Kun mengetuk pintu itu dan cukup menunggu lama sampai sang pemilik rumah membuka pintu untuknya.
"Kun?" Khia Na tidak percaya jika laki-laki yang hanya sekali ditemuinya kini mengetuk pintu rumahnya. "Akhirnya di buka juga." "Ada apa?" "Temanmu ada di mobilku." "Siapa?" "Temanmu ada berapa? Itu Fe Fei." "Fe Fei? Kenapa dia," seru Khia Na terkejut mendengar nama itu dari mulut Kun. "Nanti saja aku jelaskan." Khia Na mengikuti kemana Kun membawanya, rumah Khia Na tidak begitu besar dan hanya tinggal bersama dengan ibunya hanya saja ibunya sedang ada di rumah neneknya jadi dirinya hanya sendirian di rumah. Ketika mendengar rumahnya diketuk tidak langsung membukanya karena takut jika itu orang jahat. "Apa yang sebenarnya terjadi?" Khia Na cukup terkejut melihat keadaan Yukine yang babak belur dan sedang tertidur di dalam mobil Kun yang dikiranya sedang pingsan. "Kenapa dibawa kemari? Bukankah lebih baik pergi ke rumah sakit?" Khia Na tanpa sadar memukul Kun yang ceroboh mengambil keputusan. "Bukan aku yang ingin tapi Fe Fei sendiri yang meminta datang kemari aku hanya mengatakan." Kun membela diri juga mencoba menghindar dari pukulan Khia Na. "Tapi lihatlah keadaannya? Bagaimana jika terjadi sesuatu padanya?" Yukine yang terbangun karena pertengkaran mereka malah tertawa kecil melihat sahabatnya begitu panik karena melihat keadaannya. "Kamu sudah sadar?" Khia Na menyadari jika sahabatnya tertawa kecil. "Aku hanya tidur, lagipula apa yang bisa terjadi ini hanya luka luar saja." Yukine keluar dari mobil dan Khia Na segera membantunya memapah tubuh sahabatnya itu. "Bantu," teriak Khia Na pada Kun hanya melihat saja. Kun tersadar dan langsung memapah sisi yang lain, sebenarnya Yukine ingin menolaknya tapi tidak punya banyak tenaga untuk berdebat dengan mereka terlebih Khia Na yang mulutnya tidak akan berhenti bicara saat merasa cemas dan bingung. Saat mereka sudah mencapai pintu Kun teringat sesuatu. "Aku membeli beberapa obat sewaktu perjalanan kemari dan itu masih ada di mobil." "Ambil nanti setelah menempatkan Fe Fei di sofa," sahut Khia Na. "Sebenarnya apa yang terjadi mengapa kamu bisa babak belur seperti ini?" Khia Na tidak sabar menunggu mencapai sofa untuk bertanya. "Malam ini aku ingin bermalam di sini dan kamu diijinkan bertanya sampai puas," jawab Yukine dengan pelan. Kedua orang itu memapah Yukine hingga berbaring di sofa, Kun segera berlari kembali ke mobil untuk mengambil obat-obatan yang dibelinya sedangkan Khia Na mencari hal-hal yang dibutuhkan untuk membersihkan luka-luka di tubuh Yukine. Yukine hanya memperhatikan orang-orang ini yang nampak peduli padanya. Dalam kehidupan sebelumnya Yukine belum pernah menemukan orang lain yang begitu peduli padanya bahkan keluarganya sendiri memperlakukan dirinya begitu buruk. Yukine hanya memperhatikan Khia Na dengan perlahan membersihkan kotoran juga darah pada tubuhnya sedangkan Kun hanya memperhatikan dari samping, sebenarnya ingin membantu namun Khia Na tidak mengijinkan itu. "Fe Fei masih seorang gadis bagaimana kamu mau menyentuhnya dengan mudah?" ucap Khia Na pada Kun. "Siapa yang tadi berteriak padaku untuk membantu memapah," bela Kun untuk dirinya sendiri. "Jika aku kuat menggendong tubuh Fe Fei tidak mungkin aku minta bantuan mu." "Kalian seperti