Balryu sudah ada di belakangnya Yukine sama sekali tidak mendengar suara Balryu masuk sepertinya pemuda itu memiliki cara agar berjalan tanpa suara.
"Ini," Yukine menunjukkan foto yang ada di tangannya. Balryu mendekat Yukine pikir Balryu akan mengambil foto dalam bingkai itu yang ada di tangan kirinya ternyata yang diambilnya adalah minuman dingin yang masih di pegang oleh Yukine di tangan kanannya. Nampak pemuda itu berkeringat banyak karena tiga kali naik turun membawa bawaan begitu besar. Minuman itu habis hanya dengan sekali napas. Yukine segera mengembalikan foto itu kembali ke tempatnya dan posisi yang sama seperti semula. Yukine menerima gelas kosong dari tangan Balryu. "Bajumu kotor tidak ganti baju dulu sebelum kembali pergi," ujar Yukine dan Balryu mengikuti kemana pandangannya melihat tubuhnya. Kemeja putihnya kusut, kotor dan sedikit basah karena keringat. "Aku akan mandi sekalian." "Aku juga akan mandi." Yukine mengangguk kemudian segera keluar dari kamar itu membawa gelas kosong bersamanya kembali ke kamar, setelah melakukan aktivitas yang berkeringat memang paling nyaman berendam namun Yukine tidak dapat melakukan itu terlalu lama karena merasa jika dirinya merasa lelah dan juga mengantuk dirinya perlu tidur agar nanti dapat pergi dalam keadaan fresh. Ponselnya menggaungkan notifikasi itu dari Balryu mengatakan jika laki-laki itu berangkat. "Aku pergi." "Hati-hati." Setelah membalas pesan pada Balryu Yukine jatuh tertidur dan sebelumnya membayangkan mengenakan gaun hitam polos itu. Untung saja Yukine memasang alarm jika tidak mungkin dirinya akan terlambat bangun untuk pergi ke acara Damar. Setelan membersihkan dirinya dan memberikan sedikit sentuhan tipis pada wajahnya Yukine mengenakan gaun hitam polos tanpa lengan itu. Dipadukan dengan sepatu yang memiliki warna senada. Untung saja sepatu hak tinggi milik Fe Fei tidak terlalu tinggi dan sangat nyaman hingga Yukine tidak kesulitan menggunakannya. Rambutnya yang panjang dibiarkan tergerai begitu saja dengan asesoris kecil di bagian kiri tampilannya tidak sepenuhnya kosong karena Yukine menggunakan anting panjang yang melebihi dagunya. "Semoga saja aku tidak mempermalukan diriku sendiri," ucap Yukine sambil melihat penampilannya sendiri di depan cermin. Jujur saja Yukine tidak pandai merias diri meskipun di kamar itu begitu banyak alat make-up namun jika tidak dapat menggunakannya mau bagaimana lagi. Karena di kehidupan sebelumnya Yukine tidak punya pengalaman dengan hal-hal seperti ini hanya pernah melihat ibunya merias wajah sesekali jangankan untuk belajar menyentuhnya saja Yukine tidak berani. Setelan melihat penampilannya sendiri Yukine merasa cukup puas dan siap untuk pergi tapi baru menyadari jika di kotak itu ada ucapan akan tetapi ketika Yukine mengambilnya hanya tertulis tiga huruf HBD di sana, Yukine mengangkat kedua alisnya melihat tulisan itu. "Orang macam apa yang memberikan ucapan hanya dengan tiga huruf ini?" Meskipun sudah tahu tidak akan ada orang yang menjawabnya Yukine tetap bicara sendiri. Ketika Yukine sudah selesai mempersiapkan diri terdengar seruan mobil. "Siapa yang pulang begitu awal?" Yukine memilih tas yang cocok dengan gaunnya lalu memasukkan beberapa barang kecil yang perlu dibawanya pergi dan tidak lupa hadiah untuk sang pemilik acara, ketika keluar kamar Yukine mengetahui siapa yang baru saja sampai ternyata itu adalah Balryu. Nampaknya Balryu juga menyadari keberadaannya namun langkahnya terhenti di tempat ketika melihat adik perempuannya