Share

03. Triplet-ku Anugerahku

Author: Chani yoh
last update Last Updated: 2025-01-14 16:48:16

Enam tahun kemudian ...

“Waaah anak-anak mami sudah ganteng dan cantik-cantik nih!” puji Tamara dengan senyum lembut dan penuh kasih pada kembar tiga yang dilahirkannya lima tahun lalu.

Apa yang saat dulu dia takutkan dan dipandangnya sebagai mimpi buruknya, ternyata tidaklah seburuk itu.

Sekalipun, Tamara sampai diusir ayah dan ibu tirinya saat ketahuan hamil, setidaknya triplet yang dia kandung dan lahirkan ternyata memberinya warna ceria dalam hidup.

Bagi Tamara kini, triplet adalah hartanya yang paling berharga. Tiga anak kembarnya itu adalah pusat hidupnya.

Untuk merekalah dia hidup. Karena merekalah dia bersemangat, berkarya, dan berbahagia.

“Kami cantik tentu saja karena mewarisi kecantikan Mami Ratu sejagad raya ini!” seru Tilly dengan nada diplomatisnya.

Cekikikan Thea pun bergema mengiringi pujian setinggi langit Tilly pada sang mami.

“Aduuuh, kamu bisa aja, Tilly!” seru Tamara sembari tersenyum merona. “Mami kan jadi malu ...”

Di hadapan tiga kembarnya, Tamara menjadi sosok ibu yang bisa berperan seperti kanak-kanak bagaikan sahabat bagi mereka.

Padahal, Tamara juga lah yang mengajarkan Tilly dan Thea untuk memanggilnya ‘Mami Ratu sejagad raya’.

“Cuih! Mami saja yang cantik, kalau kalian sih ... Big No!”

Giliran Travish yang berseru sinis. Bocah laki-laki itu ada di perbatasan pintu dapur dan ruang duduk, berdiri tegap di sana dengan sebelah tangan melesak dalam saku celana.

Walaupun wajah ketiganya sama -kecuali bagian mata, yangmana mata Travish memiliki sorot yang sangat tajam dan kelam, sedangkan Thea dan Tilly bernuansa ramah seperti mata Tamara- Travish juga jauh lebih pendiam.

Dia tak suka banyak bicara. Menjawab perintah ibunya seperti yang dilakukan Thea dan Tilly tadi dianggapnya sebagai tingkah konyol dan kekanak-kanakan.

“Kami juga cantik, ya, wueeeek!” Thea dan Tilly berseru membalasnya secara serempak, sambil menjulurkan lidah mereka.

Bocah berusia lima tahun yang merupakan kakak dari dua bocah perempuan itu pun hanya menatap tajam dalam diam. Lalu kedua bahunya mengedik tanda dia tak setuju tapi juga tidak peduli.

“Dasar bocil!” gumamnya sambil membalikkan badan.

“Eh, kau juga bocil! Huh tidak sadar diri!” gerutu Thea dan Tilly sambil merengut dan melipat dua tangan mereka di depan dada.

Giliran Tamara tersenyum geli melihat tingkah laku tiga anak kembarnya.

“Sudah, sudah. Mami mau pergi kerja nih. Kalian bisa kan akur-akur? Baik-baik di rumah, jangan sampai merepotkan Bibi Beatrice.

“Siap, Mami! Kami bisa akur kok!” Tilly dan Thea menjawab kompak.

Tamara kembali tersenyum lalu menatap ke arah wanita paruh baya yang telah menyelamatkan hidupnya.

Enam tahun lalu saat Tamara diusir keluarganya, dia juga dipecat dari perusahaan tempatnya bekerja karena Darla mencuri rancangan gaun pengantin yang dia kerjakan dan mengakui rancangan itu sebagai hasil karyanya sendiri.

Darla mendapatkan promosi, sedangkan Tamara dicibir, lalu dipecat.

Di titik terendahnya itu, Tamara sempat berkeinginan untuk mengakhiri hidupnya dengan melompat ke sungai yang beraliran deras.

Beruntung Bibi Beatrice melihatnya dan mencegah niatnya.

