Tamara kebingungan. Dia tidak merasa melakukan hal yang salah, tapi kenapa pelanggannya ini marah.
“Maaf, Miss- Eh ... bukan, maksudku ... Bu. Aku memanggil Anda-”
“Eh, eh, eh, tadi ‘Miss’ sekarang ‘Bu’! Kamu pikir aku ibu-ibu?” Suara Miss El-Mia semakin melengking dan terdengar menjengkelkan.
Tamara kembali terperangah. Baru kali ini dia berhadapan dengan pelanggan yang sangat sulit disenangkan.
Jika bukan karena Ny. Julia berpesan untuk melayani pelanggan ini dengan baik, maka Tamara pastilah sudah menolak melayani Miss El-Mia ini.
“Jadi Anda mau disapa dengan sebutan apa?” tanya Tamara lagi dengan suara lembut dan penuh kerendahan hati.
Dia masih memberi muka pada Ny. Julia.
“Panggil aku Lady! Aku akan menjadi istri dari seorang pebisnis besar di kota ini. Suamiku adalah pria paling berkuasa di kota ini. Bahkan Gubernur pun tunduk padanya!
Aku hanya perlu mengadu padanya maka dia akan menghancurkan apapun yang kutunjuk!
Uangnya saja mampu membeli hidup matimu!
Bahkan meremukkanmu hidup-hidup di bawah sepatunya pun dia mampu!
Jangan main-main denganku, ya!”
Tamara ingin mendengus marah atas apa yang dikatakan Miss El-Mia. Tapi dia berusaha tenang dan tetap rendah hati.
Sebagai asisten butik, dia adalah bagian dari wajah butik Ny. Julia. Tamara tidak bisa seenaknya memarahi customer, apalagi Miss El-Mia adalah customer VIP.
Dengan tetap tenang, Tamara menjawabnya, “Baiklah, Lady El-Mia. Maafkan aku tadi. Aku hanya meniru panggilan dari Ny. Julia terhadap Anda.”
“Itu kan dia! Sebagai pebisnis wanita yang sukses, Ny. Julia berhak memanggilku Miss. Tidak sepertimu yang hanya pelayan! Sekarang, berhenti basa basi. Tunjukkan padaku koleksi premium kalian!”
Tamara menyanggupi permintaan Lady El-Mia. Baginya kasarnya Lady El-Mia tidak ada apa-apanya dibandingkan pengkhianatan Vicco dan Darla terhadapnya.
Jadi, dia masih bisa menahannya. Lagipula dia tak mengenal Lady El-Mia secara pribadi. Ini hanyalah tuntutan profesionalisme dalam pekerjaan.
Tidak perlu memasukkan sikap kasarnya ini ke hati.
Tak sampai lima menit kemudian, Tamara sudah membawa Lady El-Mia ke lantai dua, lalu menunjukkan gaun-gaun pengantin premium koleksi dari Julia’s Bridal.
Lady El-Mia menatap semua itu satu per satu dengan takjub.
Dia membuka dan mulai melihat-lihat. Namun, sesekali Lady El-Mia melirik Tamara yang terlihat sabar menantinya.
“Mana gaun paling baru, paling mahal?” tanyanya dengan nada sok.
“Yang ini, Lady. Gaun ini hasil rancangan designer Paris yang ternama. Gaun eksklusif ini hanya diproduksi satu item di satu negara. Dan hanya ada tujuh negara saja yang kebagian gaun ini.”
Tamara masih menyematkan senyum kecil di penghujung penjelasannya.
Lady El-Mia melihatnya dengan hati yang terasa panas dan marah.
Tamara ini ... entah tidak mengerti atau memang tidak mampu mencerna hinaan yang ditujukan padanya.
Wanita ini masih sanggup bersikap tenang, menjelaskan dengan bagus, dan bahkan mengulas senyum kecil.
Sungguh, beda antara bersikap masa bodoh dan bodoh beneran itu setipis tissue.
Lady El-Mia jelas-jelas kesal tapi dia seakan tidak menemukan celah lain untuk membuatnya bersikap kasar pada Tamara.
Lady El-Mia akhirnya memilih gaun yang ditunjukkan Tamara tadi.
