Yukine memandangi laki-laki di depannya itu yang sedang membawa sekuntum mawar putih ditangannya.
"Terima kasih," ujar Yukine sambil mengambil bunga itu dari tangan sang pemuda bernama Kun itu. "Sampai jumpa di klub besok, sayangnya aku harus pergi sekarang." Yukine hanya mengangguk pelan sambil tersenyum tipis pemuda itu pergi, Yukine kembali ketempat duduknya. Orang yang diundang oleh Damar tidak begitu banyak dan Yukine hanya mengenal beberapa yang pernah bertemu sebelumnya di klub taekwondo salah satunya Kun. Orang yang melihatnya mungkin akan berpikir jika Kun menyatakan cinta pada Yukine menggunakan sekuntum mawar putih tapi sayangnya tidak seperti itu. Kun sering melihat Yukine di klub namun tidak pernah benar-benar berkenalan dan kali ini seperti kesempatan itu datang dan pemuda itu mengajaknya berkenalan, memberinya bunga hanyalah sebagai simbol saja bukan apa-apa. Tapi sayangnya itu membuat beberapa pasang mata salah paham dengan itu. Salah satunya sang pemilik acara, Damar melihatnya bagaimana dengan mudahnya Yukine menerima sekuntum bunga dari seorang pemuda, hal kecil itu sudah sebagai pencapaian besar untuk seorang laki-laki. Damar melihat kotak hadiah pemberian Yukine kemudian memasukkannya di balik jasnya. Sampai hari ini Damar masih merasa jika Yukine sangat familiar namun dirinya tidak menemukan hal itu sampai saat ini ketika Yukine mengambil sekuntum mawar itu alih-alih mencium harumnya malah mengambil kelopak bunga dan memasukkannya ke dalam mulut. Mata Damar terbelakang bukan karena kelakuan tidak wajar memakan bunga yang dilakukan oleh Yukine melainkan Damar menyaksikan adegan familiar yang pernah dilihatnya sebelumnya, sebelumnya Damar hanya pernah melihat seseorang yang akan memasukkan banyak jenis tumbuhan yang ditemuinya bukan untuk memakannya melainkan hanya mencicipi rasa dari tumbuhan itu dan orang itu Yukine. "Mungkinkah karena mereka teman hingga memiliki kebiasaan yang sama," ucap Damar dalam hati mencoba menenangkan diri sendiri. Hal paling rasional yang dapat dipikirkannya sekarang. Karena merasa penasaran Damar menghampiri Yukine yang duduk sendirian menjadi pengamat tamu undangan yang membuat acara ini begitu meriah dengan permainan konyol mereka. "Apakah rasanya enak?" tanya Damar mengambil duduk di depan Yukine. "Coba sendiri," Yukine menyodorkan bunga itu pada Damar dan pemuda itu melakukan hal yang sama seperti apa yang dilakukan gadis itu. Namun Damar mengerenyit ketika rasa pahit yang samar menyentuh lidahnya, Damar tidak mengerti bagaimana Yukine maupun Fe Fei bisa menikmati hal-hal seperti ini, Damar semakin yakin jika bunga mawar hanya dapat dinikmati keindahan dan keharumannya saja jika untuk mengkonsumsinya secara langsung seperti tidak. Yukine yang melihat Damar bingung dengan rasanya membuatnya tersenyum tipis. "Bagaimana kamu bisa menikmatinya?" "Tidak tahu." Jawaban Yukine malah membuat Damar bingung. "Aku sudah melakukan hal itu sejak kecil menyenangkan saja mencicipi berbagai macam rasa." Meskipun tidak begitu paham dititik mana keseruannya namun Damar masih saja mengangguk mengerti. "Dari mana kamu mendapatkan bunga ini? Kamu mengambil di sana?" Damar menunjuk sebuah taman yang dipenuhi banyak tumbuhan termasuk bermacam-macam jenis bunga. "Kun yang memberikannya," jawab Yukine jujur. "Kun? Kun memberimu ini? Dia menembak mu?" Damar mencoba menggali informasi dengan berpura-pura bodoh. "Menurutmu bagaimana?" Yukine malah balik bertanya. "Mungkin saja." Yukine hanya mengangguk kecil sambil tersenyum