Seperti enam tahun lalu, poster-poster yang serupa juga berjejer di sepanjang jalan dan di billboard-billboard besar.
Hanya saja kali ini Vicco menjadi calon Gubernur, sedangkan enam tahun lalu dia menjadi calon wakil gubernur. Hati Tamara terasa bagai diremas kuat. Dia adalah korban keserakahan Vicco. Dia kehilangan mahkota yang dia jaga sebagai seorang wanita pada pria asing yang tak dia inginkan sehingga dia diusir keluarganya saat rahimnya membuahkan benih pria asing itu. Saat Tamara berjuang melahirkan triplet, Vicco dilantik menjadi wakil gubernur. Belum cukup sampai di sana, atas dukungan Vicco, Darla juga mencuri rancangan gaun pengantin karya-nya lalu menjadikan rancangan itu sebagai karyanya sendiri. Darla mendapatkan pujian dan hadiah bonus dalam jumlah besar, sedangkan Tamara dipecat karena dianggap tak mampu bersaing secara sportif sehingga dia menebar fitnah pada Darla. Selain itu juga, selama lima tahun ini Vicco menikmati kehidupan gemilangnya sebagai wakil gubernur. Orang-orang memujanya sebagai pria berbakat yang menjadi wakil gubernur termuda. Tapi orang-orang tidak mengetahui ada kebusukan besar yang dilakukan Vicco demi mencapai posisinya itu. Dan Tamara lah yang harus menanggung semuanya. Tamara takkan melupakan dendam ini. Tamara mengepalkan kedua tangannya. Rasanya dia sangat tidak rela. Tapi dia juga tidak memiliki bukti untuk menyeret Vicco jatuh dari jabatan ternamanya saat ini. Apalagi, Tamara menebak pastilah masih ada Tuan Kozlov yang menyokong Vicco di belakang sehingga Vicco terus bersinar dan bisa mencalonkan diri menjadi Gubernur. Tamara terpaksa menekan segala kesedihan dan sakit hatinya. Untuk saat ini, dia hanya fokus pada pekerjaannya. Selain harus memenuhi kebutuhan sehari-hari, Tamara juga masih harus mencari tambahan uang untuk biaya perpanjangan sewa tempat tinggal serta uang sekolah triplet yang setengah tahun lagi mulai sekolah. Memikirkan tentang Travish, Thea, dan Tilly, sekalipun mereka merupakan benih dari pria yang sama busuknya dengan Vicco, Tamara tetap mencintai mereka sepenuh hati dan jiwa. Semangat juang Tamara pun jadi menyala-nyala. ... Tiba di butik, Tamara gegas melakukan pekerjaannya. Jika enam tahun lalu Tamara adalah asisten perancang busana, kali ini Tamara adalah asisten butik. Tugasnya melayani pelanggan, mengambilkan gaun yang mereka inginkan, membantu pelanggan dalam mengenakan gaun selagi pelanggan melakukan dress fitting, juga mencatat keluhan pelanggan tentang gaun serta revisi yang diinginkan pelanggan. Singkat kata, karier Tamara turun drastis dari 6 tahun lalu. Tapi Tamara tidak menyerah. Hidup terus berjalan dan dia membutuhkan pemasukan untuk membesarkan kembar tiganya yang tercinta. “Tamara!” panggil atasannya, Ny. Julia. “Ya, Bu?” sahut Tamara sambil menghampiri Ny. Julia. “Sebentar lagi ada pelanggan VIP yang ingin melihat gaun pengantin kita. Dia akan menikah dalam waktu satu bulan ini. Tolong layani dia dengan baik. Aku harus ke sekolah menjemput putriku dulu. Dia mendadak sakit dan muntah-muntah di sekolah. Akan kuusahakan kembali ke sini sebelum pelanggan ini pulang.” “Baik, Bu,” sahut Tamara lagi. Kebetulan hari ini ada dua karyawan lain yang absen. Karena itulah Tamara kebagian mengambil alih seluruh klien. Beruntung klien hari ini tidak sebanyak biasanya. “Baiklah, Tamara. Aku pergi dulu. Nama pelanggan kita itu Miss El-Mia.” “Baik, Bu.” Ny. Julia pun pergi meninggalkan butiknya ke tangan Tamara. Tak lama kemudian seorang wanita cantik, berkulit putih bagai porselen, berambut pirang panjang dan berombak indah, memasuki butik Ny. Julia. Wanita itu beraura sosialita, dengan gaun yang cocok untuk pesta, yang minim, dan membalut ketat di tubuhnya, wanita itu membiarkan hentakan sepatu high heelsnya bergema sebagai penanda kehadirannya. Dia menaikkan kacamata hitamnya di kepala seraya memandang sekeliling butik ketika sudah tiba di ruang depan butik, tempat berbagai gaun-gaun pesta dipajang. Mendengar itu, Tamara gegas keluar dan menyambut. “Selama siang, Miss,” sapa Tamara dengan penuh hormat. Karena Bu Julia sudah menyebut namanya dengan Miss El-Mia, maka Tamara pun bisa menyebutnya dengan panggilan ‘Miss.’ Hanya saja, begitu Miss El-Miamenoleh dan bersitatap dengan Tamara, wanita itu seperti membeku di tempat selama sesaat. Tamara terheran dan menatapnya lebih intens. “Selamat siang. Anda pasti Miss El-Mia. Saya asisten butiknya Ny. Julia. Bu Julia sudah meminta saya untuk melayani Anda yang ingin melihat-lihat gaun pengantin Anda.” Mendengar kata-kata Tamara, Miss El-Mia terkesiap. Dia mengepakkan kelopak matanya dengan cepat sehingga bulu mata lentiknya yang tebal bergerak cepat. Dia menatap Tamara lagi lalu perlahan mengembangkan senyum. Tapi senyum itu ternyata senyum sinis saat suaranya bergema sengaja dilambat-lambatkan. “Kamu benar. Saya adalah El-Mia yang sudah membuat janji dengan Ny. Julia. Beliau berkata akan menjamu dan menyajikan gaun-gaun premium yang terbaik. Sayang sekali kalau saat ini malah pelayan sepertimu saja yang menyambutku. Ini keterlaluan!” Tamara terkesiap dengan apa yang dikatakan Miss El-Mia. Belum apa-apa wanita ini sudah menyiratkan aura permusuhan. “Maaf, Miss El-Mia, bukan begitu maksud Bu Julia. Putri beliau yang masih kecil tiba-tiba mengalami muntah di sekolah sehingga harus lekas dijemput. Tapi beliau berjanji akan segera kembali ke sini untuk melayani Anda, Miss.” Mendengar penjelasan Tamara, Miss El-Mia bukannya senang tapi malah semakin sinis memandangi Tamara. Dia menaikkan dagu lalu dengan keras menghardik Tamara, “Kamu pelayan kurang ajar! Beraninya kamu memanggilku ‘Miss’. Apa kamu pikir aku teman nongkrongmu sehingga kamu bisa memanggilku begitu? Kamu tidak tahu siapa calon suamiku, hah? Dasar tidak tahu etika! Aku akan mengadukan sikap kurang ajarmu ini pada boss-mu!”“Signore ...” ujar Tamara dengan senyum yang bernada mencibir bercampur candaan.“Ayolah ... aku sangat menginginkanmu,” bisik Trevor lagi sambil tiba-tiba mengangkat tubuh Tamara hingga berada dalam gendongan bridal style-nya.“Trevor! Kita sudah sepakat!”“Tidak bisakah kita lupakan saja kesepakatan yang dulu itu? Aku benar-benar menginginkanmu saat ini.”Trevor merebahkan Tamara di sofa panjang yang ada di ruang kerjanya.Dia kembali menindih Tamara dan menciumnya dengan lembut.Pagutannya terasa dalam meski masih tenang dan tidak menggebu.“Signore, apa yang sudah disepakati tidak bisa diubah.”“Begitu kah?”“Iya. Kecuali kau mau juga mengubah hari pernikahan kita.”Mendengar itu, Trevor langsung berhenti dengan segala aktivitasnya.Dia terdiam dan hanya menatap Tamara. Ada kejengkelan di manik matanya meski itu tidak seberapa besar.Pada akhirnya Trevor bangun lagi dan duduk.Dia masih memberikan tatapan kesal pada Tamara.Wanita itu lalu terkekeh sambil memeluk leher Trevor.“Se
“Daddy sama mommy sudah pulang!”Thea dan Tilly menyambut orang tuanya dengan penuh semangat.Setiap kali mereka ditinggal di rumah, selalu ada Bibi Beatrice yang menemani mereka.Dan seperti biasa, Travish tetap cool. Dia menyambut dengan tatapan sekilas, lalu kembali fokus pada layar televisi, menonton pertandingan bola kesukaannya.“Kalian sudah makan?” tanya Tamara seraya membuka mantel dan syal-nya.Begitu selesai, Trevor mengambil mantel dan syal-nya lalu menggantungkannya di tiang mantel.Baru setelah itu dia membuka mantelnya sendiri.“Sudah! Tadi kami sudah lapar sekali. Jadi Bibi Betrice memasak untuk kami. Ngomong-ngomong mommy dan daddy sudah makan?”“Belum. Apa kalian ada menyisakan untuk kami?” tanya Trevor seraya berjongkok untuk membawa Thea dan Tilly dalam gendongannya.Dua gadis kecil itu sudah tahu lalu memeluk leher ayah mereka. Sekejap kemudian mereka sudah terangkat.Setiap kali hal ini terjadi, mereka akan tertawa-tawa merasakan digendong bersamaan dan merasa ti