menggunakan gaun menuruni tangga. Matanya terus tertuju padanya sampai lupa berjalan. "Kenapa pulang lagi?" tanya Yukine namun tidak mendapatkan jawaban. Setelan jarak mereka cukup dekat barulah Yukine menanyakan hal lain dan Balryu tersadar. "Apakah ada yang tertinggal lagi?" "Tidak," jawab Balryu sambil menaruh barang bawaannya. "Lain kali jika ada hal yang tertinggal kirim saja pesan aku akan mengantarnya jika aku berada di rumah." "Emm." Balryu melihat penampilan Yukine dari atas sampai bawah. "Mau kemana?" tanyanya pelan. "Gege ingat pemuda yang di stasiun, kebetulan bertemu dan pulang bersama? Dia mengundangku untuk acara ulang tahunnya?" "Emm." "Kalo begitu aku berangkat." "Aku akan mengantarmu." "Gege baru saja pulang." "Lagipula aku juga akan pergi lagi." Yukine tidak mengerti mengapa Balryu datang kemudian pergi datang lagi dan belum juga duduk sudah akan pergi lagi. Tapi Yukine tetap tidak membantah mengikuti Balryu itu masuk dalam mobil pemuda itu. Di perjalanan Balryu masih setia dengan jalannya tidak ada niatan untuk bicara seperti biasa. "Aku pikir gege akan pulang malam setelah peluncuran bukankah seharusnya ada perayaan?" "Aku datang untuk menjemputmu," jawab Balryu sangat lirih bahkan Yukine tidak mendengarnya dengan baik. "Apa? gege bicara apa?" "Tidak. Kirim pesan jika acara sudah selesai aku akan menjemputmu." "Ok." "Di mana kamu membeli gaun ini?" tanya Balryu. "Ini ada di kamar sepertinya pemberian seseorang tapi aku tidak tahu dari siapa." "Ada ucapannya?" "Ada namun tidak ada nama pemberinya." "Aku." "Aku?" Yukine diam sebentar kemudian baru menyadarinya jika Balryu memberitahu jika dialah yang telah memberikan gaun ini. "Terimakasih. Gaunnya bagus, selera gege lumayan," ucap Yukine dengan tulus dan pemuda itu hanya melihatnya sekilas juga ada sedikit senyuman kecil namun hanya sepersekian detik saja. Mereka pun sampai di tempat yang dituju Yukine turun kemudian melambaikan tangan pada Balryu. Balryu mengawasi putri keluarga mereka sampai masuk ke dalam alih-alih pergi Balryu malah membuka jendelanya dan mengeluarkan sebatang rokok menikmatinya dengan santai. Sebuah mobil putih datang berhenti tepat di sampingnya suara laki-laki itu langsung terdengar begitu mobil dimatikan. "Kamu sudah sampai? Lebih cepat daripada perkiraan ku?" ujar Imran sambil menghampiri temannya itu sedangkan orang yang diajak bicara tidak menyahut hanya terus memandangi tempat dimana adiknya terakhir kali terlihat. "Sejak kapan kamu merokok lagi?" tanya Imran lagi tapi kali ini mendapatkan balasan. "Hanya ingin," jawab Balryu malas. "Tapi kamu jauh lebih tampan ketika merokok," Imran mengambil batang rokok dari tangan Balryu kemudian menghisapnya sendiri. "Kamu datang sendiri?" "Emm." "Dimana setan kecil? Bukankah kamu berencana mau mengajaknya? Dia tidak bisa?" "Emm." "Sudahlah kita masuk sekarang pasti mereka sudah datang sejak tadi dan menunggu kita." Balryu tidak menjawab hanya mengikuti arahan atasan juga sahabatnya itu. Keduanya berjalan masuk kedalam dua-duanya mengenakan jas yang sama dengan kemeja putih senada hanya dasi mereka yang membedakannya, satunya tinggi dan lainnya lebih pendek. Wajah Balryu cukup membuat banyak mata wanita tertuju padanya sedangkan untuk Imran wajahnya tidak setampan Balryu namun tidak seburuk itu nyatanya masih banyak wanita yang mengantri di belakangnya siap menemaninya hanya saja sejak mereka sekolah belum pernah keduanya mengandeng tangan wanita sekalipun hanya banyak rumor namun tidak pernah