tipis menggantungkan pertanyaan ini, tidak menepis maupun mengiyakan. "Kamu menerimanya?" Damar seperti perlu tahu lebih jelas. "Aku menerima bunganya." "Orangnya?" "Orangnya milik orang tuanya kenapa harus aku yang merawatnya." Damar terkecoh dan harus benar-benar mengerti ucapan Yukine kini tersenyum karena masih ada kemungkinan lain. "Lalu kemana perginya Kun sekarang?" "Bukannya dia sudah berpamitan padamu?" "Dia bilang harus pergi dulu karena ada urusan." "Dia juga mengatakan hal sama padaku." Keduanya memandangi kawan-kawannya yang membuat keseruan dengan game kecil yang menyenangkan, Damar sebagai tuan rumah tentu saja tidak akan luput dari itu banyak orang yang memanggilnya untuk bergabung. "Kamu tidak ikut?" tanya Damar ketika akan bergabung. "Tidak, aku melihat saja dari sini." "Baiklah." Yukine mengambil ponselnya dan mengirim pesan pada Balryu. "30 manit lagi jemput aku." Dengan cepat Yukine mendapatkan balasan. "Emm." Sambil menunggu waktu 30 manit berlalu Yukine masuk ke dalam akun game onlinenya untuk menaikkan level. Kata ASMARALOKA terpampang di layar ponselnya tiap kali Yukine login ke game online itu dan semakin dilihatnya semakin Yukine menyukainya. Yukine hanya duduk diam menikmati tiap proses Ruy Forest naik level sedikit demi sedikit menjelajahi ASMARALOKA yang begitu indah bagi pencinta fantasi sangat dimanjakan bahkan waktu 30 manit berlalu begitu sangat cepatnya. Ada notifikasi dalam game pemberitahuan jika ada seseorang yang mengajaknya berteman. Akun itu bernama Big Gui tanpa pikir panjang Yukine menambahkannya sebagai teman. Selama tiga hari ini Yukine hanya bejalan random dan tidak pernah bermaksud mencari teman namun bukan berarti dirinya tidak mau berteman dengan orang yang datang menemuinya. "Hallo salam kenal," Yukine mengirimkan pesan pada Big Gui. "Hallo," jawaban yang singkat. "Ingin menaikkan level bersama?" "Tidak sekarang." "Ok." Melihat waktunya sudah tiba Yukine keluar dari permainan dan menghampiri Damar. "Aku harus pulang, terima kasih telah mengundangku." "Kamu pulang sendiri?" "Tidak aku di jemput." "Kakakmu?" "Ya." "Sampai jumpa, hati-hati di jalan." Damar terus melihat punggung Yukine perlahan pergi menjauh dari tempatnya berada dan tiba-tiba langkah gadis itu terhenti saat ada seorang pemuda penampilan rapi dan menarik sudah ada sejak tadi menunggunya. "Kapan gege datang?" Yukine terkejut mendapati Balryu sudah bersandar di sebuah tiang besar yang menghadap air mancur. "Aku pikir aku akan menunggumu di parkiran." Balryu tidak menjawab malah melepaskan jasnya kemudian memakainya pada Yukine yang menggunakan gaun tanpa lengan dan ketika proses itu Yukine mencium aroma rokok dari tubuh Balryu karena jarak mereka sangat dekat. "Aku tidak tahu jika gege juga merokok," ucap Yukine sambil mendongak untuk melihat ekspresi Balryu yang masih menggunakan kedua tangannya untuk merapikan jas juga mengeluarkan rambut panjangnya dari balik jas. Jika Balryu sedikit saja menunduk dari kejauhan mereka nampak seperti akan berciuman. "Kamu tidak menyukainya?" Balryu berniat akan melepaskan jasnya kembali karena jasnya juga berbau pekat asap rokok meskipun sedikit tersamarkan oleh parfum. "Tidak juga, hanya saja aku tidak pernah melihatmu merokok jadi aku pikir kamu tidak merokok," jawaban yang membuat Balryu tersenyum. "Ayo pulang," Balryu meraih tangannya kemudian menariknya pelan menyusuri koridor yang panjang. Adegan itu kembali menjadi tontonan orang-orang yang kebetulan tidak jauh dari mereka juga orang-orang yang mengenal