“Bagaimana rencana pernikahan kalian? Apa sudah kalian perkirakan tanggal dan bulannya?”Makan malam malam itu akhirnya berlangsung di antara mereka berempat, seperti rencana semula.Alland, Shirley, Giana dan Bobby.Giana mengangguk dengan semangat yang kini tinggal setengahnya saja dari saat tadi sebelum dia melihat Trevor.Tadinya Giana sangat senang dengan kedatangan Bobby di rumahnya. Dia senang akhirnya pria itu menunjukkan keseriusannya dengan datang menghadap ayah dan ibunya. Membicarakan rencana mereka ke jenjang yang lebih serius ke depannya.Tapi, kenapa tiba-tiba ada Tamara yang mengunjungi ayahnya dengan menggandeng pria yang pernah membuat Giana terpesona parah.Saat itu adalah pameran yang diselenggarakan kantornya. Dan Trevor adalah salah satu undangan resmi berlabel VVIP.Ketika Trevor hadir, semua manajernya menunduk. Bahkan CEO mereka pun menyambut dengan hormat.Saat itu pun Giana sudah terpesona akan ketampanan dan kharisma Trevor. Dan dia lebih terpukau lagi saat
“Sungguh suatu kebetulan kau datang ke sini, Tamara. Ayo masuk! Di luar sangat dingin.”Sang ayah -Alland- mempersilakan Tamara untuk masuk.Di sana, Tamara mendapati Shirley dan Giana dan teman prianya.Tamara tidak masuk terlalu dalam. Dia langsung berkata pada sang ayah, “Ayah ... ehm, aku datang tidak akan lama. Aku hanya ingin memberikan ini.”Tamara menyerahkan kartu undangan yang dihias indah kepada ayahnya.Pria tua itu menatap ke arah kartu dan membaca isinya. Seketika tatapannya berbinar cerah.“Kau ... akan menikah, Tamara?”“Iya, Dad. Ini ... perkenalkan calon suamiku.” Tamara lalu merujuk pada Trevor yang sedari tadi berdiri di sebelahnya selayaknya seorang tuan besar yang tak terbantahkan kehadirannya.Tentu saja Alland menyadari keberadaan Trevor sedari tadi, hanya saja dia masih canggung akan Tamara setelah bertahun-tahun tidak bertemu Tamara.Rasa bersalah melilitnya juga selama ini. Di lubuk hati terdalamnya, Alland merasa bersalah karena membiarkan Tamara pergi saat
Apalagi ketika Trevor bergerak dengan menempel demi mencari kenyamanan dirinya.“Hmm ... aku menginginkanmu, Tamara. Malam ini ...” bisik Trevor di sela pagutan dan lumatannya.Meski seakan meminta izin pada Tamara, tapi tangannya sudah bergerak lebih dulu.Trevor menyelinap ke balik kaos Tamara dan mencari gundukan kenyal di baliknya.Masih ada bra tipis di sana dan Trevor meremas dari baliknya. Terasa puncak Tamara yang ikut menajam.Dengan jemarinya, Trevor mengelus untuk merasakan lebih lagi.Sebelah tangannya bergerak seakan saling mensupport. Dia menaikkan kaos baju Tamara untuk diloloskan melewati kepala.Sedangkan tangan satunya terus membelai dan mengelus. Sesekali cubitan ringan dikerahkan Trevor membuat Tamara semakin menggelinjang.Trevor lalu merayapkan tangannya di sepanjang kulit halus Tamara, menyisiri perut rata Tamara hingga berakhir di bokong lembut Tamara.Meremas di sana, Trevor kembali semakin menyelinap ke balik celana pendek, untuk menuju paha dalam Tamara.Saat
Bukan hanya Tamara yang semakin merasakan berat hatinya menceritakan semua itu, tapi juga Trevor.Dia sungguh tak menyangka jika Tamara mengalami ditinggalkan ibu kandungnya sendiri.Tenggorokan Trevor ikut tercekat rasanya.Tak bisa ditahannya, Trevor pun menebak lagi dengan tepat. “Ternyata ibumu pergi karena ayahmu memiliki wanita lain.”Tamara mengangguk perlahan sambil menundukkan wajahnya.Tamara tidak suka memikirkan ibunya, apalagi membicarakannya.Ada kemarahan tersendiri dalam hatinya untuk ibunya. Kenapa ibunya tidak memberitahunya sama sekali tentang perselingkuhan ayahnya. Kenapa ibunya malah pergi begitu saja. Setidaknya, ibunya harusnya membawa dirinya pergi juga. Bukan pergi sendiri.Dan kalaupun memang ingin pergi seorang diri, setidaknya ibunya memberitahukan padanya! Jika memikirkan ibunya terasa begitu pahit, memikirkan ayahnya pun Tamara seperti menelan pecahan kaca.“Aku baru mengetahui semua itu setelah satu minggu kepergian ibuku. Ayahku pulang dengan istriny