melihat langsung jika keduanya pernah berkencan. Tempat itu cukup luas di tengah-tengahnya terdapat air mancur besar dan koridor panjang mengelilinginya membuat para pengunjung dimanjakan setiap perjalanan menuju tempat pribadi yang dipesan. Ada yang outdoor ada juga yang tertutup sesuai pesanan. Balryu mencari dalam diam keberatan tempat yang mengadakan pesta tentunya setiap sudut akan ramai secara berkelompok dan setelah melewati beberapa ruangan belum juga ada tanda-tanda keberadaan sosok yang dicarinya. "Kenapa jalanmu lambat sekali?" protes Imran namun sayangnya dia sudah terbiasa diabaikan oleh kulkas di sampingnya. Barulah ada keramaian di taman paling ujung dan baru saja Balryu melihat gadis bergaun Hitam dengan rambut tergerai berdiri disana ada seorang laki-laki di depannya menyerahkan sekuntum bunga, Balryu menyipitkan matanya melihat pemuda yang wajahnya pas-pasan bermodalkan tekat besar itu berani mendekati adik perempuannya. Yukine menerima bunga itu membuat Balryu tersandung kakinya sendiri.Yukine melihat pemandangan keluar jendela, dataran rendah yang penuh dengan titik-titik berwarna-warni itu adalah atap rumah penduduk dan di sampingnya pengunungan hijau yang menyegarkan mata. Mobil itu sudah melaju selama dua jam penuh dengan kecepatan 60 km. Jalanan yang dilalui dari yang ramai berbagai macam jenis kendaraan ada, sampai keluar jalur utama ke jalan yang lebih kecil tidak ada bus-bus besar yang ada truk membawa muatan material sampai di titik ini mobil hanya dapat dihitung dengan jari yang lebih banyak di dominasi oleh motor di modif untuk menyelesaikan medan yang naik turun."Sebentar lagi kita sampai," ucap Xiyun pada putrinya yang sedari tadi hanya terus melihat ke luar jendela. "Udaranya sudah mulai dingin," imbuhnya."Ini sangat sejuk sepetinya aku akan betah tinggal di sini," sahut Yukine tanpa menoleh pada ibunya.Gadis itu tidak tahu jika ibunya memandanginya dengan tatapan berbeda bukan tanpa alasan Xiyun terpana untuk kesekian kalinya, Xiyun masih ingat san
Meskipun Yukine sadar jika Kun sedang menatapnya namun Yukine masih tidak mengangkat pandangannya dari makanan di depannya baru setelah Kun tersenyum tipis Yukine melihat ke arahnya."Aku seperti melihat kekasihku," ucap Khia Na pelan sambil melihat ke arah lain. "Tunggu sebentar," seru Khia Na sambil bangkit.Yukine dan Kun juga melihat kemana Khia Na memandang, ada 4 laki-laki yang akan keluar dari tempat itu dan Khia Na mengangkat tangannya untuk menyapanya, laki-laki yang menjadi kekasihnya datang menghampiri setelah melihat Khia Na ada di sana."Kamu di sini," ujarnya dingin dan Khia Na menjawabnya dengan anggukan penuh antusias."Kenalkan ini Iwan," ujar Khia Na memperkenalkan kekasihnya pada Yukine dan Kun."Bukankah ini Fe Fei?" Iwan nampak ragu namun masih mengenali Yukine."Iya dia Fe Fei. Kamu sudah akan pergi?""Ya.""Aku juga sudah selesai bisakah aku pulang bersamamu?" "Tidak bisa, kamu pulang sendiri saja lagi pulang aku bersama teman-teman ku kami masih akan pergi ke
