Seharian Daisha dibuat frustasi oleh James. Pria jahat itu memperlakukannya seenak jidat. Bahkan beberapa kali James melakukan pelecehan dengan sengaja. Membuat Daisha jijik.
Gerakan menghindar tak bisa menghentikan perbuatan James padanya. James selalu dapat menjebaknya dengan sekali perintah yang keras.
Usaha menolak pun sia-sia. Penolakannya selalu mendapat penolakan balik dari James.
Dia tengah dipermainkan, diperas tenaganya, dipermalukan dan dicaci. Bukan hanya fisik yang lelah tapi juga lelah mental yang dia rasakan.
Daisha tengah duduk terdiam tak berdaya di dalam kamarnya. Menatap kosong tembok yang berada dihadapan.
"Daisha kau kenapa? Wajahmu kelihatan pucat? Apa kau sakit?" tanya Lani seorang pelayan Connor, dia adalah teman sekamarnya.
Melihat Daisha beberapa kali memegangi kepalanya, Lani pun mendekat.
"Hei jawab aku? Apa kau merasa pusing?" tanya Lani khawatir.
"Ah tidak Lani, aku hanya butuh istirahat sebentar," ucap Daisha. Gadis itu mulai berbaring di atas tempat tidurnya dengan posisi terlentang.
"Benarkah? Tapi wajahmu sangat lesu, apa aku bilang saja pada senior?" tanya Lani.
"Ah tidak usah, aku akan kembali bekerja setelah tidur sebentar," papar Daisha lagi.
Lani tidak percaya dengan perkataan Daisha. Karena tidak biasanya dia seperti itu. Jadi Lani memutuskan untuk memberitahu pada Merry bahwa Daisha sedang sakit.
Merry berjalan menuju lorong dan kebetulan melihat Merry sedang mengawasi beberapa tukang kebun yang sedang menanam bunga di taman bunga Constone Mansion.
"Senior!" panggil Lani.
"Kenapa Lani? Kau sudah selesai mengerjakan tugasmu?"
"Sudah senior! Tapi Daisha pelayan khusus tuan James sepertinya sedang sakit," papar Lani.
"Sakit katamu?" tanya Merry sedikit terkejut.
"Iya senior! Dia pucat dan meminta istirahat," jawab Lani.
"Baru sehari kerja melayani tuan muda dia sudah tumbang begitu, sebenarnya apa yang disuruh tuan muda padanya?" gumam Merry.
"Baiklah Lani, terimakasih informasinya," ucap Merry.
"Hhh kalau begini aku harus turun tangan sendiri untuk melayaninya," ucap Merry lelah.
Merry meminta para tukang kebun itu untuk menyelesaikan pekerjaannya lebih cepat. Lalu dia pun kembali dengan tugasnya yang semula, yakni melayani James.
Dari awal Merry lah yang paling memahami apa kebutuhan James setiap harinya. Dia sudah seperti ibu bagi James. Maka dari itu tidak pernah ada pelayan lain yang melayani atau mengurusinya selain Merry.
Lalu setelah kedatangan Daisha ke Constone membuat Merry sedikit berasumsi bahwa James memiliki sesuatu yang diinginkan dari Daisha karena begitu gampangnya meminta Daisha menjadi pelayan khususnya. Apa lagi kalau bukan niat terselubung? Dan lagi melihat kinerja Daisha yang tidak mumpuni itu, Merry merasa sangat yakin, ada yang tidak beres dengan James.
"Aku tidak tahu apa saja yang sudah dilakukan Daisha kemarin sehingga dia sakit karena kelelahan, tidak mungkin kan tuan muda menyiksanya?" gumam Merry.
Tiba-tiba terbesit memori kecil saat pertama kalinya Daisha datang ke Constone.
