—02—
Empat tahun kemudian.
Sebuah mobil sport putih berhenti di sebuah gedung pencakar langit dengan papan reklame bertuliskan Mose Entertain.
Sepasang kaki bersepatu pantofel mengkilap, turun dari mobil keluaran terbaru dari ferrari tersebut.
Kaki itu melangkah memasuki gedung mengkilap yang terlihat begitu tinggi menjulang ke langit dengan sangat angkuh.
Beberapa karyawan di gedung tersebut menyapanya dengan ramah. Dan pria itu menanggapinya dengan senyuman yang membuat ketampanannya semakin bertambah.
Dipadukan dengan setelan jas melekat sempurna di tubuhnya yang diyakini begitu indah dan sangat disayangkan untuk tak dipandang.
Pria yang berjalan dengan tegap itu menyunggingkan senyuman di balik rahang tegas yang ditutupi bulu halus terawat dan tertata rapi mempertegas rahang, seolah menambahkan kesan seksi dari raut wajah yang begitu sempurna dan layak jika dijajarkan dengan Dewa yunani yang tak dapat diragukan lagi akan ketampanannya.
Ditambah dengan kharisma dan ketegasannya dalam memimpin perusahaan. Membuat ia begitu sempurna untuk dijadikan pendamping hidup. Diusianya yang terbilang begitu muda diantara pesaing bisnis entertain di Manhattan.
Belum lagi dengan banyaknya model dan artis yang bergabung dibawah naungan perusahaan yang dipimpin olehnya selama empat tahun terakhir.
Hingga usahanya terbilang naik begitu pesat. Menyaingi perusahaan lain yang berdiri di bidang yang sama dan telah lebih dulu bergelut didunia bisnis tersebut.
Dengan segala kesempurnaan yang berada dalam genggamannya itu... Seseorang sepertinya bisa dengan mudah memilih siapa saja untuk dijadikan pendampingnya.
Bahkan, hanya dengan menjentikkan jarinya saja ia pasti bisa mendapatkan wanita manapun untuk menghangat ranjangnya.
Namun ..., tidak dilakukannya! setelah semalam ia dikabarkan kembali berganti gandengan yang dikira seluruh media memiliki hubungan khusus dengan salah satu calon model yang hendak masuk ke dalam agency-nya.
Sayangnya ... sebuah berita hanya menjadi santapan para penggemarnya yang begitu mengagumi sosoknya.
Dia selalu tampak sempurna dan begitu ramah kepada semua orang, baik itu di media secara langsung ataupun di balik kamera paparazzi.
Dan tanpa ada tahu apa yang dilakukannya kepada wanita yang berada di sampingnya akan selalu menjadi mangsa patah hati olehnya.
Pria itu disebut sebagai the lady killer, bagi yang sudah pernah mencoba memasuki kehidupan pribadinya lebih dalam.
Pria itu tak lain adalah ... Dave Mose Williams.
Ia menduduki kursi kebesarannya di ruangan yang begitu luas dengan seluruh interior yang telah didesain senyaman mungkin.
Terlihat dari sofa putih panjang dipadukan dengan meja bening berbentuk persegi panjang yang berada di sisi kanan ruangannya.
Dan di sisi kirinya terdapat meja dan kursinya yang selalu didudukinya, dengan dinding kaca ... menampilkan pemandangan luar yang teramat indah.
Dave menyentuh layar ponselnya untuk menghubungi seseorang yang biasa melaporkan perkembangan tentang pencariannya terhadap seseorang.
Stein ..., seorang detektif sekaligus sahabat Dave selama beberapa tahun terakhir. Yang membantunya mencari seorang wanita yang membuatnya begitu menderita.
"Halo... bagaimana, Stein? Apa ada perkembangan lain?" tanya Dave saat sambungan teleponnya terjawab.
"Ya, aku sudah mengirimikan email. Apa kau tak tahu bahwa saat ini aku baru saja kembali ke Geraldton dari Sydney. Dan aku sangat mengantuk karena pengintaianku semalam," keluh suara serak khas orang yang baru terbangun.
"Maaf ... kurasa lebih cepat jika mendengarnya langsung darimu. Bisa kau katakan saja? Banyak email yang masuk karena berita murahan yang tersebar dalam semalam," rutuk Dave.
Sorot mata tajamnya begitu serius menatap layar laptop-nya demi mencari email dari Stein.
"Hah... kenapa kau begitu menyebalkan! Tak bisakah kau seperti ayahmu -Marvin- yang begitu sabar?" keluh Stein mengelak.
"Kalau begitu mintalah Frank untuk bertukar posisi. Kau tahu, Dad hanya mempekerjakan dua pria profesional untuk memantau kegiatan anaknya. Hanya kau dan Frank yang memantauku dan Zach. Silahkan pilih ... Zach atau aku yang ingin menjadi bosmu?!" tukas Dave. MMasih sibuk menggeser benda pengendali kursor dilaptopnya.