pasangan tua saja terus bertengkar," sahut Yukine yang sudah tidak tahan melihat mereka berdebat. "Tidak mungkin." "Jangan harap." Ucap mereka berbarengan dan itu malah membuat Yukine tersenyum melihat kekompakan mereka, keduanya sudah siap untuk berdebat lagi namun segera Yukine menghentikan mereka. "Tunggu dulu berdebatnya, aku ada telpon," ucap Yukine sambil mengangkat panggilan dari Balryu dan menyuruh mereka diam untuk sementara menggunakan jarinya. "Di mana? Kebetulan aku sudah pulang tapi tidak ada orang di rumah." "Aku di rumah Khia Na, sepertinya aku akan menginap di sini," jawab Yukine dengan nada pelan. "Kenapa suaramu pelan sekali?" "Tidak ada kami hanya bersiap untuk beristirahat saja." "Kenapa tiba-tiba ingin menginap di tempat temanmu?" tanya Balryu penuh selidik. "Emmm ... perempuan ini baru saja putus dengan kekasihnya aku hanya menemaninya saja. Sekalian menghiburnya." "Ok baiklah, aku tutup." Panggilan itu akhirnya berakhir juga, Yukine akhirnya bisa bernapas lega begitu pula Khia Na sejak tadi menahan napas, meskipun dirinya menjadi tumbal Khia Na rela, bagaimana pun lelaki itu cukup cerdik akan sulit untuk membodohinya. Dan benar saja beberapa saat kemudian ketika Khia Na mengoleskan salep pada wajah Yukine ponsel Yukine berdering lagi dan sialnya itu adalah panggilan video. "Bagaimana ini?" Khia Na yang membaca nama Balryu ada di layar itu malah lebih panik daripada sang pemilik ponsel. Yukine tidak panik namun segera memutar otaknya, gegenya terlalu pintar tidak mungkin dapat di bohongi dengan beberapa patah kata tanpa ada penjelasan yang logis dan bukti nyata. Tidak mungkin laki-laki itu percaya begitu saja setelah selama ini Yukine tidak pernah sekalipun tidur di luar. Pasti tidak sederhana itu. "Punya masker?" Tiba-tiba Yukine mendapatkan ide. "Ada, ada." Khia Na segera pergi ke kamarnya dan mengambil tiga masker sekaligus untuk mereka semua. Tanpa pikir panjang Yukine langsung merobek bungkus itu dan mengenakan di wajahnya, menenangkan diri sebelum menerima panggilan. "Ada apa lagi?" tanya Yukine sebelum di cercah pertanyaan lain. "Di mana Khia Na?" Balryu merasa sedikit aneh melihat Yukine mengenakan masker namun hal wajar jika seseorang gadis menggunakan perawatan seperti itu. "Aku masih maskeran tunggu dulu." Khia Na yang mendengar Balryu mencarinya segera menyahut karena jika berhadapan langsung dengan laki-laki itu pastinya dirinya akan terlihat jelas jika sedang berbohong. Kun menjadi anak baik dengan tidak bersuara jika dirinya bersuara saat ini maka akan lain ceritanya, kebetulan dirinya ada di belakang kamera tapi saat ini Kun bingung kenapa Khia Na juga memberikannya sebuah masker juga. "Haruskah aku juga menggunakan masker juga?" tanya Ku dalam hati sambil membolak-balik bungkus masker itu. Yukine masih memegang ponsel dengan kamera mengarah padanya. Khia Na yang sudah selesai mengenakan masker sengaja menunjukkan diri di dalam layar agar laki-laki itu melihatnya juga. "Aku ingin minum jus kamu ingin minum apa aku akan buatkan," ujar Khia Na sambil berlalu menunjukkan punggungnya pada layar. Khia Na lebih baik pergi dari harus berakting di depan Balryu, sungguh aktingnya sangat buruk pasti akan ketahuan sekali lihat. Panggilan itu akhirnya selesai meskipun jantungnya