"Melihat latar belakangnya sampai saat ini aku masih tak menyangka kalau Daisha adalah kekasih almarhum tuan muda, sekarang dia dengan mudah masuk ke Constone, jikalau tidak mengandalkan statusnya dengan almarhum tuan muda, orang sembarangan sulit sekali masuk ke sini, dan lagi melihat reaksi nyonya yang tidak suka itu, semakin membuatku bingung, bukannya menuruti perkataan nyonya malah melakukan hal sebaliknya, apalagi tuan muda James begitu bersedia menjemputnya kemari, aku tidak tahu alasan sebenarnya dibalik itu, namun yang kudengar itu adalah permintaan almarhum tuan muda sebelum dia meninggal, bagiku disitu ada sedikit kejanggalan, apakah tuan muda James?" batin Merry bertanya-tanya. Sampai memikirkan sesuatu yang bukan-bukan tentang James.
Merry bergerak menata buku-buku yang usai dibaca James. Buku-buku itu berserakan di meja dan ditempatkan kembali di posisi semula.
Tiba-tiba James masuk ke kamarnya. Pria itu bingung melihat Merry berada di kamarnya.
"Merry! Mana dia?" tanya James.
"Dia sakit tuan," papar Merry yang langsung paham siapa yang dimaksud James.
"Sakit?! Bisa-bisanya dia sakit! Baru saja sehari bekerja padaku sudah lemah begitu! Cepat panggil dia ke sini! Aku tahu dia hanya berpura-pura sakit untuk menghindariku!" ucap James marah. Baginya tak ada pelayan yang malas-malasan hanya karena sakit.
"Tuan muda gadis itu memang benar sakit!" balas Merry cemas.
"Aku tak percaya! Aku akan melihatnya sendiri!" ucapnya tak percaya. Dia yakin Daisha hanya sedang beralasan untuk menghindarinya.
"Tidak kusangka tuan muda begitu otoriter pada gadis ini, apa yang sebenarnya terjadi di antara mereka?" ucap Merry dalam batinnya.
James memaksa pergi ke kamar Daisha dan melihatnya langsung. Bukannya iba, James malah memaksa Daisha untuk segera bekerja.
"Mana dia?!" bentak James pada Lani yang baru saja keluar dari kamar. Dilihat-lihat Lani baru saja memberi Daisha pil dan segelas air.
"Si-siapa tuan?" tanya Lani ketakutan melihat raut wajah James begitu sangar. James mengabaikannya dan memaksa masuk.
"Minggir!" sergah James.
"Hei kau beraninya tidur di waktu kerja! Cepat bangun!" titah James kasar sambil menarik paksa Daisha demi beranjak.
Daisha terbengong sejenak, melihat situasi yang sedang terjadi.
"Ada apa?" tanya Daisha. Daisha tidak bisa berpikir jernih sedikitpun bahwa sekarang dirinya sedang terancam. Hanya memikirkan tubuhnya yang lemah.
"Kerjakan tugasmu! Aku tidak suka kau bermalas-malasan! Baru saja sehari bekerja padaku, kau sudah mengeluh sakit? Tidak masuk akal!" maki James.
"Badanku tidak enak tuan! Itu juga kan gara-gara tuan kemarin!" balas Daisha.
"Beraninya seorang pelayan membalas perkataan tuannya! Sebelumnya tak ada pelayan di sini yang kurang ajar sepertimu! Berdiri!" bentak James seraya menarik lengan Daisha memaksanya berdiri.
"Maaf tuan saya lancang, tapi tuan menyakiti Daisha!" seloroh Merry yang tiba-tiba muncul karena khawatir James bertindak kasar pada Daisha.
"Kalian jangan ikut campur urusanku!" ucap James dingin melempar tatapan tajam pada Lani dan Merry.
James terus menyeret tubuh Daisha yang lemah tak bertenaga lagi. Daisha dengan langkah terseok-seoknya hanya meringis menahan sakit di sekujur tubuhnya.
"Kau bereskan kamarku! Ruang bacaku! Kecuali ruangan itu! Kau tidak boleh membukanya! Lakukan sekarang!" perintah James lagi dengan otoriter.
"Ya Tuhan, kenapa orang ini tak berhati nurani sekali," ucap batin Daisha.
Dengan terpaksa dan kondisi yang lemah, Daisha mulai bergerak melakukan pekerjaannya.
James tiba-tiba mendapat panggilan telepon dari Ford. Mengatakan padanya untuk kembali ke State Group.
