Share

Chapter 03: Kabar Kematiannya

last update Dernière mise à jour: 2025-08-31 17:34:37

Kabar mengenai kematian kakak laki-lakinya itu baru ia terima pagi ini, tepat pada pukul tujuh pagi. Dari sebuah ponsel genggam yang dipegangnya, dia hanya bisa bergetar dengan kedua mata membelalak namun air mata dari pelupuk matanya hampir jatuh. Mengairi, wajah manis yang sembab. Namanya Valyria Soga Kinaru, baru berusia dua puluhtahun. Kini setelah jadisebatang kara kemudian harus kehilangan sosok penyokong kehidupan utamanya, Sang Kakak.

            “Baik, saya akan kesana. Saya akan membawa kakak saya untuk segera dimakamkan serta mengambil barang-barangnya.” Valyria berucapsembarimengakhiritelepon. Keduamatavioletnyajadikosongmenatapkehampaan.

            Tubuhnya langsung lemas, berpegang pada nakas meja yang ada disampingnya. Terisaklah dia dengan seluruh kepedihannya. Mengutuk takdir yang kejam, setelah kedua orang tua yang meninggal saat dia masih begitu kecil. Kini kakak laki-lakinya, yang tercinta. Tulang punggung keluarga, penyanggah hidup sebagai satu-satunya keluarga yang dimiliki. Dihari senin pagi ini, Rumah Sakit Jiwa tempat sang kakak direhabilitasi selama tiga tahun lamanya. Ditemukan tewas bunuh diri, akibat melompat dari lantai tiga gedung rumah sakit.

            “Hiks...Kak... Kak Darly.” Tangis Valyria pecahdenganpilu. Air mata itu mengalir deras. Berada pada titik terrendah dalam kehidupannya. Duka seseorang terjadi dalam beberapa tahap. Mulai penyangkalan, marah, menawar, depresi dan penerimaan. Hampir setiap manusia mengalaminya, untuk orang yang kau kasihi. Pedihnya kehilangan tak mungkin dapat diukur oleh angka bahkan menafsirkannya ke kata-kata pun tak akan dapat teruraikan.

            Hanya beberapa perawat yang ia kenal, beberapa polisi dan orang-orang penyelidik yang hadir dalam pemakaman sang kakak. Sanak saudara pun tak ada yang datang, mereka sangat tak perduli akan nasib dua bersaudara Kinaru ini.

            “Nona Valyria Soga Kinaru, Perkenalkan Saya Harlan Choi dariKepolisian yang menginvestigasi kasus kakak anda. Hasil visum sudah keluar. Apakah anda mau mendengarkannya?”tanya Si Pak Polisi.

            Apa yang akan kau tunggu dari orang yang berduka? Gadis malang itu hanya menatap linglung. Antara sedih dan bingung dengan kelanjutan hidupnya, satu-satu keluarga yang menyambung kehidupannya hanya kakaknya seorang.

            “Valerin Darly Kinaru, itu nama kakakku. Aku mengenal kakakku dengan baik, biarpun dia gila. Dia tak mungkin menyerah dengan kehidupan ini,” jawab Valyria denganlirih.

            “Baiklah, Kesaksian Anda sangat dibutuhkanuntukjalanpenyelidikanini.”

            Iris violet itu menatap kosong seorang pria dengan kemeja hitam rapi yang menjadi lawan bicaranya itu. Pendengarannyaseakantulisesaatsemuaitukarenaiataklagimemilikikonsentrasiakibatduka. Valyria menatapkosong Si Priasampaisetelahitudiaberteriak. “Aku tahu! dia tak mungkin bunuh diri. Seseorang pasti sudah melakukannya!” bentak Valyria seketikamembuat Sang Polisiterdiam.

            “Begitulah kondisinya, patah tulang servikal dan kehilangan darah namun yang mengganjal disini, kaki kanan yang putus.”

            “Begitu ya?”Kedua iris matanya menatap kosong, sambil meremat kedua tangannya.

Gadis yang tengah berduka itu, malah disibukkan oleh berbagai pertanyaan dari polisi dan administrasi dari Rumah Sakit yang harus dibayarnya. Gadis yang baru saja memasuki studi lanjutannya diperkuliahan itu, harus merelakan uang tabungan yang ia simpan selama ini untuk melunasi semua pengobatan sang kakak selama berada tiga tahun dalam perawatan kejiwaan.