berpacu tapi Yukine merasa bahagia mendapatkan perhatian macam ini dari saudaranya,tapi masih sedikit merasa bersalah karena secara tidak langsung telah berbohong. Baru beberapa saat panggilan kedua berakhir semua orang yang ada di rumah mendengar ketukan pintu. "Tidak mungkin kakakmu datang kemari kan? Jika benar kakakmu sangat menakutkan," ucap Kun sambil melihat pintu yang masih tertutup itu. Khia Na baru kembali dari dapur dengan dua gelas ditangannya juga melihat ke arah pintu yang masih terus di ketuk. "Kakakmu sungguh menakutkan daripada perkiraan ku."Yukine tidak bisa menahan air matanya sendiri ketika melihat seorang gadis menangis di depannya, Rayi menceritakan semuanya yang telah dialaminya di masa itu dengan sedetail-detailnya. Awalnya Rayi ragu, takut namun mendengar ucapan Yukine yang bersungguh-sungguh membuatnya tidak lagi menutupinya padahal dengan ibunya saja Rayi tidak pernah terbuka seperti ini."Awalnya aku bisa mengenal laki-laki bernama Alga itu karena aku mempunyai seorang teman bernama Keke, temanku itu menjalin hubungan dengan Alga dan itu sudah cukup lama. Sebenarnya Keke ingin mengakhiri hubungan mereka namun tidak bisa karena tiap kali ingin putus Alga terus mengancamnya." Dengan perlahan Rayi menceritakan kisahnya."Mengancam bagaimana?""Keke bodoh saat itu karena mau berhubungan dengan Alga dan mereka merekamnya dengan suka rela. Alga menggunakan itu untuk mengancam Keke, jika ingin putus maka rekaman itu akan disebar luaskan."Rayi tidak tahu jika temannya itu memiliki hubungan dengan seorang laki-laki tox
Ponsel Yukine bergetar dan itu pesan dari Balryu, menanyakan keberadaannya dan akan menjemputnya."Sepertinya aku harus pulang," ucap Yukine pada Rayi yang ada di sampingnya, masih menutup mulutnya rapat-rapat.Yukine yakin Rayi masih menyembunyikan sesuatu namun dirinya tidak dapat memaksa perempuan itu untuk bicara semua padanya."Kamu akan pergi?" tanya Rayi sambil mendongak melihat ke arah Yukine."Kakakku akan segera datang menjemput. Selamat tinggal," ujar Yukine sambil beranjak.Yukine sudah berjalan beberapa langkah namun berhenti dan melihat ke arah Rayi yang masih di tempatnya."Terima kasih untuk semuanya, sedikit apapun informasinya itu sangat berguna untukku. Cepat atau lambat aku pasti akan berurusan dengan laki-laki itu. Aku juga harus menemukan kebenaran temanku," ucap Yukine sambil tersenyum tipis dan kembali melanjutkan perjalanannya.Yukine berjalan ke jalan utama dan berhenti di sebuah halte, sengaja Yukine menunggu Balryu di halte agar laki-laki itu mudah menemuka
Senyuman kecil terlihat di sudut bibir Yukine ketika dari sudut matanya melihat jika Geum masuk ke dalam bathtub yang suhunya menusuk kulit dan tulangnya. Meskipun mulutnya terus mengumpat karena tidak terbiasa akan suhu ekstrem ini."Aku tidak kuat lagi," ujar Geum setelah berendam selama dua menit di dalam bathtub itu."Cukup untuk hari ini namun setiap hari harus ada kemajuan walaupun itu satu detik," ujar Yukine sambil membereskan semua tugas-tugasnya. Yukine melirik pada kantong belanjaannya yang belum tersentuh kemudian mengambil satu botol minuman dan juga almond itu."Sebisa mungkin aku akan datang lebih sering untuk melihat kemajuannya."Saat Yukine sudah akan mencapai pintu Geum tidak tahan akhirnya bertanya juga."Sebenarnya untuk apa aku melakukan semua ini, ini sangat menyiksa."Yukine berhenti dan hanya setengah menoleh pada Geum. "Anggap saja sebagai latihan kamu akan tahu setelah waktunya tiba pada akhirnya kamu yang akan diuntungkan."Yukine segera pergi tidak memped