"Ada banyak klien yang harus tuan muda temui di rapat nanti, kira-kira dua jam ke depan," papar Ford.
"Terimakasih sudah memberitahuku, aku akan sampai ke sana tepat waktu," balas James.
"Kenapa tuan muda ke Constone? Apa ada sesuatu milikmu yang tertinggal?" tanya Ford.
"Aku hanya melakukan yang ingin aku lakukan, tapi nampaknya untuk hari ini aku tidak bisa bersenang-senang dengan leluasa seperti sebelumnya," ucap James seraya melirik ke arah Daisha yang masih sibuk membersihkan area kamarnya.
"Oh! Baiklah tuan, selamat bersenang-senang," balas Ford.
Panggilan pun berakhir dan meletakkan HP nya ke nakas. Sambil beranjak James melipat lengan kemejanya setengah dan duduk bersandar di atas meja dengan kaki lurus ke bawah. Matanya tak lepas mengawasi Daisha dari balik punggung kecil milik kekasih Juan saudara kembarnya itu.
"Cihhh! Aku tidak suka melihat dia lemah begitu, aku kurang puas mengerjainya!" gerutu James.
Pandangan berubah jadi abu-abu, kepala serasa ringan. Tubuh Daisha sempoyongan, barang yang dipegangnya jatuh. Lalu tubuh mungil itu ambruk seketika.
James langsung menyadari dan sigap memegangi tubuh Daisha. Gadis itu pingsan di tangannya. Membopong tubuh mungil Daisha ke atas ranjang miliknya.
"Benar-benar menyusahkan! Bangunlah gadis jelata! Ayolah bangun!" seru James sambil mengguncang-guncang tubuh Daisha.
James kerepotan dan berakhir memanggil Merry.
"Kenapa? Apa yang terjadi tuan muda?" tanya Merry bingung.
"Gadis itu pingsan, bantu aku untuk menyadarkannya," ucap James enggan.
Merry terkejut dan masuk ke kamar James melihat kondisi Daisha. Dia sudah terkapar tak berdaya. James tidak tahu bagaimana caranya membuat orang sadar.
"Bagaimana membuat gadis ini sadar?" tanya James pada Merry.
"Tuan bisa mencarinya di internet, sementara aku akan mengurus Daisha," jawab Merry yang menahan kesal pada James. Tapi apalah daya, dia hanya seorang kepala pelayan di rumah ini. Jadi dia tak bisa menunjukkan rasa kesalnya itu. Bisa-bisa posisinya yang akan terancam.
"Cara menyadarkan orang pingsan," gumam James fokus mencaritahu tentang informasi itu di internet. Sebelumnya dia tak pernah menghadapi langsung seseorang yang pingsan. Baru kali ini dia melihatnya dan kebingungan harus melakukan apa. "Tuan James! Kau sudah datang rupanya! Tamu rapat sudah menunggu anda," seru Ford menyapa James di depan pintu ruangan kerjanya. Ford terheran melihat bos nya teramat fokus menatap layar Hpnya. Sebenarnya apa yang sedang bos nya lakukan? "Apa ada yang membuat anda kesulitan? Raut wajah anda terlihat sangat serius?" tanya Ford. "Tuan muda!" seru Ford lagi. James buyar langsung mematikan Hpnya dan menaruhnya ke saku. "Kau mengganggu saja!" gertak James. "Maaf tuan muda, tapi tamu sudah berkumpul di ruang meeting," ucap Ford lagi menegaskan. James hanya menatap Ford tajam sembari beranjak menuju ruang meeting. Dia dengan gagah menyapa para tamu rapat dan duduk di kursi nya sebagai Dirut. Ford sebagai asisten pribadi hanya mendampingi James. Dia ju