            Benar, kakaknya menderita depresi, delusi dan halusinasi yang berat. Pria itu pada awalnya merupakan sosok ibu, ayah dan kakak baginya. Pria dengan tatapan teduh, penyabar dan lembut. Kakaknya yang jenius, usai lulus perkuliahan langsung diterima bekerja pada salah satu Rumah Sakit di London. Kemudian kembali dengan gelagat yang aneh. Dia sering mabuk, mengkonsumsi obat tidur berlebihandan lebih kasar. Puncaknya ketika Priaitujadilebihpendiamdaribiasanya.

            “Tuhanaku Lelah,” ujar Valyria saatsampaikekamar kos sederhananya. SaatPetangiabarusampaikekediamansederhanaini sambil melemparkan tubuhnya pada sebuah ranjang lusuh itu.

            Bruk. Bunyi koper hitam yang jatuh kelantai karena tak disandarkan dengan elok, sepasang iris violetnya hanya melirik. Melihat koper berisi barang-barang kakaknya, kebanyakan isinya hanya pakaian.

            Koper butut itu pun terbuka karena terjatuh, beberapa pakaian itu keluar dari ujung koper yang terbuka. Salah satunya sebuah buku bersampul hitam yang menyembul diantara pakaian itu.

            “Hm?” sebelah alisnya menaik, buku itu menarik perhatiannya. Dia pun melangkah dengan kaki kecil yang kurus. Berjalan dengan pelan, kemudian berjongkok untuk memungut buku bersampul hitam itu. Saat membuka halaman buku itu, beberapa amplop surat lolos dari sana. Jatuh berserakan dilantai kayu yang reot itu.

            Tangan lentik dengan kulit putih pucat itu memungut salah satu amplop tanpa tanggal dan tempat pengiriman. “Dijaman seperti ini masih ada yang mau menggunakan surat ya?” Valyria berkata seorang diri, kala melihat surat yang dilipat dengan cap surat bermotif bunga mawar itu. Kertasnya pun tampak kuno, terlihat dari warnanya yang kusam.

            “Dear Earl Grayii,

            You life is not getting longer, Your Venture. another person will replacing you. Just be ready(Hidupmu tak berlangsung lama, usaha yang kau miliki. Orang lain akan menggantikanmu. Hanya bersiap saja)

                                                                                                             Prince of CraveRose”

           

            Gadis itu memengangi secarik kertas, dia sempat mendecih. Dikiranya itu hanyalah surat yang sengaja dibuat Sang Kakak yang sedang berhalusinasi. Barangkali berhalusinasi dengan teman imajinasina, namun dia mendapati amplop surat lainnya. Kali ini amplop dengan cap bunga berkelopak putih, berputik kuning. Jemari-jemari kecil itu membukanya dengan pelan.

            “Dear  Frederitch,

            When i lose my self, revenge... She’s was little girl with bigger heart. That’s sound so fine. Isn’t it?(Ketika aku kehilangan diriku, balas dendam... dia gadis kecil dengan hati yang besar. Terdengar menarik. Bukan?)

                                                                                                                        Earl Grayii”

            “Dear Earl Grayii,

            Sudah dengar mengenai bukuclandestine? Datanglah undangan pesta lusa dikediamanku.

                                                                                                            Prince of Craverose

            “Dear  Frederitch,

            Aku datang dengan mengharapkan harta, kekuasaan dan kebahagiaan. Tapi dia akan datang dengan niat bertarung... Aku rindu Lemon Meringue Piebuatanmu. Semoga kau menghidangkannya.

                                                                                                                        Earl Grayii”

            Kedua matanya membaca setiap secarik kertas. Tampaknya dua orang ini saling bertukar surat dengan akrab. “Earl? Prince? Aku tak mengerti... apakah kakak berhalusinasi separah ini, YaTuhan.” Gadis itu meremat secarik kertas itu. “Kenapa Kak? Kenapa Kak Darly.” Suaranya terucap dengan lirih. Sudah tak terbendung lagi, kepedihan dan kenyataan yang harus ditelan oleh seorang gadis muda ini. 

