Share

Dianggap Kekasih?

"Ck, astaga! Kenapa ponselnya masih tidak aktif?" Wanita manis itu tampak panik, ia terus memandang benda persegi panjang dengan nyalang.

"Ada apa, Miliie? Kau terlihat gelisah." Brix bertanya.

"Ini Ayah, entah kenapa dua hari terakhir Jeasy tidak ada kabar. Bahkan ponselnya juga mati."

"Mungkin dia sedang sibuk. Kau tidak coba pergi ke rumahnya?"

Millie berakhir duduk di samping sang ayah. "Sudah, Ayah. Tapi dia tidak ada, rumahnya juga terkunci. Aku jadi khawatir."

"Kau yang tenang, Ayah yakin dia baik-baik saja. Mungkin sekarang dia lagi butuh waktu untuk sendiri."

Millie hanya mengangguk, semoga saja perkataan ayahnya memang benar. Kini dering ponsel di tangannya terdengar, wajah Millie langsung berubah senang. Namun, setelah ia lihat nama yang tertampang di sana, ternyata bukan Jeasy. 

"Maaf, Ayah. Aku angkat telepon dulu." Millie pun pergi seraya menjawab panggilan.

"Halo, Pynson. Ada apa kau meneleponku?"

"Kenapa kau bertanya seperti itu? Aku ini kekasihmu, jadi wajar saja kalau aku meneleponmu," jawab pria itu dari seberang telepon.

Millie tampak berdeham gugup. "Ah, iya, maafkan aku, Pyn."

"Oke, tidak masalah. Aku menelepon hanya ingin mengajakmu makan malam. Seminggu terakhir ini aku terlalu sibuk dengan pekerjaanku di luar kota hingga jarang mengabarimu, bahkan aku belum sempat merayakan kelulusanmu itu. Jadi, dinner ini sekaligus sebagai perayaan bagimu. Aku jemput nanti malam jam delapan."

Kepanikan Millie seketika pudar, perhatian dari kekasihnya kembali hadir. "Baiklah."

¤¤¤¤¤

Matahari sedang berada di puncaknya, siang yang cukup panas membuat Jeasy enggan untuk keluar. Dia hanya bisa bernapas lega setelah berhasil menidurkan putri kecil. Entah pekerjaannya ini akan membuatnya bahagia atau tidak.

Yang Jeasy akui hanya satu, Willy benar-benar memenuhi semua perlengkapannya di rumah itu. Pakaian, sepatu, makanan, make up, uang, semua Jeasy dapatkan dalam waktu singkat. Dia juga heran kenapa majikannya itu sampai berlebihan. Apalagi, melihat pakaian mewah yang seharusnya tidak pantas dipakai bagi pengasuh sepertinya, pelayan lain hanya diberikan seragam tapi dia malah seperti nyonya. Akan tetapi, saat Jeasy bertanya, pria itu malah mengatakan bahwa dia berbeda dari pelayan lain. Dia akan ikut ke mana pun Cassie pergi, maka dari itu penampilannya juga harus rapi.

"Kau masih di sini?" Suara itu mengejutkan Jeasy yang tengah melamun.

"Ah, iya. Maafkan aku. Aku akan kembali ke kamarku," timpal Jeasy hendak melangkah meninggalkan pemuda yang tidak ia kenal.

"Tunggu! Apa kau bilang? Kamarmu? Memangnya kau tinggal di sini?" Pria yang tengah membawa Jeasy ke rumah itu mengerutkan dahi.

"Aku bekerja di sini, sebagai pengasuhnya Cassie."

Zio sedikit terkejut, dia tidak habis pikir kalau orang asing ini akan dengan mudahnya mendapatkan tempat di rumah itu. "Oh, begitu. Perkenalkan, aku Zio. Teman sekaligus anak buah Willy."

Dengan ragu Jeasy menerima uluran tangan pria itu. "Jeasy."

"Kakimu sudah sembuh?" tanya Zio mengalihkan atensi pada betis Jeasy.

"Lumayan, sakitnya sudah berkurang."

Percakapan mereka berakhir terganggu oleh dering ponsel Zio, ternyata si bos yang menelepon. "Halo, Will. Ada apa?"

"...."

"Ah, baiklah. Kebetulan wanita itu ada di depanku sekarang." Zio menjauhkan benda persegi panjang itu dari telinga, lalu memberikannya pada Jeasy. "Willy ingin bicara padamu."