Membuat mata Stein membulat sempurna walau dirinya masih sangat mengantuk.
"Siap Bos, Dave! Aku akan ceritakan sekarang. Jadi semalam adalah puncak pencarianku ... setelah menemukannya dan mengikutinya sampai ke sebuah rumah. Lalu keesokannya aku melihat dia mengantarkan seorang anak berusia sekitar tiga tahun ke sebuah sekolah, setelah itu dia pulang dan tak keluar sampai malam tiba, seorang pria datang ... sepertinya baru pulang kerja. Lalu—"
"Enough," sela Dave.
Dia menjauhkan ponsel dari telinganya. Saat melihat isi email yang dikirimkan Stein beserta gambar sebagai bukti apa yang dikatakan Stein barusan benar adanya.
Dan hal yang membuatnya penasaran adalah foto seorang pria yang terlihat kurang jelas karena penerangan yang begitu minim, dan gambar pria membelakangi kamera Stein membuatnya sulit untuk menebak siapa pria yang dimaksud oleh Stein.
"Bos, ada apa? Tolong jangan katakan pada ayahmu untuk memindahkan tugasku dengan Frank. Aku bisa mati tersiksa jika harus mengintai kakakmu -Zach-," pinta Stein diujung sambungan teleponnya.
"Stein ... siapkan kedatanganku ke Sydney. Tolong rahasiakan kedatanganku dari siapapun, termasuk ayahku. Dan ..., aku ingin seluruh beritaku semalam dihentikan sekarang juga!" Perintah Dave.
Jari telunjuknya menekan mouse untuk memperbesar foto yang diambil oleh Stein... memperlihatkan saluran televisi yang sedang dilihat oleh wanita pujaannya.
"Oh ..., c'mon Dave! Jangan kejam terhadapku. Aku baru tidur satu jam. Apa kau pikir meng-hack saluran tele—"
"Aku percaya akan kemampuanmu, Stein. Tolong ..., jangan kecewakan aku. Aku akan bersiap ke sana. Sampai jumpa!" tukas Dave mengakhiri panggilan teleponnya.
Dia mengambil jas yang tersampir di kursinya, bergegas keluar dari gedung pencakar langit miliknya. Membatalkan semua jadwalnya hari ini dengan siapapun.
Karena baginya... menemui wanita yang telah lama dicarinya adalah sebuah kesempatan yang tak bisa dilewatkan.
Tidak ... ini tak mungkin! Dia tak mungkin bersama pria itu... ini tak adil dan tak diperbolehkan untuk mereka bersama dan memiliki seorang anak, batin Dave gelisah.
Ia memasuki mobil putihnya dan melesat begitu kencang. Mengabaikan semua panggilan yang tak terdengar sama sekali, karena pikirannya berada di Sydney.
Sial! Apa aku terlalu lama menemukannya? Tidak! Dia pasti sengaja bersembunyi.Ya! Namun kali ini kau tak akan bisa bersembunyi dariku lagi. Dave membatin dengan segudang pertanyaan yang menumpuk di dalam benaknya.
Aku akan merebutmu, sekalipun kau telah bersama orang lain. Tak akan kubiarkan kau dimiliki yang lain..., tekad Dave dalam hati.
"Tunggu aku, Cla ... kau tak akan bisa bersembunyi lagi setelah aku muncul di hadapanmu. Dan saat itu tiba ... kau akan kujadikan tawananku. Kau tak akan bisa menjauh dariku lagi, Cla. Tidak akan!" Sumpah Dave.
***
Sydney
21.30Sydney adalah kota terbesar di Australia, dan ibu kota negara bagian New South Wales. Sydney memiliki populasi wilayah metropolitan berkisar 4.34 juta jiwa, dan luas 12.000 kilometer persegi. Penduduknya disebut Sydneysiders.
Tempat persembunyian Clara selama empat tahun terakhir. Kota besar yang cukup berpengaruh di dunia itu, diyakini Clara akan menyulitkan seorang Dave untuk menemukannya.
The Rocks adalah sebuah pinggiran kota terdalam, distrik wisata dan daerah bersejarah Sydney, di negara bagian New South Wales, Australia. Kota ini terletak di tepi selatan Sydney Harbour, di barat laut distrik bisnis pusat Sydney.
Clara meyakini tempat tersebut, tak akan terpikirkan oleh Dave, bahwa dirinya tinggal di sebuah pedalaman.
Didalam sebuah rumah minimalis dengan keadaan yang sudah hening—karena hari yang telah larut.
Hanya sebuah lampu di ruang televisi yang sedang menyala, mengisi rumah tersebut. Disisi kanan ruang televisi, terdapat sebuah kolam kecil dan perapian agar memudahkan udara segar masuk.