Dia kembali menguatkan hati untuk membuka buku bersampul hitam ini. Sebuah buku dengan tulisan tangan sang kakak, dia sangat mengenalinya. Bergetarlah tangan lentik itu untuk membuka halaman lain dari buku harian ini. Sepanjang yang ia baca hanyalah tulisan agenda kegiatan keseharian sang kakak semasa hidupnya, sebelum bekerja dan masih diyakini sebagai mahasiswa. Itu dilihat dari setiap jadwal belajar yang ada disana.

            Tetes demi tetes air matanya turun menjatuhi kertas didalam buku yang ia baca, betapa dia sangat merindukan sosok kakaknya. Mungkin akibat kelelahan menangis, dia pun tertidur dengan posisi asal diatas ranjang kasur buruk itu.

            Tok...tok...tok

Suara ketukan pintu terdengar nyaris keseluruh rumah kontrakan sederhananya ini. “Engh, siapa?”

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 07 : Unjuk Bakat

    Kedua mata violet berkedip-kedip lucu, wajah penasaran dengan bibir ranum yang terbuka. Dia masih tak percaya. “Woah~Paris! Paris!” jerit Valyria takjub.Valyria baru sampai di Paris. Seharusnya mereka menuju Amsterdam hari ini namun Tarra meminta untuk menenangkan diri di Paris terlebih dahulu, jadi disini mereka sekarang menghantarkan Tarra ke kediaman kerabatnya yang ada di Paris. Kemudian siangnya, Valyria bersama tantenya Tarra itu akan menuju ke Amsterdam. “Untung saja ini liburan semester, jadi tante bisa membawa kalian berdua," ujar sang tante sambil menggendong anaknya, Bobby yang tampak masih mengantuk itu.“Iya Tante, Tarra titip Valyria ya. Good luck, Valyria.”Gadis yang mengenakan jilbab cokelat muda itu tersenyum sekenanya, dia masih tampak lesu dengan dukanya. Valyria memeluk dirinya itu. Ia tersenyum melihat Valyria yang tersenyum sumringah."Aku berangkat dulu ya Tarra!” Valyria berseru, baru kali ini dia tersenyum amat manis bahkan bersemangat pula. Valyria memakl

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 06 : Hidup Punya Kisah Sendiri (Done)

    Sebenarnya, ini pertama kalinya Valyria bertemu keluarga besar Tarra. Selama ini jika Valyria berkunjung ke rumah Tarra, dia hanya bertemu ayah dan ibunya. Maka dari itu Valyria menjadi canggung .“N-namaku Valyria Soga Kinaru, tante Tasya,” ucap Valyria yang menuruni tangga dari lantai dua kamar Tarra. ''Namamu cantik begitu juga orangnya, apa kamu Bule Nak?'' tanya Tante.Valyria hanya terkekeh nanar. Wajahnya ini sering disangka ‘bule’ oleh orang kebanyakan. Apalagi kedua iris mata violetnya. “Tidak juga, Ibu memang orang Indonesia kalau Ayah, kata kakakku Ayah berasal dari Belanda, Valyria juga tak terlalu tahu soal itu.'' Valyria menjawab sebisanya dengan senyum nanar itu.“Oh pantas aja, sama dong, Bobby juga campuran Belanda, Ayo sapa Kak Valyria Bobby,'' suruh Tante pada Bocah itu.Bocah itu malu-malu menatap Valyria. “H-halo. Namaku Bobby balu ti-tiga tahun.” “Oh iya, Tarra sempat mengatakan padaku soal temannya yang jenius dalam seni. Apakah itu kamu Valyria? Mengingat, Ta

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 05 : Ragamu dan Jiwaku

    “Ya Tuhan, aku tak sanggup semua ini benar-benar menjijikkan," ujar Valyria sambil menghela napas. Setelah itu Valyria berjalan melalui koridor gedung universitasnya. Dia berjalan dengan tenang dengan raut wajah yang tenang pula, biarpun kepalanya terasa pening akibat kurang tidur. Sepasang mata Violet Valyria melihat Tarra yang berlari dengan secarik kertas yang dibawanya.Gadis berjilbab merah muda itu tersenyum sumringan. “Ini lihat! Pelelangan lukisan. Kau ratunya urusan ini, ayo ikut.” Tarra berucap dengan antusias sembari memperlihatkan secarik kertas berisi brosur pelelangan lukisan. “A-Amsterdam? Kau Gila Tarra, ini jauh sekali dan aku tak punya ongkos untuk ke sana,” ucap Valyria dengan kedua matanya melotot, nyaris melongo tak percaya.“Ah sudahlah, masalah itu urusanku karena kebetulan acara ini Tante Tasya salah satu staff penyelenggara, ini kesempatan baik untukmu Valyria, " ucap Tarra senyum dengan ceria, dia menggegam tangan sahabatnya itu. Tarra teman terbaik yang Val