Wanita paruh baya yang sebatang kara itu mengulurkan tangan pada Tamara untuk bangkit dari keterpurukan hidup.

Pernah kehilangan putrinya di usia yang sama dengan Tamara membuat Bibi Beatrice tergerak untuk menolong Tamara.

Bibi Beatrice mengajaknya tinggal bersama. Wanita itu juga menguatkannya untuk tetap mempertahankan kehamilannya.

“Kamu beruntung. Sebuah anugerah yang luar biasa bagi seorang wanita untuk bisa hamil kembar tiga, Tamara. Jadi, pertahankanlah. Biar bagaimanapun mereka tidak berdosa. Aku akan membantumu sekuat tenagaku.”

Begitulah ucapan Bibi Beatrice waktu itu sehingga Tamara pun terharu dan menerima uluran tangannya.

Sejak itulah mereka tinggal bersama dan kini Bibi Beatrice sudah seperti ibunya sendiri.

Tanpa wanita itu, dia tak tahu menjadi apa dirinya saat ini.

“Baiklah,” kata Tamara seraya menghirup napas dalam-dalam bersiap untuk pergi kerja dan meninggalkan triplets bersama Bibi Beatrice.

“Kalau kalian sudah mengerti. Jangan lupa membereskan sendiri mainan kalian nanti. Dan ingat, siang nanti kalian harus ke rumah sakit untuk imunisasi.”

“Oh, Mami, bolehkah kami tidak ikut imunisasi?”

Tampang memelas Tilly muncul berusaha untuk membujuk sang mami agar membatalkan imunisasi mereka.

“Maaf, kesayangan mami. Tidak bisa. Sudah mami jelaskan bukan manfaat dari imunisasi bagi kesehatan kalian?”

“Urgh! Tapi kan kami bisa makan sayuran dan buah-buahan agar tubuh kami lebih sehat.”

Kini Thea yang cemberut.

Melihat keluhan kedua adik perempuannya itu, Travish angkat suara lagi.

“Itu tidak sama, Bodoh. Imunisasi penting untuk melawan virus yang bisa menyerang tubuh kita. Kalau sayur dan buah memang diperlukan setiap harinya untuk pertumbuhan tubuh kita.”

Tamara pun tersenyum lebar mendengar penjelasan Travish.

Entah mengapa dia merasa putranya ini sudah seperti profesor muda saja. Baru berusia 5 tahun, tapi pola pikir dan kemampuan memory nya sudah seperti orang dewasa. Tamara sendiri kadang merasa minder jika harus berbincang dengan Travish.

Apa yang didengar Travish bisa langsung diingatnya tanpa salah secuilpun. Bocah itu bahkan hobi membaca ilmu-ilmu science yang tingkat cernanya selevel anak kuliah. Dan dia akan langsung paham.

Kedua adik perempuannya pun cemberut hebat mendengar ajaran dari Travish.

“Itu benar, Sayang. Apa yang dikatakan Travish tadi sangat benar. Jadi, Mami tidak mau mendengar alasan kalian untuk menghindari imunisasi, ya.

Tapi Travish, lain kali bicara yang baik sama adik-adikmu, ya. Jangan panggil mereka bodoh. Itu tidak baik. Tidak ada anak Mami yang bodoh. Kalian semua excellent.”

“Oke,” sahut Travish dengan mengangguk kecil.

“Baiklah, Mami benar-benar harus berangkat sekarang jika tidak ingin dipecat. Titip mereka, Bibi. Dan nanti siang akan ada taxi pesanan yang datang untuk mengantar kalian ke rumah sakit.”

“Tentu, Tamara. Kau cepatlah berangkat. Bossmu akan marah kalau sampai terlambat satu menit saja.”

Tamara mengangguk. Kemudian dia menciumi ketiga anak kembarnya itu dan bergantian memeluk mereka sebelum benar-benar melangkah pergi menuju tempat kerjanya.

Perjalanan menuju butik tempat Tamara bekerja tidak terlalu jauh. Tamara hanya perlu menaiki bis satu kali saja.

Di perjalanan, Tamara tiba-tiba melihat hal-hal yang seperti dejavu dari lima tahun lalu.