Ruangan itu redup hanya ada cahaya dari lampu kecil di samping ranjang, namun Yukine merasa jika tempat tidur itu tidak senyaman tempat tidur miliknya di rumah dan saat Yukine mengangkat tangannya terdapat sebuah selang yang terhubung ke infus yang menggantung di atasnya."Rumah sakit? Lagi? Kenapa?"Yukine bertanya-tanya mengapa dirinya bisa kembali lagi di tempat ini dan mencoba mengingat apa yang sebenarnya terjadi sebelum dirinya tidak sadarkan diri. Namun bagaimanapun Yukine memikirkannya dirinya tetap tidak bisa menemukan apa yang salah karena seingatnya diri sendiri hanya merasa sesak napas setelah itu tidak ingat apapun."Kamu sudah bangun?"Suara berat Balryu memecahkan kesunyian. Karena suasana yang redup juga keadaan Yukine yang baru saja sadar sampai dirinya tidak menyadari jika ada orang lain di ruangan itu padahal tangan kanannya masih di genggem erat oleh laki-laki itu."Jam berapa sekarang?" tanya Yukine dengan suara rendah."Hampir pagi," jawab Balryu dengan cepat."S
Yukine merasa jika lehernya terasa gatal, berpikir jika itu karena sudah beraktivitas seharian tubuhnya kotor dan perlu mandi namun permainan Bege sungguh apik hingga Yukine mengabaikan rasa gatalnya dan malah semakin bersemangat menonton pertunjukan yang disuguhkan oleh Balryu."Bagus, pukul kepalanya," ucap Yukine begitu bersemangat.Merasa belum cukup hanya dengan satu coklat Yukine mengambil snack lainnya dan itu sebuah almond, suapan demi suapan Yukine lakukan dengan cepat terlebih tontonan yang dilihatnya begitu seru setiap pukulan yang dilayangkan Bege Yukine akan memasukkan beberapa butir almond pada mulutnya.Yukine melihat tendangan apik dari Bege yang mengenai dada Beru namun anehnya Yukine juga merasakan sakit pada dadanya. Yukine memukul-mukul dadanya sendiri karena seperti ada sesuatu yang besar di sana. Almond itu di kunyah dengan cukup baik dan sudah menelannya namun Yukine merasa itu menyesakkan dadanya dan sekarang seperti tersedak padahal tidak ada apapun di tenggor
"Lalu aku anak siapa?"Bagaikan di sambar petir di siang bolong Xiyun mendapatkan pertanyaan semacam ini dari seorang anak laki-laki yang dibesarkan oleh tangannya sendiri sejak bayi.Awalnya Balryu tidak pernah memikirkan hal ini karena di rumah ini begitu banyak dokumentasi tentang dirinya bahkan ketika Balryu berusia dua hari dan tidak menemukan keganjalan apapun, Bumantara dan Xiyun mengetahui semua kebiasaan dan apapun tentang dirinya karena memang mereka mengasuhnya sejak bayi."Tentu saja kamu putra ibu." Xiyun masih berusaha menyembunyikannya hal besar itu dari Balryu.Bumantara dan Xiyun sudah hampir lupa jika Balryu bukanlah darah daging mereka sendiri namun sekarang dihadapkan dengan pertanyaan dari anak itu membuat Xiyun tidak bisa berkata-kata. Anak ini terlalu pintar hingga Xiyun tidak bisa membodohinya sedikit pun.Dengan amat terpaksa Bumantara dan Xiyun menceritakan semuanya pada anak berusia 10 tahun itu padahal mereka berencana akan jujur padanya setelah Balryu suda