"Halo, Pak?"

"...."

"Apa? Malam ini juga? Maaf, Pak, saya tidak bisa."

"...."

"Tapi saya benar-benar tid —" Suara di seberang teleponnya menghentikan ucapan Jeasy.

"...."

"B-baiklah kalau begitu."

Panggilan pun terputus, Jeasy menyerahkan kembali ponsel tersebut pada Zio. Sementara benak wanita itu terus bergulat memikirkan apa yang akan dia lakukan nanti malam.

¤¤¤¤¤

Rambut indah tampak tergerai dengan sedikit bergelombang di bagian ujungnya, menciptakan rambut coklat gelap itu menggantung dengan cantik. Jujur saja, Jeasy saat ini sedang gugup. Pasalnya sekarang ia tengah di make over sedemikian rupa. Dari mulai wajah, rambut, pakaian, semuanya berubah. Jeasy terlihat lebih fresh dan begitu cantik dengan dress span biru selutut yang ia kenakan. Itu bukan kemauannya, melainkan perintah dari atasan. Bahkan bosnya itu sampai memanggil salah satu pegawai salon untuk merubah Jeasy di rumah, hanya untuk sekadar pergi makan malam.

Namun, kalau dipikir-pikir itu memang tidak salah, karena Willy bilang ketika di telepon kalau dinner kali ini bersama kolega bisnisnya dan dia mengajak Cassie. Maka dari itu, wajar saja Willy menyuruh Jeasy untuk berdandan rapi supaya tidak mempermalukan, karena dia akan ikut ke mana pun Cassie pergi. 

"Sudah beres," ucap pegawai salon itu. "Anda cantik sekali," lanjutnya.

Jeasy sedikit tersipu. "Terima kasih."

Tepat saat itu, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka. Menampilkan sang tuan putri dengan gaun pendek berwarna putih, gadis kecil itu terlihat cantik.

"Aunty!" serunya menghampiri Jeasy. "Yuk, kita berangkat. Daddy sudah menunggu di mobil."

Jeasy mengelus pipi Cassie singkat lalu berjalan menuntun anak itu keluar.

Setelah sampai di teras, Willy tampak sedang merapikan jas. Namun, gerakannya terhenti kala netra tajam itu menatap Jeasy. Angin malam yang menerpa rambut wanita itu seolah menambah efek romantis suasana tersebut. Menjadikan pandangan Willy terkunci begitu saja tanpa berkedip. 

"Pak? A-ayo jalan," beo Jeasy membuat Willy terperanjat dan langsung memutar rotasi matanya.

"M-mari," jawab Willy sedikit gugup.

Sang supir sudah membukakan pintu untuk kedua perempuan itu. Namun, suara Willy kembali mencegatnya saat Jeasy hendak memasuki mobil.

"Tunggu! Mulai sekarang jangan panggil aku 'Pak'. Sebut nama saja. Ingat itu," ucapnya tegas. Jeasy hanya mengangguk pelan sebagai respons.

Mereka pun akhirnya pergi membelah jalanan malam.

¤¤¤¤¤

"Silakan duduk Tuan Willy," titah pria berjas navy yang sudah duduk di meja panjang di kafe itu.

"Terima kasih, Tuan Frans. Maaf saya datang sedikit terlambat." Willy mendudukan bokong diiringi Jeasy juga Cassie yang duduk di sampingnya.

Frans tersenyum. "Tidak masalah. Saya dan istri saya juga baru datang," ucapnya seraya melirik wanita berambut pendek di dekatnya. "Omong-omong, ini siapa? Saya baru melihatnya?" Frans melirik Jeasy sekilas.

"Say —"

"Dia kekasih saya. Hubungan kami memang belum terlalu lama," sergah Willy memotong ucapan Jeasy.

"Oh, begitu rupanya. Selamat! Kau dan Cassie tidak akan kesepian lagi sekarang. Kusarankan percepatlah ke jenjang yang lebih serius," timpal Frans sedikit terkekeh.

Mata belo gadis yang sedang dibicarakan itu membulat, dia sangat terkejut dengan pengakuan Willy. Sejak kapan mereka menjalin hubungan? Akan tetapi, Jeasy tidak punya nyali untuk menentang ucapan sang majikan.

Sementara Cassie, dia juga tercengang. Senyuman lebarnya sangat jelas tercetak. "Daddy? Kau ser —"

"Sayang, kau sudah lapar, bukan?" pungkas Willy menghentikan suara Cassie. "Kalau begitu, kita mulai saja acara makan malamnya. Nanti setelah ini kita lanjut membahas soal bisnis." Willy menyunggingkan senyum pada Frans dan kolega bisnisnya itu hanya mengangguk setuju. 

Beberapa menit mereka sibuk menyatap hidangan, tetapi suara kecil terdengar membuyarkan keheningan.

"Daddy, aku boleh minta tambahan seafood-nya?" tanya Cassie dengan suara lucu.

 

"Tentu saja. Biar Daddy yang pesankan." Willy akhirnya bangkit menuju bar memesan coklat.

Sementara Jeasy, dia juga ikut berdiri bermaksud ke toilet. "Maaf, saya izin ke toilet dulu," ucapnya yang diangguki oleh Frans dan sang istri.

 

¤¤¤¤¤

"Aku sangat senang bisa melepas rindu denganmu," aku Millie di sela kunyahannya.

Pynson menampilkan senyuman andalan seraya mengelus tangan wanitanya. "Aku jauh lebih senang, karena akhirnya aku bisa berjumpa denganmu lagi."

"Terima kasih, Sayang. Kau sudah menyiapkan dinner seromantis ini."

Gerakan birai Pynson yang hendak menanggapi kekasihnya itu malah kembali mengatup. Suasana romantis tersebut teganggu oleh deringan ponsel yang tergeletak di hadapan Pynson.

"Sebentar, Sayang. Aku angkat telepon dulu," imbuh Pynson meminta izin. Millie hanya mengangguk singkat.

Lelaki itu menjauhkan diri seraya menekan tombol hijau berlogo telepon itu. Sementara Millie malah memilih menyempatkan waktu pergi ke toilet. 

"Bagaimana? Aku harap kabar yang kau berikan tidaklah buruk."

"Maaf, Tuan. Kami masih belum bisa menemukan anak itu."

"Sialan! Mengurus satu bocah saja tidak becus!"

"Kami sudah katakan Tuan, kalau anak itu diselamatkan oleh seorang wanita."

"Omong kosong! Jam sepuluh malam saya temui kalian di tempat biasa. Ingat, jangan coba-coba menghindar." Pynson memutus sambungan telepon begitu saja.

"Hello, Mr. Pynson."

Suara itu tiba-tiba mengejutkan Pynson yang masih berkutat dengan ponselnya. Ia menolehkan wajah perlahan. Begitu tahu siapa yang menyapanya, dia langsung menelan saliva dengan peluh yang seketika hadir di pelipisnya.

"Mr. Willy? K-kau di sini?" Pynson tampak terkejut.

"Ya, aku sedang makan malam. Bagaimana kabarkmu, Kawan? Sudah lama tidak berjumpa," oceh Willy seraya memeluk singkat pria di depannya.

"S-saya baik."

"Kalau baik, kenapa kau gugup seperti itu? Keringat dingin juga terlihat di wajahmu. Ada apa, Pyn? Kau sakit?" Willy menangkap semua kegelisahan pada diri Pynson.

Sontak Pynson langsung mengelap peluh di dahinya. "Ah, tidak. Ini hanya keringat biasa."

Di sisi lain, kedua wanita yang saling merindukan akhirnya kembali dipertemukan. Saat Jeasy hendak memutar kenop pintu toilet bermaksud masuk, tangannya malah bertumpu dengan tangan lain.

"Millie?" seru Jeasy terkejut saat tangan itu merupakan tangan sahabatnya.

"Jeasy? Astaga! Kau ke mana saja?" Gadis itu langsung memeluk Jeasy dengan erat. "Apa kau tahu? Aku sangat mengkhawatirkanmu. Kenapa kau tidak pernah lagi mengabariku?"

"Maafkan aku, Mill. Ponselku hilang."

"Waw!" Millie tidak menanggapi ucapan Jeasy, dia malah terpana dengan penampilan sahabatnya. "Sejak kapan kau mau berdandan secantik ini? Bukannya kau termasuk orang yang tidak terlalu memikirkan penampilan? Tapi baguslah, kau cantik sekali jika seperti ini."

"Ah, kau jangan berlebihan."

"Eh, kenapa kita malah ngobrol di depan toilet?" Tawa mereka pun pecah.

¤¤¤¤¤

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status