Share

Pekerjaan Baru

"Kau yang membuat semua ini?" Willy tampak terkejut dengan banyaknya hidangan makanan di meja makan. Ia sempat meragukan makanan tersebut karena dibuat oleh orang asing, bukan oleh sang pembantu seperti biasanya.

"Iya, Pak. Mungkin ini sebagai bentuk terima kasihku, lagipula asisten rumah tangga di sini sedang sakit, bukan? Jadi biarkan saja aku yang menggantikannya," jawab Jeasy masih setia berdiri di samping meja.

Willy bergeming sejenak. "Kau lupa?"

"L-lupa? Tentang apa?"

Pria itu mendengkus, lalu berkata, "Panggil aku nama saja."

Jeasy menunduk, ia benar-benar lupa. "Maaf, Pak. Tapi ... dengan menyebut nama saja kurasa itu tidak sopan."

"Dengar, ini rumahku. Maka aku berhak mengatur semuanya, termasuk kau harus memanggilku seperti apa. Mengerti?" Willy berucap tegas, ia kemudian mengancingkan jas di tubuhnya. "Cepat bangunkan Cassie, aku ingin sarapan bersamanya."

"Baik."

Jeasy bergegas menuju kamar Cassie, gadis kecil itu tampak masih tertidur pulas dengan boneka beruang di pelukannya. "Cassie, bangun, yuk. Aunty sudah siapin makanan untuk sarapanmu pagi ini."

Tubuh mungil itu menggeliat, matanya terbuka perlahan dan langsung tersenyum kala mendapat sambutan wajah Jeasy. "Selamat pagi, Aunty."

"Pagi, Sayang."

"Boleh aku katakan sesuatu?" tanya anak itu masih dengan posisinya yang telentang.

"Apa itu?"

"Aku ingin melihat wajah Aunty di setiap aku bangun tidur. Apa Aunty bisa melakukannya?" Dengan polos Cassie berharap demikian.

Wanita di depan anak itu bergeming sejenak. Ia tidak tahu pasti akan sampai kapan dirinya berada di sini. "Selagi Aunty bisa, Aunty akan melakukannya," jawab Jeasy tersenyum simpul.

"Aku sayang Aunty."

"Aunty pun. Sudah, sekarang Cassie harus mandi dulu, karena Daddy sudah menunggu di meja makan."

Mereka berdua menuju kamar mandi, tentu saja karena Cassie ingin Jeasy memandikannya. Tanpa mereka sadari, sedari tadi seseorang tengah memperhatikan keduanya dari balik pintu. Hati Willy seketika tersentuh melihat Jeasy dan putrinya semakin dekat.

"Sepertinya ... Cassie membutuhkan sosok ibu."

¤¤¤¤¤

Sepanjang hari ini Jeasy terus pergi menemani Cassie dengan berbagai kesibukannya. Seperti les balet, bermain di taman hiburan, kursus melukis, dan berbelanja mainan. Anak umur enam tahun itu memang sangat aktif, Jeasy mampu melihat titik kesuksesan dari anak yang pasti nantinya tumbuh menjadi wanita yang sangat cantik.

"Aunty, aku ingin bertemu Daddy." Di tengah perjalanan menuju rumah, Cassie merengek.

"Sayang, jam segini Daddy masih kerja, dia pasti sedang sibuk. Lagipula kau juga harus istirahat, hari ini pasti melelahkan, bukan?" jelas Jeasy mencoba membuat Cassie mengerti.

"No! Aku tidak lelah, Aunty. Pokoknya aku ingin ketemu Daddy, dia harus melihat karya lukisku dengan nilai paling tinggi ini," sarkas Cassie tampak murung. "Daddy selalu saja melewatkan untuk melihat hasil lukisanku, semakin hari dia jarang menilai karyaku, Aunty."

Jeasy terdiam, tidak mungkin Willy seperti itu. Jelas-jelas dari yang ia lihat beberapa hari ini, pria tersebut sangat lebih mementingkan putrinya. Ini pasti hanya akal-akalan Cassie saja, itulah yang Jeasy pikirkan. "Ya sudah, kita ke kantor Daddy sekarang."

"Hore. Thanks, Aunty."

Mobil yang dikemudikan sang supir pun berputar balik menuju jalan yang berbeda. Gadis kecil itu terlihat sangat senang, ia tarus menatap karya lukisnya dengan mata berbinar. Jeasy sendiri mengakui, lukisan tersebut memang sudah termasuk bagus walaupun dibuat oleh anak seumuran Cassie.