Ditambah dengan pemandangan kota yang cukup untuk membuatnya sedikit tenang menjalani hidupnya.
Namun ... Ruangan yang cukup terbuka itu tak pernah dipikirkan oleh Clara, bahwa dirinya tengah diintai oleh seseorang.
Suara mobil yang masuk ke garasi terdengar, lalu bunyi pintu yang dibuka menyusul. Hingga suara langkah seseorang mendekat dan berhenti tepat di belakang seorang wanita.
Clara menyaksikan sebuah berita international seorang bisnisman muda yang dikabarkan bersama dengan wanita lain, setelah satu minggu sebelunnya pria tersebut dikabarkan dekat dengan wanita yang berbeda.
Layar televisi yang sedang menyala itu ..., tiba-tiba mati karena seseorang yang baru saja tiba, menekan tombol power dari remote yang ada di atas meja.
Clara yang sedang memantau berita tersebut ..., tahu siapa pelaku yang selalu mematikan siaran berita yang selalu ia tonton.
Ia mendengus kesal sambil berdiri dan menatap tajam pria yang juga menatapnya sambil menggelengkan kepalanya.
"Sampai kapan kau hanya akan melihatnya dari balik televisi ini?" tanya pria yang baru saja pulang itu.
Keadaannya masih lengkap dengan jas dan dasi yang menempel di tubuh atletisnya yang terawat dengan baik.
"Aku ingin tidur ... Aku lelah. Besok jangan pulang terlalu larut. Mom mulai merengek memintaku kembali ke Manhattan," ujar Clara.
Mengabaikan keluhan menyebalkan yang selalu ia dengar setiap ia menonton berita tadi.
"Kalau begitu kembalilah," jawab pria berahang tegas tersebut.
Setelah membuka jas dan dasinya, sambil menggulung lengan kemejanya hingga ke siku. Clara menatap sosok pria tampan yang berdiri di hadapannya itu.
"Kau tahu jawabannya! Sama sepertimu yang tak mau pindah dari Sydney," ujar Clara.
"Well ... terserah kau saja, Cla. Aku yakin seberapa jauh kau menghindar. Dia akan tetap menemukanmu ... dan saat itu terjadi, aku akan melakukan apapun untuk membuat sifat keras kepalamu melunak!" tukas pria itu.
Sambil membawa jas ke atas bahunya. Lalu berbalik menuju lantai atas.
Clara menoleh ... Menatap punggung tegap pria tersebut.
Kau tak tahu, alasanku tak ingin kembali. Karena semua telah berubah. Aku dan dia telah berbeda, dan mungkin dia telah melupakan janji itu . Clara menggumam dalam hati.
Berspekulasi bahwa pria yang ia cintai telah melupakannya dan memiliki banyak wanita untuk menggantikannya.
Clara berjalan gontai menuju kamar. Pikirannya yang kalut membuat ia mudah pesimis dengan semua berita yang selalu diikuti perkembangannya.
Ia membaringkan tubuh lelahnya ke atas ranjang, dan mencoba memejamkan matanya—walau terasa sulit.
Aku hanya bisa turut bahagia, saat melihatmu tersenyum dengan wanita-wanita itu. Semoga kau mendapatkan yang terbaik Dave—My Mousie, batin Clara.
