Share

4. Pertemuan

Hingga tak lama sekretaris tersebut tumbang, lawannya pun segera melumpuhkannya dengan menyuntikkan sesuatu pada tubuh lawannya. Lidia yang sangat kaget itu pun hanya bisa membelalakkan mata dan tanpa sadar berdiri sambil menutup mulutnya.

Lidia terus menatap kejadian di depannya dengan raut tak percaya, tubuhnya kaku. Ia tak pernah melihat pembunuhan secara langsung tepat di depan matanya. Setelah perbuatannya selesai, pembunuh tersebut menekan earpeace yang terpasang di telinganya.

“Tugas selesai. Ruang rapat nomor 199,” ucap pria tersebut kepada orang di sebrang sana. Setelah itu ia menekan kembali earpiece yang dipakainya untuk memutuskan sambungan.

Setelah beberapa saat, pembunuh tersebut pun kaget, menyadari bahwa di ruangan tesebut ternyata masih ada orang selain dirinya. Dengan refleks, ia menarik tangan Lidia untuk segera keluar dari ruangan tersebut menuju sebuah kamar yang sepertinya telah disiapkan oleh pembunuh tersebut untuk menyembunyikan diri.

Mereka masuk ke sebuah kamar bernomor 201, tepat di ujung koridor yang berlawanan dengan aula khusus rapat yang di sewakan oleh hotel ini. Tepat setelah mereka masuk ke dalam kamar, terdengar suara sirine mobil kepolisian yang datang ke hotel ini.

“Sebenarnya ada apa ini?” batin Lidia dengan perasaan takut yang sangat amat, karena pembunuh membawa dirinya yang masih syok ini.

Seakan kemampuan bela diri Lidia luntur seketika, ia benar-benar tidak bisa berbuat apa-apa karena masih syok atas pembunuhan yang terjadi tepat di depan matanya tadi. Meskipun terlihat sangat halus dan tidak menampakkan sedikitpun darah, kengerian yang dilakukan pembunuh tadi tetap menempel di pikirannya.

Lidia segera melepaskan genggamannya setelah kekuatannya sedikit kembali terkumpul. Dilihatnya pria tersebut langsung mengunci pintu kamar dan memasukkan kunci tersebut ke dalam saku celananya. Pria tersebut membalikkan badan menghadap ke arah Lidia yang tampak masih menunduk ketakutan. Ia pun mencoba berjalan mendekati Lidia secara perlahan.

Setelah berjalan beberapa langkah, pria tersebut menyadari sesuatu. Ia memperhatikan wajah Lidia sambil mengernyitkan dahinya dalam-dalam. Sepertinya ia mengenali wanita dihadapannya ini. Ia pun mempercepat langkahnya menuju Lidia, sedangkan Lidia kini makin gemetar ketakutan sambil terus menunduk. Lidia sangat takut, pembunuh tersebut berada sekamar dengannya saat ini. Bahkan dengan pintu yang terkunci. Membayangkan pembunuhan tadi hanya membuat perasaannya semakin kalut, ia sama sekali tidak bisa berpikir jernih.

“Tolong kepaskan aku!! Apa salahku?” teriak Lidia dengan nada bergetar saat pembunuh tersebut berada tepat di hadapannya.

Namun, tiba-tiba saja pembunuh tersebut memeluk tubuh gemetar Lidia dengan lembut, ia mengelus punggung Lidia untuk menenangkan dirinya. Akan tetapi, hal tersebut  malah membuat Lidia semakin bergidik. Hingga, pria tersebut akhirnya mengeluarkan kalimat dari mulutnya.

“Bahkan saat ini pun, kau masih tidak bisa mengingatku?” tanya pria tersebut lembut dengan nada berat miliknya.

“Siapa kau?” tanya Lidia yang kini mulai menangis ketakutan.

Pria tersebut melepas pelukannya, ia menatap wajah Lidia yang saat ini sedang menangis.

“Aku, teman SMA-mu. Sapu tangan hitam dan juga minuman herbal waktu itu,” jelas pria tersebut yang ternyata adalah Ken.

“Ken?...” ucap Lidia lirih sambil memandang wajah pria di hadapannya ini.

Ken menganggukkan kepalanya, lalu tersenyum menghadap Lidia yang tengah terbelalak kaget melihatnya.

“Bagaimana kabarmu?” tanya Ken sambil membopoh tubuh Lidia yang masih lemas tersebut menuju ke sofa empuk di sebelah jendela balkon kamar sana.

           “Sangat tidak baik! Bagaimana aku bisa baik-baik saja setelah melihat kejadian seperti tadi?” jawab Lidia dengan nada tak santai nya setelah duduk di sofa tersebut.

“Tenang saja, kau tidak perlu takut. Ini semua bukan seperti yang kau pikirkan,” ujar Ken terkekeh melihat ekspesi Lidia yang seperti itu. Ini benar-benar pertama kalinya ia melihat Lidia menunjukka ekspesi yang semacam ini.

“Selama ini kau menghilang hanya untuk menjadi penjahat seperti ini? Sia-sia sekali aku selalu mengkhawatikanmu,” ungkap Lidia dengan nada tak percayanya. Suasana pun sudah semakin mencair sejak beberapa waktu terakhir.

“Hahaha... Kau mengkhawatikanku?” tanya Ken dengan senyum jahil serta salah satu alisnya yang terangkat.

“Manusia yang tiba-tiba saja menghilang begitu saja, tanpa ada seorangpun yang tahu. Bagaimana bisa aku tidak khawatir? Kukira kau diculik atau semacamnya? Tapi ada yang lebih aneh lagi, tidak ada seorang pun yang ikut khawatir ada orang yang tiba-tiba hilang, mereka seperti tidak peduli. Bahkan teman-teman sekelasmu tidak mengetahui namamu, dan dirimu,” ungkap Lidia.

Ken hanya terkekeh mendengar penjelasan Lidia yang terdengar sangat menggebu-gebu itu. Lidia yang dilihatnya kini, dengan semua ekspresi baru yang ia tampakkan, membuat hatinya menghangat dan juga senang. Sudah lama sekali, sejak senyuman terakhirnya dahulu saat masih duduk di bangku sekolah.

“Sebenarnya sejak saat terakhir itu aku juga beberapa kali terpikirkan tentangmu.”

Lidi menyipitkan matanya, Ken mengatakan hal tersebut dengan nada yang sangat tidak meyakinkan. Ia merasa bahwa Ken akan mempermainkannya.

“Bagaimana tidak? Melihat seorang manusia yang tiba-tiba berjalan sendirian di koridor sekolah, dengan banyak luka dan darah yang mengalir dari hidungnya itu. Sangat mengkhawatirkan,” ucap Ken lebih lanjut yang diakhiri dengan tawa kecil yang terdengar sangat manis.

Lidia hanya menatap Ken melalui ujung matanya dengan tajam. Ternyata Ken masih mengingat dengan dirinya yang dulu sangat mengenaskan seperti itu. Entah mengapa, ada kelegaan di hati Lidia, bisa menemui satu-satunya teman yang mempedulikan keadaannya di saat dirinya tak memiliki seorangpun, hanya untuk sapu tangan penyumbat mimisan selain Ken.

“Sepertinya aku bisa mempercayaimu,” ujar Ken tiba-tiba.

“Apa?” celetuk Lidia dengan nada bingungnya.

“Aku, bagaimana aku bisa tiba-tiba menghilang seperti itu. Apa kau tidak penasaran?”

Lidia mengangkat kedua alisnya untuk memastikan, apakah Ken kini serius dengan ucapannya atau tidak. Namun, ia tidak menemukan keraguan di raut wajah Ken. Akhirnya, Lidia pun menganggukkan kepalanya, sebagai tanda ia mau mendengar alasan mengapa pria dihadapannya ini tiba-tiba menghilang sekitar lima tahun yang lalu.

Setelah menjelaskan dengan panjang lebar, Lidia pun mengetahui bahwa sebenarnya kini Ken ternyata merupakan anggota dari sebuah kelompok khusus rahasia milik kepolisian, yang bertugas unutk melumpuhkan orang-oang yang menjadi ajudan dan bodyguard para penjahat, untuk menghilangkan penghalang besar dalam penangkapan. Serta mengatasi semua kemungkinan-kemungkinan yang akan menjadi penghalang dalam suatu operasi tangkap tangan, dan meminimalisir kegagalan.

Itulah juga yang menyebabkan Ken tiba-tiba menghilang tanpa satupun jejak lima tahun yang lalu. Ia benar-benar telah dilatih dan dipersiapkan masuk ke kelompok ini sedari dulu, karena potensi bela diri dan kecerdasannya jauh di atas rata-rata. Kelompok ini pun bersifat rahasia, identitas para anggota kelompoknya juga harus di sembunyikan. Serta semua anggota tidak bisa berkeliaran sembarangan saat masih dalam masa tugas.

“Jika rahasia, mengapa kau menceitakan semua ini padaku?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status