Setelah kejadian semalam Daisha memikirkan cara untuk bicara dengan Vanda, meminta izin untuk membebaskannya dari sini. Lagi pula hanya Vanda yang tidak setuju jika dirinya tinggal di Constone, namanya bisa mencoreng nama baik Connor. Jika publik tahu gadis yang selama ini dipacari Juan adalah dirinya. Rencana itu lebih baik ketimbang dia memohon kebebasan kepada James. Pria itu pasti menolak dan malah mempermainkannya. Tapi jadwal pekerjaan Vanda terlalu padat. Dia hanyalah ibu-ibu sosialita yang mencari hubungan bisnis mewakili suaminya. Tapi teman-teman bisnis Dylan sangatlah luas. Vanda bisa melakukan pertemuan 3 sampai 4 kali di sebuah acara perharinya. "Nyonya Merry apa kamu tahu hari apa biasanya nyonya Vanda memiliki waktu senggang?" tanya Daisha. "Kenapa kamu tanya begitu?" tanya balik Merry. "Uhmm aku hanya ingin berbicara dengan nyonya Vanda, berbicara serius, kira-kira kapan ya?" tanya Daisha lagi. Kini balas dengan wajah kikuk. "Aku rasa selama aku mengabdi di sin
Hari itu setelah 20 hari perjalanan Dylan dan Vanda ke Amerika berakhir. Dengan tekad yang sama Daisha bersikukuh untuk mengakhiri penderitaan ini. Memohon pada Vanda untuk dipecat, baginya itu adalah jalan termudah untuk kabur dari Constone. Terutama kabur dari siksaan James.Ini adalah hari yang ditunggu-tunggu. Vanda sudah datang. Dia hanya tinggal mendekat dan berbicara padanya."Tenang lah Daisha, kau tinggal menghampirinya dan berbicara padanya, beres!" gumam Daisha meyakinkan dirinya bahwa semua akan berjalan sesuai rencananya.Panjang umur, Vanda muncul bersama Legina asisten pribadinya di lorong menuju tempat kerja Vanda."Ah kebetulan sekali, nyonya!" seru Daisha dengan kedua tangan yang saling menggenggam ke depan. Kakinya mengejar Vanda berusaha mensejajarkan. Tapi Vanda sudah jauh di depannya.Vanda terus berjalan acuh tak acuh seolah tak mendengarkan seruan Daisha, dia berusaha mengabaikan orang yang tak penting baginya. Apalagi gadis yang dia benci."Nyonya Vanda!" seru
Semua penghuni Constone sibuk. Mereka sedang menyiapkan perlengkapan acara juga hidangan untuk kolega-kolega Dylan Connor. Acara 20 tahun berdirinya State Group tepat di tanggal ulang tahun Dylan Connor yang diselenggarakan di area Golf Constone. Yap Mansion Constone punya lapangan Golf luas tepat di sampingnya. Dan itu dibuat atas kemauan Dylan yang hobi bermain Golf.Ratusan anggota tim penyelenggara sedang sibuk mendekor tempat acara yang dilaksanakan di lokasi terbuka yang hampir 100% siap bersama dengan banyak karyawan asli State Group.Di bagian makanan berat dan dessert. Pelayan mendapat bantuan dari koki-koki ternama yang didatangkan langsung dari Australia dan Singapura.Para tamu mulai berdatangan. Mereka menyapa tuan rumah siempunya acara dan diminta menikmati hidangan sebelum acara inti berlangsung. Mereka juga mengucapkan bela sungkawa atas meninggalnya putra kesayangan pemilik State Group, Juan Lucano Connor yang terjadi 40 hari yang lalu.Daisha memperhatikan kolega-ko
"Kemana anak itu? Satu jam yang lalu aku melihatnya, kenapa sekarang menghilang?" ucap Vanda carut marut seraya berdecak kesal karena James tidak kunjung datang ketika acara intinya akan dimulai. Keluhan itu didengar oleh sang suami, Dylan. Dylan berusaha menenangkan istrinya. Karena tidak ingin raut wajahnya yang marah itu menjadi perhatian para tamu. Kedua tangannya bergerak menggamit kedua sisi bahu istrinya. "Sayang tenanglah pasti James akan muncul sebentar lagi," ucap Dylan sembari mengelus pundak istrinya. Namun usaha itu sia-sia dan semakin membuat Vanda tidak tenang. "Aku harus telpon dia! Dia memang anak yang menyusahkan!" tukas Vanda seraya meraih HP di dalam tas. Ekspresi tidak tenangnya itu tergambar jelas, bahkan saat menunggu James mengangkat telponnya. Selesai menelpon James, Vanda kembali duduk di samping suaminya. Dylan mengetahui wajah Vanda yang semakin menekuk. Melipat kedua tangannya di depan dada, nampak seperti Vanda yang tidak profesional. Tidak seperti
