhadapan dengan sosok yang baru saja menyerangnya.

"Bobby Parker?" Seru Jane terkejut ketika mengenali identitas pria di depannya. Dia tidak menyangka sama sekali jika akan bertemu dengan pria yang telah mengejarnya selama 2 tahun terakhir itu.

Bobby Parker sebenarnya pemuda berparas tampan. Tubuhnya atletis, bola matanya biru. Pria berdarah campuran itu memang memiliki pesona yang sangat menggoda. Ditambah lagi dengan status putra pengusaha terkenal membuat Bobby selalu menjadi incaran wanita-wanita cantik yang tergiur dengan harta kekayaannya. 

Tahu betul dengan pesona dirinya itu, Bobby tumbuh menjadi pemuda yang selalu berpindah dari satu wanita ke wanita lainnya. Sejak remaja, dia selalu berhasil menakhlukkan wanita yang ia inginkan.

Sampai ia bertemu dengan Jane saat pindah ke Hellion University. Pesona gadis itu langsung menarik perhatiannya. Tapi Jane ternyata berbeda dengan wanita kebanyakan yang ia kenal. 

Jane terlihat angkuh dan sulit untuk disentuh. Padahal latar belakang Jane tidaklah istimewa. Dia berasal dari keluarga yang sangat sederhana. Beasiswalah yang membuat Jane berhasil memasuki universtas bergengsi itu.

Jane selalu tersenyum ramah kepada siapa saja, namun jika didekati secara personal ia akan langsung menarik diri. Sosoknya berubah menjadi gunung es yang sulit untuk didekati.

Namun, Bobby Parker tidak mau menyerah begitu saja. Justru ia merasa semakin tertantang untuk menakhlukkan Jane. Baginya, penolakan Jane telah menodai reputasinya sebagai pria yang paling diinginkan selama ini.

Dia beruntung, mengenal Cherry, teman sekelas Jane. Bobby paham sekali wanita seperti apa Cherry Calistya. Dia adalah serigala berbulu domba. 

Bobby adalah satu-satunya saksi mata yang mengetahui trik licik yang Cherry lakukan pada Jane 3 tahun yang lalu. Hal itu tentu saja Bobby manfaatkan untuk bersenang-senang dengan Cherry. Berkat rahasia yang ia pegang, ia bebas menikmati tubuh Cherry kapan saja ia mau.

Sebenarnya Bobby kasihan melihat Jane. Tetapi penolakan Jane membuat harga dirinya terluka. Hal itu merubah rasa kasihannya menjadi benci. Sekarang keinginannya hanya satu, memiliki Jane seutuhnya.

"Halo, Sayang," sapa Bobby dengan senyuman licik.

"Kau! Mengapa kau ada di sini? Mana Mrs. Diodra?" tanya Jane heran. Dia masih belum memahami situasi.

"Diodra? Siapa dia? Ini kamarku. Bukankah kamu datang untuk bersenang-senang denganku?" Seringai Bobby. Dia melangkah mendekati Jane yang terpojok di sisi ranjang.

Saat itu Jane mengenakan kemeja formal dengan rok selutut berwarna maroon. Bajunya sederhana, dan sopan. Tidak ketat sama sekali, justru kemejanya berukuran lebih besar dari seharusnya. 

Tapi, di mata Bobby semua itu justru membuat Jane terlihat lebih seksi. Dadanya terlihat penuh dan menantang di balik kemeja longgarnya. Pinggang Jane yang ramping dan bokongnya yang menonjol seksi membuat Bobby sulit untuk menahan diri. Ia ingin memeluk pinggang itu, merengkuhnya erat sehingga 'dua bola' yang menggiurkan itu menyentuh dadanya.

Kulit putih mulus Jane pun terlihat begitu kontras dengan rok warna maroon yang ia pakai. Bobby yakin, bagian dalam Jane pasti tidak kalah mulusnya. 

Hal itu membuat Bobby semakin sulit untuk mengendalikan dirinya.

"Menemuimu? Cuih! Jangan bermimpi! Aku tidak pernah berminat untuk menjadi mainanmu," sanggah Jane meradang. Bola matanya memancarkan amarah yang sangat besar.

Bobby tertawa mendengar jawaban Jane.

"Jangan membuat lelucon, Jane sayang. Sudahlah, daripada berdebat mengapa kita tidak gunakan waktu berharga ini untuk bersenang-senang. Aku bisa pastikan, kau pasti akan ketagihan setelah ini," ujar Bobby dengan percaya diri. 

Dengan satu gerakan dia berhasil mendorong tubuh Jane. Jane kaget, tidak siap dengan gerakan Bobby yang begitu tiba-tiba. Tubuhnya kehilangan keseimbangan, dan terjatuh ke ranjang dengan posisi telentang. Kedua kakinya terbuka, membuat Bobby bisa melihat paha putih mulus yang tersembunyi di baliknya.

Melihat itu Bobby semakin bernafsu. Dia melompat, kemudian menindih tubuh Jane dengan cepat. Tangannya mencengkram tangan Jane dengan kuat. 

Jane berontak, tapi tenaga Bobby lebih kuat. Bobby berhasil mendaratkan bibirnya di bibir Jane.