Dia ingin tampil terbaik di pernikahannya ini nanti. Tentu saja. Wanita mana yang tidak mengidam-idamkan pernikahannya nanti?
“Ya sudah! Berhubung boss-mu sedang tidak di tempat, besok saja aku datang lagi! Calon suamiku akan menjemput dan mengajakku dinner romantis malam ini, jadi aku tidak bisa lama-lama di sini!”
Tamara terperangah. Kenapa tidak dari tadi saja pulang, malah ini membuatnya mengeluarkan berbagai koleksi gaun yang berat-berat begini. Dasar!
Tapi semua kata-kata itu hanya bergema di kepala Tamara saja. Di permukaan, Tamara memberikan anggukkan kepala dengan rasa hati yang lega.
Lady El-Mia mengibas rambut pirang panjangnya dengan angkuh ketika berjalan keluar diantar oleh Tamara.
Senyum sumringah baru terkembang ketika sebuah mobil Masserati klasik hitam berhenti di depannya.
Dari tempatnya berdiri dia bisa melihat bayang-bayang pria pujaannya duduk di bagian belakang mobil.
Driver tampak tergesa turun dari mobil untuk membukakan calon nyonya-nya itu pintu mobil.
Lady El-Mia pun memasuki mobil dengan gaya elegan yang dibuat-buat dan tanpa mengucapkan terima kasih.
Baginya, itu memang pekerjaan si driver.
Pintu mobil ditutup dengan lembut dan Lady El-Mia langsung bergelanyut manja di lengan kekar pria bertampang serius yang duduk di sampingnya.
Mobil mulai dijalankan dan Lady El-Mia berkata dengan manjanya, “Kita akan ke mana, Trevor?”
Dengan suara rendah yang terdengar tak peduli, calon suami Lady El-Mia menjawabnya, “Mengantarmu pulang ke rumah.”
“Apa?” protes wanita itu, “Jangan pulang dong, aku masih ingin bersamamu. Bagaimana kalau kita ke resort tepi pantai? Setelah itu kita bisa bersantai di jakuzi dan bermesraan,” bisik Lady El-Mia lagi berusaha menggoda Trevor.
Mendapatkan Trevor sebagai calon suaminya, El-Mia seperti mendapati sekotak peti harta karun. Trevor begitiu diidamkan para wanita di negara ini.
Bahkan sampai negara lain, nama Trevor mampu membuat wanita-wanita sosialita berkedut-kedut.
Jika mereka melihat tampilan Trevor yang begitu perkasa dan berkuasa, para wanita bukan lagi berkedut namun langsung basah menggenang.
Tapi pria yang paling diidamkan para wanita sosialita di seluruh dunia ini ada di sampingnya. Pria ini juga menjemputnya dan bersedia menikahinya.
El-Mia merasa begitu bersyukur.
Tapi perjuangannya belum selesai. Dia masih harus menaklukkan hati Trevor.
“Tidak. Aku masih banyak pekerjaan. Jadi aku akan mengantarmu pulang,” kata suara berat pria itu begitu dingin.
El-Mia merajuk sedikit. “Kamu ini kenapa bekerja terus? Kapan kamu ada waktu untukku?”
Tapi kemudian, trevor menoleh padanya dengan tatapan tajam menghunus wajah El-Mia.
Wanita itu sontak terdiam dan tertegun.
“Kalau kau tidak ingin diturunkan di jalanan ini, sebaiknya kau diam. Dan duduklah di sana! Spase kosong di sana masih luas, jangan menempel-nempel terus padaku?”
El-Mia merasakan wajahnya merah padam karena malu. Masih untung tidak ada orang lain di sekitar mereka. Jika ada teman-temannya di sana, El-Mia akan merasakan malu yang tak tertolongkan lagi.
Segera El-Mia beringsut mundur dan duduk di sisi lain dari tempat duduk Trevor.
Wanita itu memandang ke luar jendela dengan pikirannya yang menerawang kesal.
Sedangkan Trevor mendengus kesal di dalam hatinya.
Dua bulan lalu Vicco kembali meminta dukungannya untuk kampanye kali ini menjadi Gubernur.
