Kematian orangtuanya yang mendadak, membuat Lidia mau tidak mau melepaskan kehidupan masa mudanya untuk menjalankan tugas dan wasiat dari almarhum kedua orangtuanya. Dilatih untuk menjadi CEO dan mengurus bisnis keluarga selama kurang lebih delapan tahun. Kehilangan masa muda dan dituntut untuk menjadi dewasa jauh sebelum waktunya. Di umur yg tergolong masih muda, Lidia terus mengalami cobaan. Tanpa memiliki seorangpun teman sedari dulu, ia terbiasa mengatasi semua masalahnya dengan sangat baik. Hingga suatu saat, ia bertemu dengan satu-satunya orang yang peduli dan bersimpati kepadanya. Seorang laki-laki misterius bernama Ken, yang tiba-tiba muncul dan menghilang bak ditelan bumi dalam sekejap. Dan dalam sekejap itu, tanpa disadari keduanya sama-sama telah jatuh hati. Mereka juga terus-menerus bertemu secara tidak sengaja, namun juga harus segera dipisahkan oleh keadaan. Apakah pada akhirnya mereka bisa bersatu? Atau terus terjebak dalam keadaan yang rumit selamanya?
Lihat lebih banyakLidia, sedari kecil yang hidupnya selalu dikelilingi banyak harta dan juga orang-orang yang ia sayangi, tiba-tiba saja kehilangan sebagian hidupnya dan dipaksa untuk bertahan sendirian. Saat baru saja masuk ke jenjang SMA, ia kehilangan kedua orangtuanya karena kecelakaan yang mereka alami saat pergi ke luar negeri untuk perjalanan bisnis. Lidia remaja yang mau tidak mau harus menjalani kejamnya kehidupan itu berusaha dengan begitu keras, ia juga harus kehilangan masa remaja dan masa mudanya untuk mewujudkan perintah dan wasiat-wasiat dari orangtuanya sebelum mereka meninggal.
Orangtua Lidia sadar, bahwa pekerjaan mereka yang sering kali keluar negeri dan juga memiliki banyak pesaing bisnis, bisa saja beresiko tinggi bagi nyawa mereka di saat yang sama sekali tidak terduga. Akhirnya, mereka memutuskan untuk mengurus semua surat-surat wasiat dan juga semua yang harus ditanggung oleh Lidia jika saja orangtua Lidia tiba-tiba telah tiada.
Di saat hari di mana Lidia kehilangan orangtuanya pun, orang utusan kepercayaan ayahnya langsung menjelaskan atas semua yang telah disiapkan oangtuanya untuknya. Semua terasa terlalu terburu-buru. Belum hilang rasa berdukanya, namun ia harus dihadapkan dengan semua kenyataan yang akan terasa lebih sulit yang tak pernah terbayangkan olehnya. Ia sama sekali tidak memiliki waktu untuk berduka dan waktu untuk pulih dari semua luka. Tidak sempat menangis tersedu sambil menatap jenazah kedua orangtuanya, tidak ada perpisahan terakhir, maupun bunga mawar untuk makam kedua orangtuanya.
Penjelasan panjang lebar tentang perintah orangtuanya, serta wasiat-wasiat yang ia terima melalui orang kepercayaan ayahnya dapat diterima akal sehat Lidia. Namun, sebenarnya hatinya sangat berat dan juga masih tidak bisa menerima. Apa daya, ia tidak memiliki waktu untuk memikirkan apa yang harusnya bisa dia lakukan sebagai seorang anak yang tengah berduka saat ini, ia hanya memiliki waktu untuk menganggukkan kepala serta menyetujui semuanya saja. Setidaknya, hanya itulah yang bisa ia lakukan untuk almarhum kedua orangtuanya untuk membalas semua kasih sayang telah ia terima selama ini.
Dengan sangat berat hati dan juga hati yang masih teriris-iris, Lidia mulai memahami semuanya dengan perlahan dan melaksanakan semua hal yang orangtuanya telah tinggalkan kepadanya satu persatu. Ia yang baru saja masuk ke sebuah SMA ternama di kotanya, harus pindah ke SMA biasa yang terletak di desa kecil dan pindah rumah ke daerah sana. Ini merupakan perintah pertama yang diberikan padanya. Ia harus meninggalkan segalanya, semua teman dan kemewahan yang selama ini selalu mengelilinginya. Ia harus berusaha sekuat tenaga untuk menerima semuanya, dengan perlahan.