Yukine maupun Balryu, Damar tahu jika Yukine akan di jemput kakaknya lagi pula ini bukan pertama kalinya tapi pemuda itu tidak tahu jika hubungan mereka begitu baik sampai sedekat itu. Sedangkan di pihak lain Imran bingung mengapa Balryu tiba-tiba pamit pulang setelah melihatnya ternyata laki-laki itu pergi ke area yang lain untuk menunggu seseorang, Imran yang belum pernah bertemu kembali dengan Yukine tidak mengenali adik temannya yang sekarang yang memiliki penampilan yang berbeda. Kesan cewek manja yang suka pakaian pink dan mencolok dengan full makeup masih terukir di otaknya dan ketika melihat Yukine dengan balutan gaun hitam yang elegan tidak pernah menyangka jika itu orang yang sama dipikirnya Balryu sudah memiliki seseorang yang disukainya namun tidak mengatakan padanya. Jaraknya yang cukup jauh juga membuat Imran semakin tidak mengenali Yukine terlebih posisinya Yukine lebih sering membelakanginya. Imran melipat tangannya di depan dada sambil terus memperhatikan tautan tangan Yukine dan Balryu yang sedang meninggalkan tempat ini.Yukine melihat pemandangan keluar jendela, dataran rendah yang penuh dengan titik-titik berwarna-warni itu adalah atap rumah penduduk dan di sampingnya pengunungan hijau yang menyegarkan mata. Mobil itu sudah melaju selama dua jam penuh dengan kecepatan 60 km. Jalanan yang dilalui dari yang ramai berbagai macam jenis kendaraan ada, sampai keluar jalur utama ke jalan yang lebih kecil tidak ada bus-bus besar yang ada truk membawa muatan material sampai di titik ini mobil hanya dapat dihitung dengan jari yang lebih banyak di dominasi oleh motor di modif untuk menyelesaikan medan yang naik turun."Sebentar lagi kita sampai," ucap Xiyun pada putrinya yang sedari tadi hanya terus melihat ke luar jendela. "Udaranya sudah mulai dingin," imbuhnya."Ini sangat sejuk sepetinya aku akan betah tinggal di sini," sahut Yukine tanpa menoleh pada ibunya.Gadis itu tidak tahu jika ibunya memandanginya dengan tatapan berbeda bukan tanpa alasan Xiyun terpana untuk kesekian kalinya, Xiyun masih ingat san
Meskipun Yukine sadar jika Kun sedang menatapnya namun Yukine masih tidak mengangkat pandangannya dari makanan di depannya baru setelah Kun tersenyum tipis Yukine melihat ke arahnya."Aku seperti melihat kekasihku," ucap Khia Na pelan sambil melihat ke arah lain. "Tunggu sebentar," seru Khia Na sambil bangkit.Yukine dan Kun juga melihat kemana Khia Na memandang, ada 4 laki-laki yang akan keluar dari tempat itu dan Khia Na mengangkat tangannya untuk menyapanya, laki-laki yang menjadi kekasihnya datang menghampiri setelah melihat Khia Na ada di sana."Kamu di sini," ujarnya dingin dan Khia Na menjawabnya dengan anggukan penuh antusias."Kenalkan ini Iwan," ujar Khia Na memperkenalkan kekasihnya pada Yukine dan Kun."Bukankah ini Fe Fei?" Iwan nampak ragu namun masih mengenali Yukine."Iya dia Fe Fei. Kamu sudah akan pergi?""Ya.""Aku juga sudah selesai bisakah aku pulang bersamamu?" "Tidak bisa, kamu pulang sendiri saja lagi pulang aku bersama teman-teman ku kami masih akan pergi ke