Saat itu, Trevor mengajukan syarat tambahan bahwa Vicco harus menyerahkan padanya gadis perawan yang dia tiduri enam tahun lalu.
Trevor tak bisa melupakan gadis itu. Dia terngiang akan rasa dan aroma gadis itu. Juga, gadis itulah satu-satunya perawan yang pernah dia tiduri.
Dan saat ini dengan desakan keluarganya agar dia segera menikah dan memberikan penerus, Trevor menginginkan gadis yang tidak tersentuh pria lain sebagai istrinya.
Vicco memberikan El-Mia padanya. Kata Vicco, dialah gadis enam tahun lalu.
Trevor memang mengambil El-Mia dan mempersiapkan pernikahan mereka.
Hanya saja semakin hari Trevor merasa aneh. Kesannya tentang Lady El-Mia ini sangat berbeda jauh dari memorinya tentang gadis perawan di enam tahun lalu.
“Terima kasih, Signore. Aku juga merasakan hal seperti itu. Bahkan saat ini aku merasa bersalah telah meninggalkan mereka di rumah. Seharusnya kita mengajak mereka,” ujar Tamara seraya mengunci pandangan Trevor yang terarah ke sekujur wajahnya untuk hanya menatap ke kedalaman matanya saja.Mata memandang mata. Cercah binar tatapan saling berdentingan satu sama lain.Ketika kata-kata Tamara mulai dicerna Trevor, kedua mata pria itu mengedip cepat untuk waktu singkat, lalu suaranya berkata, “Mereka sendiri yang meminta, bukan? Mereka yang ingin melihat kita liburan berdua saja. Ingat, kan?”“Haiiizzz ... kamu bilangnya 8 hari seminggu 30 jam sehari, tapi sekarang saja malah senang mereka tidak ikut kita saat ini.”Trevor malah terkekeh kecil. “Karena biar bagaimana pun, tidak baik juga bagi mereka jika berada bersama kita setiap detik. Itu akan membuat mereka tidak mandiri.”“Ck!” Tamara memberinya delikan sebal. “Memang akan membuat mereka tidak mandiri, tapi kan saat ini liburan. Apa
“Wow! Ini luar biasa!”Seruan Tamara benar-benar jujur dan apa adanya ketika mobil akomodasi dari hotel melewati gedung hotel Burj Khalifa yang sangat tinggi.Bagaimana tidak tinggi. Ada 163 lantai yang menjadi bagian dari gedung Burj Khalifa, hotel yang disematkan sebagai hotel termegah dan tertinggi di dunia.Trevor meremas tangan Tamara melihat istrinya itu terpukau pada apa yang akan mereka tuju.Hatinya bergetar mendengar seruan tulus dan apa adanya dari Tamara dan seketika itu juga, kebahagiaan yang bercampur kepuasan memenuhi sekujur tubuhnya, meresap hingga ke relung hatinya.Tatapannya terpaku pada wajah Tamara yang masih terpukau pada kemegahan gedung hotel di hadapan mereka sementara mobil terus melaju pelan memasuki pekarangan dan akhirnya berhenti tepat di depan pintu masuk hotel.Saat pintu mobil dibukakan dan Tamara serta Trevor dipersilakan turun, Trevor masih menggenggam erat tangan Tamara dengan begitu lembut dan penuh desiran kebanggaan sebagai seorang suami yang ma
Bukan hanya wajah mereka saja yang berubah menjadi patung.Tatapan mereka semua membelalak shock. Tak percaya rasanya kata seperti itu bisa keluar dari bibir Paman Raffaele.Bahkan Laurensia merinding, sungguh tak menyangka pria itu bisa mengatakan cerita se gelap ini.Begitu kesadaran menguasainya, Laurensia langsung memukul kepala Raffaele dengan bantal sofa.Bug!“Awww! Kenapa kau memukulku?”“Kau gila mengatakan hal seperti itu di depan anak-anak ini?”“Lho, ini benaran ada terjadi kok!”Tak terima, Tilly pun ikut mendebat Raffaele. “Bagaimana mungkin anak-anak disuruh menjual ginjal demi uang? Terlalu kejam!”Alih-alih marah dan tersinggung, inilah malah yang ditunggu-tunggu Raffaele.“Kenapa kalian tidak percaya? Coba tanya aunty kalian, setiap manusia memiliki berapa ginjal?”Meskipun memasang wajah merengut, Thea dan Tilly menoleh ke arah Laurensia meminta jawaban.“Ada dua,” kata Laurensia dengan nada tak puas. “Tapi kan ...”Raffaele langsung menyelanya, “Nah itu kan, setiap