Di desa baru tempat tinggalnya tersebut, ia hidup bersama seorang nenek di sebuah rumah sederhana. Nenek tersebut yang akan selalu mengurus kebutuhan Lidia, dari makan, hingga kebutuhan sehari-hari lainnya.
Lidia juga telah didaftarkan ke sekolah terdekat oleh orang utusan ayahnya, serta telah mengurus semua keperluan sekolahnya. Sehingga, ia bisa masuk ke sekolah kapan saja ia mau.
Di tempat barunya, Lidia pun harus mengikuti pelatihan bela diri oleh guru yang telah dibayar untuknya. Setiap hari ia harus berjalan menuju ke tempat guru tersebut, untuk menjalani pelatihan rutin.
Belum lagi pelajaran tambahan khusus untuk bisa mengelola perusahaan. Ia mempelajari semua dari dasar-dasarnya, sehingga saat kuliah nanti ia tidak akan memakan terlalu banyak waktu dan bisa segera mengurus perusahaan milik keduaorangtuanya.
Satu minggu pertama di desa tersebut, Lidia memutuskan untuk tidak masuk ke sekolahnya terlebih dahulu. Ia menginginkan beberapa waktu luang sebelum benar-benar menjalani kehidupan yang akan sangat padat dan juga menyesakkan nantinya. Ia hanya akan pergi ke pelatihan bela diri dan juga melaksanakan pelajaran tambahan khususnya saja.
Pertemuan petama Lidia untuk pelatihan bela dirinya terbilang kurang lancar, karena ia masih belum bisa beradaptasi dengan semua hal yang berbau tentang kekerasan dan pekerjaan yang berat. Ia sama sekali tak tahu mengenai dasar-dasar bela diri dan seberat apa hanya untuk pemanasannya saja.
Di tempat pelatihannya ini, sebenarnya ada sekitar tiga orang lain yang juga berlatih bela diri dengan guru tersebut. Tapi nampak sekali, bahwa murid-murid tersebut tingkatan beladirinya sudah sangat tinggi. Bahkan ada yang terlihat masih sangat muda, mungkin seumuran dengan Lidia. Namun, kemampuannya sudah sangat luar biasa.
Lidia berjalan pulang dengan rasa letihnya, ia benar-benar merasa kesulitan di saat awal-awal seperti ini. Ia sama sekali tidak yakin apakah dia bisa melewati semuanya sampai akhir nanti atau tidak.
Setelah sampai di rumah dan beristirahat sebentar, Lidia pun langsung melanjutkan kegiatannya untuk belajar dalam pelajaran tambahan yang telah dijelaskan padanya sebelumnya. Ada seorang dosen yang akan mengajarinya secara khusus privat. Banyak sekali yang harus ia pelajari juga dalam hal ini. Ia pun selalu menyelesaikan pelajaran tambahannya hingga larut malam setiap hari.
Satu minggu tidak terasa telah berlalu, Lidia pun harus mulai masuk ke sekolah barunya. Ia tidak begitu bersemangat, namun juga tidak terlalu merasa terbebani. Ia mulai terbiasa dengan semua hal berat baru yang akan ia tanggung.
Semenjak kehilangan kedua orangtuanya, Lidia memang tiba-tiba berubah menjadi anak yang sangat pendiam. Ia benar-benar menjalani semuanya tanpa banyak ekspresi. Bahkan di sekolah barunya, ia selalu diam dan menyendiri sehingga sama sekali tak memiliki seorangpun teman. Orang-orang di sekitarnya pun menjadi tidak nyaman berada di dekatnya, karena ia selalu diam dan tidak banyak menanggapi sekitarnya.
Namun, mungkin karena Lidia memiliki wajah yang sangat cantik dan mempesona, sehingga ia banyak disukai oleh para kaum adam. Tapi, tak ada seorangpun dari mereka yang dapat meluluhkan hati Lidia yang telah membatu sejak lama ini.
Karena Lidia banyak disukai oleh laki-laki di sekolah tersebut, banyak anak perempuan di sekolahnya menjadi sangat tidak suka padanya. Jadi, hingga naik ke kelas dua belaspun, Lidia sama sekali tidak memiliki teman dan bahkan ia banyak mendapat gangguan dari anak-anak perempuan sekolahnya.
Namun, hal tersebut sama sekali tidak mengganggu dirinya karena ia cerdas dan juga pandai bela diri. Sehingga, ia bisa mengatasi semua masalahnya sendiri dengan sangat baik.