Henley anak bungsu keluarga Connor telah kembali. Dia baru saja mendapat hari libur kuliahnya di Canada dan pulang ke Indonesia. Tentu kedatangan Henley yang secara tiba-tiba tanpa memberi kabar mereka terlebih dahulu membuat Dylan dan Vanda terkejut. Mereka sempat tidak percaya bahwa Henley sudah berada di sini. "Henley! Kok pulang tidak beritahu kami sih? Ibu kaget sekali loh tadi," ucap Vanda kembali memeluk Henley kesekian kalinya. "Hahaha maaf ya, Henley memang sengaja ingin beri kejutan untuk kalian, Ayah dan Ibu sehatkan?" tanya Henley, matanya sedikit berkaca-kaca. Dia tidak bisa menahan kerinduannya terhadap Dylan dan Vanda. "Kami sehat sayang!" jawab Vanda lembut, tangannya membelai rambut Henley sayang. Vanda tidak menyangka anak bungsunya sudah dewasa dan sangat tampan. Dia tak henti-hentinya membelai rambut Henley. Sudah belasan tahun mereka tidak bertemu. "Ayah sangat sehat Henley, lihat lah!" jawab Dylan sambil tersenyum. Pria tua itu berpose menunjukkan tubuhnya y
"Ayah! Ibu! Orang yang aku temui tadi kenapa mirip Juan?" tanya Henley tiba-tiba. Dia sengaja menggiring kedua orangtuanya di tempat yang tidak banyak orang di sana. Dylan dan Vanda sangat terkejut. Mata mereka sama-sama membola mendengar pertanyaan Henley. "Jelaskan padaku? Sebenarnya ada apa? Apa yang sudah terjadi?" tanya Henley, berharap sebuah penjelasan apa yang dia rasakan dan dia lihat waktu di acara tadi. Alisnya mengkerut, matanya menatap fokus pada Dylan dan Vanda. Ketiga orang Connor itu duduk berhadapan. Dua lawan satu. Henley menatap kedua orangtuanya seolah sedang mengintrogasi mereka. Sedang Dylan dan Vanda saling bersitatap, bingung harus berkata apa pada Henley. Karena sebelumnya mereka berdua sengaja tidak memberitahu Henley bahwa kakak kesayangannya meninggal. Mereka hanya tidak ingin membuat Henley khawatir dan terganggu. "Ayah! Ibu! Cepat katakan?!" desak Henley dengan menggebrak meja. Dia tidak sabaran dan ingin cepat mendengar penjelasan dari Ayah dan Ibun
"Bagaimana? Apakah gadis itu sudah sadar?" tanya James pada Ford melalui telfon. "Tuan muda menanyakan dia karena khawatir?" Ford balik bertanya. Dia tidak bermaksud menggoda tuannya. Tapi terdengar seperti salah paham di telinga James, pria kaku itu malah mengelak dengan serius. "Cih! Buat apa aku khawatir dengan gadis itu? Aku hanya memastikan apakah dia masih ada di bawah pengawasanmu atau tidak?!" elak James dengan muka sinis dan sok abai nya itu. Padahal James benar-benar khawatir dengan kondisi Daisha. "Dia masih ada di sini tuan, aku masih menjaganya, dia belum tersadar juga padahal dokter bilang tidak ada kondisi yang serius yang dialaminya, menurutku waktu 2 jam cukup lama untuk seseorang yang pingsan," jelas Ford. Faktanya sekarang ini Daisha masih dalam keadaan tidak sadar sudah hampir 2 jam. Ford bingung entah kenapa penyebabnya sampai Daisha begini. "Yang benar saja? 2 jam dia belum sadarkan diri? Apa ciumanku sekuat itu?" tanya James polos. Ford membayangkan bagaima