Yukine menatap pemuda di depannya yang membawa sebuah buket bunga di tangannya, senyumnya sungguh cerah menunggu Yukine menerima buket dengan begitu banyak macam bunga di dalamnya."Kamu menerima bunga dari Kun tapi tidak mau menerima bunga dariku?" tanya Damar."Aku tahu jelas motif Kun namun aku masih bertanya-tanya motif apa yang kamu gunakan?""Emm ...," Damar berpikir sejenak kemudian kembali tersenyum cerah kembali. "Saat aku lewat toko bunga pagi ini aku teringat padamu yang suka mencicipi berbagai macam jenis bunga kebetulan buket ini berisikan beberapa macam jenis bunga impor mungkin rasanya akan sedikit berbeda daripada jenis bunga-bunga yang pernah kamu cicipi," ucap Damar penuh percaya diri.Alasan yang masuk akal dan dapat diterima oleh Yukine hanya saja rasanya kurang nyaman menerima bunga dari seorang pemuda bernama Damar ini. Damar cukup terkenal dikalangan wanita karena wajahnya yang rupawan dan dompetnya juga lumayan memanjakan, itu yang Yukine dengan dari teman-tema
Yukine tidak menyangka jika masakan mantan tetangganya ini ternyata begitu cocok di lidahnya, Yukine bangkit untuk membayar makanannya menemui wanita itu yang hanya tinggal sendirian sedangkan perempuan bernama Rayi itu entah kemana perginya."Buk aku ingin membayar," ujar Yukine berdiri di depan etalase yang memisahkan mereka.Wanita itu menyebutkan harganya dan Yukine membayarnya dan bermaksud untuk membungkus untuk dibawa pulang hanya saja udang besar dan manis yang sama seperti yang dimakannya sudah habis."Aku bayar sekarang dan aku akan mengambilnya besok apakah bisa?""Bisa," jawab wanita itu cukup senang karena Yukine membeli untuk 4 porsi sekaligus."Masakan ibuk sangat enak.""Terimakasih," jawab wanita itu dengan senyuman cerah."Sepertinya rumah makan ini aku belum pernah melihatnya sebelumnya apakah masih belum lama buka?" Yukine bertanya seolah-olah Yukine cukup mengenal daerah sini padahal ini adalah kali pertamanya Yukine melintas di daerah ini. Di lihat dari perabotan
Langkah Yukine menyusuri trotoar yang berantakan karena ulah dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab namun itu tidak menyurutkan niatnya untuk berjalan, entah mengapa hari ini dirinya ingin berjalan kaki ketika pulang. Yukine tidak melewati jalan besar malah memilih jalan gang yang mempersingkat waktu juga bisa melihat sisi lain kota baru yang telah ditempati ini.Yukine rindu ketika dulu lebih banyak berjalan kaki daripada naik kendaraan, ketenangan yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata. Di pinggir jalan di antara semak-semak terdengar suara anak kucing dengan suara lemah. Yukine mencari-cari asal suara itu dan mendapati ada anak kucing melihatnya dengan matanya yang mengundang simpati."Apa yang kamu lakukan di sini sendiri?" tanya Yukine pada kucing berwarna abu-abu itu. Kucing itu terus memandanginya dan tanpa terasa tangannya terulur membawa anak kucing yang sangat kurus itu."Apa kamu lapar? Tapi aku tidak punya makanan."Yukine melihat sekeliling tidak banyak oran
"Ge ponselmu berdering," ujar Yukine ketika mereka sampai diparkiran.Tautan tangan mereka akhirnya terlepas dan itu membuat Yukine merasa lega karena sejak tadi ingin melepaskannya namun tidak berani. Ponselnya ada di dalam saku jas tentunya Yukine mengambilnya dan melihat nama Beru di sana."Siapa?" tanya Balryu.Yukine tidak menjawab namun menyerahkannya ponsel itu ke pemiliknya tapi ketika melihat nama itu Balryu enggan untuk menjawab dan malah pergi masuk ke dalam mobil. Yukine bingung mengapa Balryu mengabaikan panggilan dari orang bernama Beru itu."Abaikan saja," ujar Balryu ketika panggilan itu datang lagi."Mungkin saja penting, dia telfon terus menerus," Yukine masih tidak enak hati mengabaikan panggilan dari seseorang."Apanya yang penting kami baru saja bertemu.""Memangnya siapa dia?""Atasan.""Kan masih berani tidak angkat teleponnya? Oh aku lupa dia juga temanmu."Mobil itu perlahan meninggalkan tempatnya dan Yukine baru menyadari jika tempat itu cukup penuh pastinya