[Sepuluh menit lagi kami akan tiba di rumah kalian.]Pesan dari Aunty Laurensia kepada triplet membuat Thea yang membacanya langsung bersorak senang.“Aunty sudah mau sampai. Ayo kita bersiap!”Segera Thea dan Tilly bersiap dengan pakaian mereka yang bagus. Mereka juga menyisir rambut lebih rapi lagi. Bibi Beatrice sudah membantu mengucir rambut mereka seperti permintaan masing-masing Thea dan Tilly.Ada bibi Betty juga yang membantu karena orang tua mereka sudah berangkat ke Dubai tadi pagi-pagi sekali.Triplet senang melihat daddy dan mommy berlibur untuk diri mereka sendiri.Ketika mereka akhirnya selesai dan telah rapi dari rambut sampai ke kaki, bertepatan dengan bunyi bel pintu terdengar.Ting tong ting tong.Thea segera membuka pintu dan menyembulkan kepalanya.“Yeay, Aunty sudah datang. Silakan masuk, Aunty!”Membuka lebar-lebar daun pintu, Thea mempersilakan Laurensia dan Raffaele masuk.Tapi karena namanya tidak disebut, Raffaele pun menyeletuk, “Aunty saja nih yang dipersil
“Nonton di bioskop dengan tiga bocah lucu itu?”Raffaele berbinar ceria ketika mendengar ajakan yang keluar dari bibir Laurensia.Mengangguk senang, Laurensia juga melemparkan senyum lebar yang tak kalah antusias.“Iya, mereka ingin mengajakmu menonton film. Katanya seru.”“Oh! Kapan?”“Sabtu ini.”“Berarti kita ke sana? Kau juga ikut, kan?”“Iya, aku ikut. Tentu saja! Kau mau, kan?”“Ya, kalau dipaksa, apa boleh buat ...”Terang saja senyum Laurensia berganti pelototan matanya. “Tidak ada yang memaksamu!”Yang dipelototi hanya mengulum senyum. “Jangan terlalu baper,” ujarnya lagi.Laurensia langsung membalas, “Siapa yang cepat baper? Perihal diperkenalkan pada lady boy saja langsung merambat ke mana-mana.”“Hei, kenapa mengungkit itu lagi? Aku jadi mual lagi!”“Tuh kan? Baper kan?”“Bukan baper, tapi mual.”“Hah! Terserah kau lah! Yang pasti aku akan selalu mengungkit itu setiap kali kau menuduhku atau triplet tanpa bukti. Perihal lady boy akan selalu kubahas. Agar kau ingat dan tak
“Ini tolong baca, lalu tanda tangan kalau setuju. Kalau tidak setuju silakan robek saja,” ujar Laurensia di pagi hari itu ketika dia datang pagi ke kantor dan entah kenapa Raffaele juga datang pagi.Apakah pria itu menaruh alat pelacak di mobilnya, atau mungkin di tasnya sehingga tahu pergerakannya, kapan dia datang ke kantor?Karena seperti hari ini, mereka hanya berselisih 5 menit saja. Hebat sekali!Seakan Raffaele memang tahu jika Laurensia sudah beranjak ke kantor lalu pria itu cepat-cepat berangkat ke kantor juga.Dan untuk inilah Laurensia mempergunakan waktunya.Raffaele mengambil kertas dari tangan Laurensia dengan keingintahuan yang besar. Dia membaca dan dalam sekejap saja wajahnya berubah masam.Kernyitan dalam di keningnya telah membuatnya tampak seperti orang tua.“Apa-apaan ini?” tanyanya dengan nada berang pada Laurensia.Dia sungguh tidak menyangka Laurensia akan menghadangnya dengan lembaran kertas ini setelah mereka melalui berbagai kebersamaan hangat di rumah orang