"Shiit! Kau membuatku gila, Jane," desisnya sambil berusaha mengulum bibir Jane. 

Jane menghindar dengan memiringkan kepalanya. Namun hal itu justru membuat ciuman Bobby berpindah ke leher Jane.

"Lepaskan aku!" perintah Jane dengan suara keras. Tapi pria itu bergeming, justru memperkuat cengkramannya pada pergelangan tangan Jane. 

.

"Berteriaklah sekuatmu, Jane. Jangan berpikir kau bisa pergi dari sini sebelum melayaniku," kata pria itu kemudian. Tatapannya menghujam penuh nafsu, sementara tangannya mulai bergerilya di atas tubuh Jane.

.

"Bajingan! Sudah bosan hidup kau rupanya. Jangan salahkan aku jika 'pentungan'mu itu tidak bisa berfungsi lagi besok pagi," balas Jane tidak kalah sengit. Hitungan detik kemudian, pria itu mengeluarkan jerit yang memilukan. 

.

Tubuhnya menggelepar, berguling-guling di lantai. Kedua tangannya memegangi selangkangannya.

"Ahh! Sial! Dasar perempuan jalang!" Makinya berapi-api.

Jane berhasil mendaratkan kakinya pada organ vital pria itu. Tidak tanggung-tanggung, dua kali tendangan sekaligus.

.

"Kau berurusan dengan wanita yang salah, Bung!" ledek Jane. Jane merapikan pakaiannya, kemudian melangkah pergi.

***

Dia mempercepat langkahnya, agar bisa segera menjauh dari hotel itu. Dengan gusar ia mengeluarkan ponsel dari kantongnya. Kemudian mencari seseorang di daftar kontak.

.

"Keterlaluan! Kamu sengaja mengerjaiku?" Maki Jane begitu diseberang terdengar jawaban.

Glen menjawab gugup, dia tidak siap mendengar amarah Jane.

.

"Apa maksud kamu, Jane? Aku tidak mengerti. Coba jelaskan pelan-pelan," pintanya kemudian.

.

"Jangan belagak bego, ya. Apa maksud kamu mengirim aku ke kamar hotel Bobby Parker?" Sembur Jane kemudian. Dia benar-benar marah dan kecewa dengan sahabatnya itu.

.

"Bobby Parker? Hotel? Apa maksud kamu?" Glen balik bertanya. Ingatannya mencoba menganalisis apa yang terjadi.

Bagaimana Jane bisa tau nama klien mereka Mrs. Diodra sementara Glen sendiri belum mengirimkan informasi apapun kepada Jane. Terlebih lagi Mrs. Diodra juga belum menghubungi lagi untuk menginformasikan tempat pertemuan mereka. Glen sungguh merasa heran.

.

Beberapa saat kemudian ia tersadar, dan langsung memaki dalam hati. Sial! Ini pasti ulah Cherry!

Perempuan itu pasti mengirimkan alamat palsu kepada Jane. 

"Tenang dulu, Jane. Pasti ada salah paham di sini. Beri aku kesempatan untuk menjelaskan," ujar Glen berusan menenangkan Jane.

Jane masih ingin meluapkan emosinya kepada Glen. Namun mengingat kebaikan Glen selama ini, ia mengurungkan niatnya.

Lagian dirinya juga tidak teliti. Seharusnya Jane tidak langsung ke kamar hotel itu tadi, tapi memastikan dulu identitas kliennya melalui resepsionis. Jika saja ia lakukan, pasti hal buruk tadi tidak terjadi. Jane berjanji di dalam hati, akan menjadikan pengalaman hari ini sebagai pelajaran berharga dalam hidupnya.

"Sudahlah! Aku lagi tidak mood untuk mendengar penjelasanmu. Sekarang ada yang lebih penting. Kirimkan aku alamat pasti Mrs. Diodra yang kamu tahu," ujar Jane kemudian.

Glen menyambut antusias kata-kata yang Jane ucapkan. Dia segera menghubungi Mrs. Diodra untuk menanyakan tempat pertemuan mereka, kemudian secepat kilat ia kirimkan kepada Jane. 

Selang beberapa detik, Jane menerima alamat dari Glen. Setelah membacanya, Jane bersyukur karena tempat janji temu mereka masih di sekitar International Hotel juga. Demi menghemat waktu, Jane segera mencari taxi.

Jane merasa lega, karena sebuah taxi berhenti tepat di depan Jane. Seorang pria bertubuh tinggi terlihat turun dari taxi itu.

Setelah memastikan penumpang itu turun, Jane langsung masuk ke dalam taxi sambil menyebutkan tujuannya. Namun sebuah suara maskulin tiba-tiba menyebut namanya. 

"Jane? Jane Ariesta, benar itu kamu, kan?"

Jane refleks menoleh mendengar namanya disebut. Di depannya, berjarak hanya beberapa senti, dia mendapati manik biru yang menatapnya dalam. Ada riak kegembiraan terpancar di sana.

Beberapa detik manik mereka bertemu. Jane berusaha membongkar memori di kepalanya untuk mengenali pemilik mata indah itu. Saat tersadar ia terkesiap karena merasa tidak percaya. Sebuah nama meluncur dari mulutnya.

"Mr. Aaron Caldwell?"

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Kikiw
siape nii?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status