Tak terasa mobil mereka sudah sampai di depan gedung yang bertuliskan 'Teryon Group Company'. Jeasy merasa tidak asing dengan nama kantor tersebut, tapi di mana ia pernah mendengarnya? Tak mau memikirkan lebih jauh lagi, wanita itu berniat mengajak Cassie untuk segera turun. Akan tetapi, anak itu malah terlelap dengan memeluk hasil karya lukisnya. Jeasy tidak tega jika Cassie harus terbangun, dia pasti lelah.

"Apa aku beritahu Willy saja kalau Cassie ada di kantornya?" monolog Jeasy, "ah, tidak. Aku pasti tidak diperbolehkan masuk ke ruangannya."

Pikiran Jeasy buyar kala seseorang tiba-tiba mengetuk jendela mobil pelan. "Zio?" serunya seraya membuka pintu mobil.

"Jeasy? Sedang apa kau di sini? Apa di rumah ada masalah?" Zio memberondong.

Jeasy menggeleng cepat. "Tidak. Cassie yang memintaku ke sini, dia ingin bertemu Willy. Tapi setelah sampai, dia malah tertidur. Aku tidak enak jika harus membangunkannya, aku juga tida mungkin masuk ke dalam kantor begitu saja."

Zio tampak mengerti, dia segera meraih ponsel di saku jasnya. "Sebentar, aku hubungi Willy dulu." Selang beberapa detik, Zio melepaskan ponselnya dari telinga pertanda telepon berakhir. "Willy bilang masuk saja, dia ada di ruangannya, di lantai tujuh belas. Ah, ya, kau juga tidak perlu membangunkan Cassie. Dia biar aku yang jaga di sini," cakap Zio.

Jeasy mengernyit. Kenapa Cassie tidak ikut, lalu untuk apa dirinya bertemu Willy jika tidak bersama Cassie? "Zio, di sini yang ingin bertemu Willy itu Cassie, bukan aku. Jadi untuk apa aku menemui Willy."

"Entahlah. Dia bilang ingin berbicara sesuatu dulu denganmu di ruangannya. Baru setelah itu Willy akan ikut turun untuk menemui Cassie."

Embusan napas terdengar pelan mengalun dari bangir Jeasy. "Baiklah."

Tak sulit untuk menemukan ruangan pria berambut halus di dagunya alias Willy. Kini Jeasy sudah sampai di depam ruangan itu. Tangannya kaku saat hendak mengetuk pintu. "Permisi ...."

"Masuk." Suara tersebut menyambar dari dalam ruangan.

Langkah Jeasy terayun pelan saat pintu sudah terbuka. Dia sedikit menundukan kepala dan berkata, "Cassie ada di bawah."

"Aku tahu. Silakan duduk dulu," balas Willy. Wanita di hadapannya menurut. "Nama lengkapmu siapa?"

Jeasy tampak mengernyit, kenapa Willy bertanya seperti itu? Untuk apa?"

"Cepat jawab," kejut Willy sedikit keras.

"Jeasy Gracorner."

"Sekarang kau diterima bekerja di perusahaan ini."

Mata wanita itu membola. "Hah? Apa?"

"Kenapa? Kau tidak mau bekerja di sini?"

Jeasy menelan saliva, bukan itu yang dia maksud. "Bukan, Will. Tapi ini terlalu mendadak. Kenapa aku bisa langsung keterima bekerja di sini? Secara aku tidak pernah melamar kerja ataupub memintamu untuk memasukanku ke kantor ini."

Willy sedikit terkekeh, dia membuka laci meja dan menyodorkan satu berkas dokumen pada Jeasy. "Lihatlah."

Gadis cantik itu membuka lembaran dokumen tersebut, membacanya dengan saksama. "Astaga! Ini, 'kan surat lamaran kerjaku untuk melamar di perusahan ini. Aku baru ingat," gumam Jeasy tampak senang.

"Ya, sekarang aku tahu. Waktu itu saat kau menyelamatkan putriku, kau sebenarnya ada jadwal interview di sini, bukan?" tanya Willy.

"Iya, benar. Pantas saja tadi saat melihat nama perusahan ini tidak asing."

Willy hanya mengangguk. "Sekarang kau sudah bisa bekerja di sini."

"Tanpa interview atau magang terlebih dulu?" Jeasy bertanya pelan.

"Tentu saja. Semua itu sudah terwakilkan dengan aksimu yang menolong Cassie."

Jeasy terlihat bahagia, dia memeluk surat lamaran kerja di tangannya. "Terima kasih banyak."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status