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 04: Pecahan Misteri

    Tok...tok...tokSuara ketukan pintu terdengar nyaris keseluruh rumah kontrakan sederhananya ini. “Engh, siapa?” sayup-sayup Gadis itu melenguh, meregangkan tubuhnya. Mengucek-ucek matanya yang masih kantuk, ketika sadar hari sudah malam. Tampak dari jendela yang lupa ditutupnya itu.“Hoam~ aku ketiduran ya? tadi rasanya masih sore.” Gadis itu bermonolog sendiri. Melirik jam dinding bututnya yang menunjukkan pukul delapan malam. Dia mengaku masih lelah.Tok … tok … Kembali suara ketukan itu terdengar, dengan langkah gontai. Dia pun berjalan untuk membukakan pintu. Didapatkan, seorang pria mengenakan setelan jas rapi tampak sudah berumur namun memiliki postur tubuh yang tegap. “Apakah Anda Nona Valyria Soga Kinaru?” Gadis itu, Valyria mengangguk. “Benar, Siapa Anda?” “Saya dari lembaga Asuransi, memberikan beberapa santunan asuransi kematian dari Tuan Kinaru, dan juga ... Tuan Kinaru pernah menitipkan kunci ini untuk diberikan kepada Nona.” Pria it

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 03: Kabar Kematiannya

    Kabar mengenai kematian kakak laki-lakinya itu baru ia terima pagi ini, tepat pada pukul tujuh pagi. Dari sebuah ponsel genggam yang dipegangnya, dia hanya bisa bergetar dengan kedua mata membelalak namun air mata dari pelupuk matanya hampir jatuh. Mengairi, wajah manis yang sembab. Namanya Valyria Soga Kinaru, baru berusia dua puluhtahun. Kini setelah jadisebatang kara kemudian harus kehilangan sosok penyokong kehidupan utamanya, Sang Kakak. “Baik, saya akan kesana. Saya akan membawa kakak saya untuk segera dimakamkan serta mengambil barang-barangnya.” Valyria berucapsembarimengakhiritelepon. Keduamatavioletnyajadikosongmenatapkehampaan. Tubuhnya langsung lemas, berpegang pada nakas meja yang ada disampingnya. Terisaklah dia dengan seluruh kepedihannya. Mengutuk takdir yang kejam, setelah kedua orang tua yang meninggal saat dia masih begitu kecil. Kini kakak laki-lakinya, yang tercinta. Tulang punggung keluarga, penyanggah hidup sebagai satu-satunya keluarga y

  • Transmigrasi Tuan Muda Palsu yang Malang   Chapter 02: Sebab Kegilaannya

    “Tuan, terimakasih atas makanannya!” “Hm~ tentu saja, nanti akan yang banyak dan tersenyumlah.” Pria muda itu baru membagikan roti-roti hangat yang baru ia beli, berdiri ditengah kerumunan tawa dan canda anak-anak yang terlantar disebuah wilayah kumuh pada ujung kota pusat disebuah negara kerajaan yang megah. Nasib yang tak berpihak kepada anak-anak kumuh itu membuatnya menghibur anak-anak ini.“Ayo, aku punya sebuah permainan kalau kalian bisa menjawab kuis ini, aku akan memberi ini secara Cuma-Cuma,” ucap Pemuda itu mengeluarkan sekantung permen dari saku mantelnya. “Wah permen!” sorak anak-anak yang menginginkan permen yang dipegang Pria itu. Pria Bangsawan Muda itu. Ia tersenyum suka cita dan memulai permainannya. “Kalau begitu jika kalian memiliki tiga belas apel jika aku minta tiga apel dari kalian. Kira-kira kalian masih memiliki berapa apel ya?” tanya Pria itu. “Tiga puluh, Tuan,” jawab asal seorang anak, dikala sem

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status