Ada poster-poster besar di jalanan memajang wajah Vicco yang terlihat tampan, ramah, dan penuh senyuman di sana.

Hanya saja kali ini Vicco menjadi calon Gubernur, sedangkan lima tahun lalu dia menjadi calon wakil gubernur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Lilis Wati
bagus saya suka
goodnovel comment avatar
Sugeng Dalu
semangat untuk para pembaca
goodnovel comment avatar
Ceu Riah Sariyah
semangat bacanya..bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   BC: The Real Honeymoon!!

    “Terima kasih, Signore. Aku juga merasakan hal seperti itu. Bahkan saat ini aku merasa bersalah telah meninggalkan mereka di rumah. Seharusnya kita mengajak mereka,” ujar Tamara seraya mengunci pandangan Trevor yang terarah ke sekujur wajahnya untuk hanya menatap ke kedalaman matanya saja.Mata memandang mata. Cercah binar tatapan saling berdentingan satu sama lain.Ketika kata-kata Tamara mulai dicerna Trevor, kedua mata pria itu mengedip cepat untuk waktu singkat, lalu suaranya berkata, “Mereka sendiri yang meminta, bukan? Mereka yang ingin melihat kita liburan berdua saja. Ingat, kan?”“Haiiizzz ... kamu bilangnya 8 hari seminggu 30 jam sehari, tapi sekarang saja malah senang mereka tidak ikut kita saat ini.”Trevor malah terkekeh kecil. “Karena biar bagaimana pun, tidak baik juga bagi mereka jika berada bersama kita setiap detik. Itu akan membuat mereka tidak mandiri.”“Ck!” Tamara memberinya delikan sebal. “Memang akan membuat mereka tidak mandiri, tapi kan saat ini liburan. Apa

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   BC: The Real Honeymoon!

    “Wow! Ini luar biasa!”Seruan Tamara benar-benar jujur dan apa adanya ketika mobil akomodasi dari hotel melewati gedung hotel Burj Khalifa yang sangat tinggi.Bagaimana tidak tinggi. Ada 163 lantai yang menjadi bagian dari gedung Burj Khalifa, hotel yang disematkan sebagai hotel termegah dan tertinggi di dunia.Trevor meremas tangan Tamara melihat istrinya itu terpukau pada apa yang akan mereka tuju.Hatinya bergetar mendengar seruan tulus dan apa adanya dari Tamara dan seketika itu juga, kebahagiaan yang bercampur kepuasan memenuhi sekujur tubuhnya, meresap hingga ke relung hatinya.Tatapannya terpaku pada wajah Tamara yang masih terpukau pada kemegahan gedung hotel di hadapan mereka sementara mobil terus melaju pelan memasuki pekarangan dan akhirnya berhenti tepat di depan pintu masuk hotel.Saat pintu mobil dibukakan dan Tamara serta Trevor dipersilakan turun, Trevor masih menggenggam erat tangan Tamara dengan begitu lembut dan penuh desiran kebanggaan sebagai seorang suami yang ma

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Bonus Chapter (x)

    Bukan hanya wajah mereka saja yang berubah menjadi patung.Tatapan mereka semua membelalak shock. Tak percaya rasanya kata seperti itu bisa keluar dari bibir Paman Raffaele.Bahkan Laurensia merinding, sungguh tak menyangka pria itu bisa mengatakan cerita se gelap ini.Begitu kesadaran menguasainya, Laurensia langsung memukul kepala Raffaele dengan bantal sofa.Bug!“Awww! Kenapa kau memukulku?”“Kau gila mengatakan hal seperti itu di depan anak-anak ini?”“Lho, ini benaran ada terjadi kok!”Tak terima, Tilly pun ikut mendebat Raffaele. “Bagaimana mungkin anak-anak disuruh menjual ginjal demi uang? Terlalu kejam!”Alih-alih marah dan tersinggung, inilah malah yang ditunggu-tunggu Raffaele.“Kenapa kalian tidak percaya? Coba tanya aunty kalian, setiap manusia memiliki berapa ginjal?”Meskipun memasang wajah merengut, Thea dan Tilly menoleh ke arah Laurensia meminta jawaban.“Ada dua,” kata Laurensia dengan nada tak puas. “Tapi kan ...”Raffaele langsung menyelanya, “Nah itu kan, setiap