Yukine menatap pemuda di depannya yang membawa sebuah buket bunga di tangannya, senyumnya sungguh cerah menunggu Yukine menerima buket dengan begitu banyak macam bunga di dalamnya."Kamu menerima bunga dari Kun tapi tidak mau menerima bunga dariku?" tanya Damar."Aku tahu jelas motif Kun namun aku masih bertanya-tanya motif apa yang kamu gunakan?""Emm ...," Damar berpikir sejenak kemudian kembali tersenyum cerah kembali. "Saat aku lewat toko bunga pagi ini aku teringat padamu yang suka mencicipi berbagai macam jenis bunga kebetulan buket ini berisikan beberapa macam jenis bunga impor mungkin rasanya akan sedikit berbeda daripada jenis bunga-bunga yang pernah kamu cicipi," ucap Damar penuh percaya diri.Alasan yang masuk akal dan dapat diterima oleh Yukine hanya saja rasanya kurang nyaman menerima bunga dari seorang pemuda bernama Damar ini. Damar cukup terkenal dikalangan wanita karena wajahnya yang rupawan dan dompetnya juga lumayan memanjakan, itu yang Yukine dengan dari teman-tema
Yukine tidak menyangka jika masakan mantan tetangganya ini ternyata begitu cocok di lidahnya, Yukine bangkit untuk membayar makanannya menemui wanita itu yang hanya tinggal sendirian sedangkan perempuan bernama Rayi itu entah kemana perginya."Buk aku ingin membayar," ujar Yukine berdiri di depan etalase yang memisahkan mereka.Wanita itu menyebutkan harganya dan Yukine membayarnya dan bermaksud untuk membungkus untuk dibawa pulang hanya saja udang besar dan manis yang sama seperti yang dimakannya sudah habis."Aku bayar sekarang dan aku akan mengambilnya besok apakah bisa?""Bisa," jawab wanita itu cukup senang karena Yukine membeli untuk 4 porsi sekaligus."Masakan ibuk sangat enak.""Terimakasih," jawab wanita itu dengan senyuman cerah."Sepertinya rumah makan ini aku belum pernah melihatnya sebelumnya apakah masih belum lama buka?" Yukine bertanya seolah-olah Yukine cukup mengenal daerah sini padahal ini adalah kali pertamanya Yukine melintas di daerah ini. Di lihat dari perabotan
Langkah Yukine menyusuri trotoar yang berantakan karena ulah dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab namun itu tidak menyurutkan niatnya untuk berjalan, entah mengapa hari ini dirinya ingin berjalan kaki ketika pulang. Yukine tidak melewati jalan besar malah memilih jalan gang yang mempersingkat waktu juga bisa melihat sisi lain kota baru yang telah ditempati ini.Yukine rindu ketika dulu lebih banyak berjalan kaki daripada naik kendaraan, ketenangan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Di pinggir jalan di antara semak-semak terdengar suara anak kucing dengan suara lemah. Yukine mencari-cari asal suara itu dan mendapati ada anak kucing melihatnya dengan matanya yang mengundang simpati."Apa yang kamu lakukan di sini sendiri?" tanya Yukine pada kucing berwarna abu-abu itu. Kucing itu terus memandanginya dan tanpa terasa tangannya terulur membawa anak kucing yang sangat kurus itu."Apa kamu lapar? Tapi aku tidak punya makanan."Yukine melihat sekeliling tidak banyak oran
"Ge ponselmu berdering," ujar Yukine ketika mereka sampai diparkiran.Tautan tangan mereka akhirnya terlepas dan itu membuat Yukine merasa lega karena sejak tadi ingin melepaskannya namun tidak berani. Ponselnya ada di dalam saku jas tentunya Yukine mengambilnya dan melihat nama Beru di sana."Siapa?" tanya Balryu.Yukine tidak menjawab namun menyerahkannya ponsel itu ke pemiliknya tapi ketika melihat nama itu Balryu enggan untuk menjawab dan malah pergi masuk ke dalam mobil. Yukine bingung mengapa Balryu mengabaikan panggilan dari orang bernama Beru itu."Abaikan saja," ujar Balryu ketika panggilan itu datang lagi."Mungkin saja penting, dia telfon terus menerus," Yukine masih tidak enak hati mengabaikan panggilan dari seseorang."Apanya yang penting kami baru saja bertemu.""Memangnya siapa dia?""Atasan.""Kan masih berani tidak angkat teleponnya? Oh aku lupa dia juga temanmu."Mobil itu perlahan meninggalkan tempatnya dan Yukine baru menyadari jika tempat itu cukup penuh pastinya