Selama hampir dua tahun ini, Lidia menjalani kehidupan sulitnya tersebut dengan terbiasa. Ia terbiasa tidak tidur dan juga tidak memiliki banyak waktu untuk bersntai. Sehingga, ia sering kali tiba-tiba mimisan saat benar-benar merasa kelelahan. Namun, seiring berjalannya waktu, pada akhirnya ia juga terbiasa dengan darah yang sering mengalir dari hidungnya tersebut.
Hingga saat tahun pembelajaran kelas dua belas dimulai, ada seorang anak laki-laki bernama Gio, yang Lidia ingat ia merupakan anak dari kelasnya itu, mengungkapkan bahwa ia menyukai Lidia dan mengajaknya berkencan. Namun, dengan tegas Lidia menolaknya dan mengatakan bahwa ia sama sekali tidak menyukai anak tersebut.
Gio yang bisa dikatakan anak paling populer dan tampan di sekolah itupun tidak terima dengan penolakan Lidia, sehingga ia terus mengganggunya. Bahkan beberapa kali berusaha untuk melakukan kekerasan fisik, namun dengan mudah Lidia mengatasinya karena ia sudah bisa melakukan bela diri.
Hingga suatu pagi di jam olahraga, tiba-tiba guru bela diri Lidia yaitu Guru Kevin, datang dan mengatakan bahwa ia adalah guru pengganti yang akan mengajar kelas mereka. Lidia menatap gurunya tersebut dengan tatapan biasa, karena memang Guru bela dirinya tersebut pernah mengatakan bahwa ia akan mengajar olahraga di sekolahnya, saat di tempat pelatihan beberapa hari yang lalu.
Gio sedari awal jam olahraga yang dilakukan di lapangan sekolah ini dimulai terus menatap Lidia dengan seringai di wajahnya. Karena, hari ini apapun yang terjadi, Gio akan mencelakai Lidia bagaimanapun caranya.
Dan benar saja, saat kelas mereka memainkan permainan bola tangkap, Gio berhasil menjegal kaki Lidia hingga jatuh tersungkur. Karena lari Lidia tadi cukup kencang, dan kakinya terlebih dahulu mendarat di atas tanah, lututnya pun terluka cukup parah. Ditambah lagi, siku dan telapak tangannya sedikit tergores hingga mengeluarkan darah, namun tidak sebanyak darah di lututnya.
Tapi, ia berusaha mengabaikannya untuk sekarang ini. Ia harus pergi ke toilet secepatnya terlebih dahulu. Dengan berjalan cepat dan mata yang was-was serta penuh waspada seperti itu, akhirnya Lidia sampai di toilet. Tempat yang sangat ingin ia tuju sedari tadi.Tidak memakan waktu yang lama, Lidia telah selesai dengan urusannya di toilet. Setelah mencuci tangannya di wastafel, perasaannya saat ini perlahan sudah mulai tenang. Mungkin yang ia rasakan tadi hanya perasaan negatifnya saja.Setelah mengeringkan tangannya menggunakan hand dryer yang terpasang di dinding dekat kaca wastafel itu, Lidia berjalan keluar untuk segera pergi mencari makan. Perutnya sudah benar-benar keroncongan saat ini. Hari sudah semakin siang, dan perut Lidia masih belum terisi apapun sedari pagi.Saat baru saja keluar dari pintu toilet, tiba-tiba saja Lidia melihat ada beberapa orang yang berjalan menuju ke arahnya melalui ujung matanya. Meskipun tidak melihatnya dengan jelas ka
Setelah dipikir-pikir lagi, Lidia sebenarnya resah. Selain karena merasa ada sesuatu yang tidak beres pada dirinya saat ini, ia juga bingung bagaimana cara agar ketakutannya bisa segera menghilang. Karena perasaannya ini sangat terasa tidak biasa serta tidak masuk akal sama sekali. Dan penjahat itu bisa mendatanginya lagi kapan saja.Lidia tiba di kantornya tanpa memakan banyak waktu. Sepertinya ia akan lebih sering naik bus nanti. Selain karena cepat, di dalam bus ini juga ramai. Halte pun hanya berjarak beberapa langkah saja dari gedung apartemennya dan juga kantor. Ia merasa lebih nyaman seperti ini.“Selamat pagi, Kira!”Lidia berjalan masuk ke dalam ruangannya sambil menyapa Kira yang memang selalu telah berada di sana sebelum dirinya. Karena terus-menerus berusaha menyembunyikan wajah, Lidia selalu memandang ke arah lain, agar Kira tidak menyadari kondisi terkini penampakan wajahnya saat ini.“Selamat pagi, apa tidurmu nyenyak Bu C