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Bonus Chapter (ix)

    [Sepuluh menit lagi kami akan tiba di rumah kalian.]Pesan dari Aunty Laurensia kepada triplet membuat Thea yang membacanya langsung bersorak senang.“Aunty sudah mau sampai. Ayo kita bersiap!”Segera Thea dan Tilly bersiap dengan pakaian mereka yang bagus. Mereka juga menyisir rambut lebih rapi lagi. Bibi Beatrice sudah membantu mengucir rambut mereka seperti permintaan masing-masing Thea dan Tilly.Ada bibi Betty juga yang membantu karena orang tua mereka sudah berangkat ke Dubai tadi pagi-pagi sekali.Triplet senang melihat daddy dan mommy berlibur untuk diri mereka sendiri.Ketika mereka akhirnya selesai dan telah rapi dari rambut sampai ke kaki, bertepatan dengan bunyi bel pintu terdengar.Ting tong ting tong.Thea segera membuka pintu dan menyembulkan kepalanya.“Yeay, Aunty sudah datang. Silakan masuk, Aunty!”Membuka lebar-lebar daun pintu, Thea mempersilakan Laurensia dan Raffaele masuk.Tapi karena namanya tidak disebut, Raffaele pun menyeletuk, “Aunty saja nih yang dipersil

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Bonus Chapter (viii)

    “Nonton di bioskop dengan tiga bocah lucu itu?”Raffaele berbinar ceria ketika mendengar ajakan yang keluar dari bibir Laurensia.Mengangguk senang, Laurensia juga melemparkan senyum lebar yang tak kalah antusias.“Iya, mereka ingin mengajakmu menonton film. Katanya seru.”“Oh! Kapan?”“Sabtu ini.”“Berarti kita ke sana? Kau juga ikut, kan?”“Iya, aku ikut. Tentu saja! Kau mau, kan?”“Ya, kalau dipaksa, apa boleh buat ...”Terang saja senyum Laurensia berganti pelototan matanya. “Tidak ada yang memaksamu!”Yang dipelototi hanya mengulum senyum. “Jangan terlalu baper,” ujarnya lagi.Laurensia langsung membalas, “Siapa yang cepat baper? Perihal diperkenalkan pada lady boy saja langsung merambat ke mana-mana.”“Hei, kenapa mengungkit itu lagi? Aku jadi mual lagi!”“Tuh kan? Baper kan?”“Bukan baper, tapi mual.”“Hah! Terserah kau lah! Yang pasti aku akan selalu mengungkit itu setiap kali kau menuduhku atau triplet tanpa bukti. Perihal lady boy akan selalu kubahas. Agar kau ingat dan tak

  • Triplet Rahasia: Paman, Beraninya Melupakan Mommy!   Bonus Chapter (vii)

    “Ini tolong baca, lalu tanda tangan kalau setuju. Kalau tidak setuju silakan robek saja,” ujar Laurensia di pagi hari itu ketika dia datang pagi ke kantor dan entah kenapa Raffaele juga datang pagi.Apakah pria itu menaruh alat pelacak di mobilnya, atau mungkin di tasnya sehingga tahu pergerakannya, kapan dia datang ke kantor?Karena seperti hari ini, mereka hanya berselisih 5 menit saja. Hebat sekali!Seakan Raffaele memang tahu jika Laurensia sudah beranjak ke kantor lalu pria itu cepat-cepat berangkat ke kantor juga.Dan untuk inilah Laurensia mempergunakan waktunya.Raffaele mengambil kertas dari tangan Laurensia dengan keingintahuan yang besar. Dia membaca dan dalam sekejap saja wajahnya berubah masam.Kernyitan dalam di keningnya telah membuatnya tampak seperti orang tua.“Apa-apaan ini?” tanyanya dengan nada berang pada Laurensia.Dia sungguh tidak menyangka Laurensia akan menghadangnya dengan lembaran kertas ini setelah mereka melalui berbagai kebersamaan hangat di rumah orang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status