**
Clara memekik terkejut saat mendengar nama pria yang memperkenalkan dirinya dengan cara menyeramkan itu menerobos masuk melewatinya dengan mudah.Clara menoleh dengan tatapan menyelidik walau terdapat secuil rasa takut dari aura pria yang terasa telah membunuh banyak orang."Who are you?!"tukas Clara berusaha terlihat berani. Walau dalam hatinya merutuki Leonard yang pergi entah kemana.Bukannyamenjawab,pria itu melangkah menghampiri Clara dan berhenti di hadapannya."Apa kau tak mendengar perkenalanku tadi?Aku Bastian Fer—argh!"pekik pria bernama Bastian, memegangimiliknyayangterkena tendangan lutut Clara.Bastian hendak meraih tangan Clara tetapi wanita itu lebih dulu meraih tangannya dan menarik, menambahkan pukulan pada perutnya.Bastian me
Dave menapakkan kakinya di kediaman seorang petinggi mafia yang diduga sebagai bos Diego. Kedatangannya sudah diketahui orang itu hingga saat ia tiba di bandara, Dave sudah mendapat jemputan menggunakan helikopter dan berhenti tepat dihelipadrumah mafia tersebut. Seolah diperlakukan sebagai tamu spesial yang membuat Dave harus semakin waspada.Dave bersama Stein dan Frank diantarkan seorangbodyguarduntuk menemui pemimpin itu. Dengan menaiki sebuah lift agar tiba di atap tertinggi terbuka yang terdapat pria paruh baya sedang memberi makan peliharaannya di tempat terbuka. Terdapat beberapa unggas berbagai macam bentuk yang terlihat cukup besar dimasukan ke dalam kandang."Boss,Mr. Williams sudah di sini," ujarbodyguardberseragam hitam itu menyapa boss besarnya.Pria dengan setelan kemeja putih yang lengannya digulung menampilkan beberapa tato, dipadukan dengan rompi abu yang dan
Dave mendengar panggilan telepon yang tersambung pada Celine atau Shello, begitulah Frank dan Stein memanggil wanita itu dengan akrab. Setelah menunggu selama beberapa menit, kini ia harus menerima kenyataan dan benar akan pemikirannya.Pria yang membantu petinggi mafia dari Diego adalah Leonard Dowson yang tak lain adalah suami dari Shello. Dave sempat memaki dan menghujat Shello untuk mengembalikan Clara sesegera mungkin. Akan tetapi setelah mendengar penjelasan Shello yang mengatakan bahwa suaminya terpaksa melakukan itu karena putrinya yang juga menjadi sandera dan sebagai bayarannya, Leonard harus melakukan tiga kali penculikan.Tentu saja, Shello sudah menyusun rencana untuk menyelamatkan keduanya. Bahkan klan Dowson dan Wilfred serta klan Walz yang turut ikut membantu sudah siap menjalankan misi yang dipimpin oleh Shello dan ayahnya—Marshello.Dave hanya diminta untuk mempercayakan semua pada apa yang sudah diatur oleh wanita yang pan
Stein menutup panggilan Dave saat bos kecilnya mengatakan hal yang begitu mencurigakan. Tak biasanya Dave menghubunginya hanya untuk berpamitan dan memintanya untuk tidak mengganggu acaranya. Selama ini baik Stein atau pun Frank selalu profesional melakukan tugas memantau kedua putra Marvin Williams tanpa mengganggu kesibukan mereka."Oh,came on,boss. Kau membuang ponsel modifikasiku ke jalan?!" keluh Stein saat melihat dari layar laptopnya melalui kaca spion mobil Dave yang dipasangi kamera kecil lengkap dengan alat GPS dan penyadapnya.Sebelum mendapat telepon dari Dave. Stein sudah mengetahui bahwa bos kecilnya itu sedang berseteru di telepon. Membuat Stein mulai bersiaga dan bergegas menghubungi Frank untuk menjemputnya dan terbang ke Manhattan. Tentunya mereka memiliki izin menggunakan pesawat jet Williams Corp dalam keadaan mendesak seperti saat ini.Mereka bukan hanya pekerja yang mengurus pekerjaan kantor biasa. Semua itu hanyalah se
Dave menginjakan kaki di Metropolitan Correctional Center yakni pusat pertahanan para narapidana Manhattan, New York. Aura mengerikan terasa saat beberapa kawanan polisi yang sedang bertugas membekuk kriminal terlihat bagai pemandangan biasa yang terjadi disana.Kubikel-kubikel para petugas polisi dan detektif sibuk melakukan tugasnya masing-masing. Beberapa terlihat di satu ruangan berdinding kaca, sedang berdiskusi sambil memperhatikan lembaran-lembaran foto yang diduga Dave sebagaisuspectyang mereka curigai dalam sebuah kasus.Langkah Dave terhenti di depan pintu bertuliskan Chief Of Department, yang diantarkan seorang sersan dan dipersilakan masuk menghadap sang atasan, tentunya setelah meminta izin melalui intercom dengan laporan singkat.Dave mengangguk mengerti dan masuk lalu berjabat tangan sejenak, sampai pintu ruangan tertutup. Mereka mulai melakukan pembicaraan serius.Setengah jam berlalu setelah diskusi yang membuat banya
Wajah Dave kini terlihat memerah padam dengan remasan pada benda pipih di tangannya yang kini masih tertempel di telinganya. Rahangnya mengatup kuat dan aliran darahnya naik ke kepala hingga meluap seiring dengan ucapan dan kekehan menertawakan dirinya di ujung panggilan sana."Jangan pernah mengancamku karena kekuasaanmu yang berbau busuk! Katakan di mana Clara?! Atau aku tak akan segan untuk—""—Untuk apa,Dave?!Melaporkan perusahaanku untuk kedua kalinya?Heh!" Decihan terdengar mengejek.Sekali lagi, Dave memejamkan matanya menelan kembali ucapannya. Posisi ia saat ini tak menguntungkannya untuk meladeni seorang bajingan licik yang berani menculik Clara darinya."Kau tak akan berani menyentuhku lagi,jikaClaramu tak ingin disentuh.Kau tak akan mudah menemukannya,karena kau berurusan de