Setelah beberapa lama ia baru sadar, bahwa tangannya tengah terikat saat ini. Resah, gelisah, hanya itu yang bisa Lidia rasakan. Ia hanya bisa mengeluarkan air mata tanpa bisa berteriak sedikitpun.Hingga tiba-tiba, terdengar suara langkah kaki orang.Dak, duk, dak, duk..Suara langkah kaki yang terdengar menggema, seperti suara orang yang memakai sepatu boot yang alasnya tebal dan keras. Perasaan Lidia makin tidak enak seiring dengan suara langkah itu yang terus mendekat. Napasnya memburu karena ketakutan, peluh dan keringat pun terus bercucuran. Pikirannya sama sekali tidak bisa tenang dan jernih. Berbagai macam dugaan memenuhi kepalanya hingga nyaris membuat pikirannya meledak bagai petasan.“Sebenarnya ada apa ini? Di mana aku?”Batin Lidia terus menerus berteriak. Meskipun rasanya se-menakutkan ini, tapi Lidia sepertinya memang pernah mengenal tempat ini. Setiap melihat di setiap sudut, rasanya seperti se
“Kenapa kau tidak peka sekali? Ini artinya aku ingin bersamamu, Lidia. Dasar!!” ungkap Ken sambil mengusap kepala Lidia gemas.Tawa keduanya pun pecah. Selama perjalanan, mereka terus melempar candaan ataupun saling meledek satu sama lain untuk meramaikan suasana. Keduanya seakan bisa melupakan hiruk pikuknya dunia yang begitu sibuk dan kejam meskipun hanya sejenak.Tidak terasa, saat ini mereka telah sampai di depan gedung apartemen Lidia. Bersamaan dengan itu, suasana juga jadi semakin hening. Helaan napas keduanya saling beradu yang menandakan rasa sedih. Untuk kesekian kalinya, keduanya harus saling melepaskan diri.“Sudah sampai,” ujar Lidia dengan senyum tipis yang bertengger manis di wajahnya. Namun, di dalam nadanya tersimpan banyak sekali kesedihan.“Kenapa? Kau lega akan segera berpisah denganku?” canda Ken.“Tidak, aku malah merasa sedih, tahu.”Mereka saling menatap. Berusaha menyer
“Ken, kini giliran kau. Kau harus menjawab pertanyaanku dengan jujur,” ujar Lidia dengan dengan raut yang sok diseriuskan.Ken melihat perilaku Lidia yang menurutnya menggemaskan itu hanya bisa tertawa kecil. Entah mengapa, setiap pergerakan kecil yang dilakukan oleh Lidia selalu dapat membuatnya terpikat. Seumur hidup, baru kali ini ia merasakan perasaan yang seperti ini. Perasaan yang terasa sangat rumit dan juga membingungkan, terkadang rasa senang dan gelisah bisa terjadi dalam satu waktu. Mungkin karena memang dalam hidupnya ia belum pernah merasakan jatuh cinta sebelumnya, sehingga perasaan asing yang memaksa masuk dalam kehidupannya itu pun menjadi suatu hal yang cukup mengagetkan bagi perasaannya. Begitu pula bagi Lidia.“Baiklah, kau mau bertanya apa?”Lidia menatap Ken penuh selidik. Tapi setelah beberapa saat, tiba-tiba saja ia menjadi ragu. Setelah beberapa detik memikirkannya lagi, Lidia berniat untuk mengurungkan niatnya saj
Ken hanya membuang napasnya jengah, ia terus menatap Lidia dengan raut yang sangat serius. Entah mengapa, hal itu membuat Lidia sedikit khawatir.“Kalau kau percaya padaku, seperti aku mempercayaimu, tolong jawab dengan jujur pertanyaanku.”Lidia semakin bingung dan khawatir dibuatnya, raut Ken yang se-serius itu sedikit membuat jantungnya berdebar. Sambil menaruh cangkirnya ke atas meja, Lidia bertanya, “Apa?” dengan nada yang terdengar mengambang.“Ada apa?” tanya Ken dengan suara berat lembutnya itu. Matanya pun juga ikut melembut.“Apa yang kau maksud?” tanya Lidia.Ken hanya mendengus. Ia sudah menduga, Lidia tidak akan langsung berbicara jujur padanya.Melihat raut Ken yang berubah menjadi seperti kecewa itu, Lidia akhirnya memilih menyerah. Ia sadar, bahwa Ken telah percaya penuh padanya, bahkan sampai memberitahu pekerjaan super rahasianya saat ini. Ia tidak ingin membuat Ken kecewa. Ak
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen