Tanpa kata, Tilly mengeluarkan pakaiannya dan menaruh di bagian yang ditunjuk Sergio.
Selesai menata setumpuk pakaiannya, Tilly menoleh pada Sergio lagi.
Pria itu ternyata tadi keluar dari kamar untuk ke kamar mandi yang ada entah di mana di rumah ini.
Sekarang dia baru masuk kamar lagi dengan wajah yang terlihat segar hasil basuhan air.
Beberapa tetesnya masih tersisa di muka. Rambutnya terlihat basah dan tersisir rapi dengan jemarinya ke bagian belakang kepala.
Di saat seperti ini, Tilly baru menyadari ternyata ada jejak ketampanan di garis-garis wajah Sergio yang tegas dan keras.
Merasakan itu, Tilly merona dan memalingkan wajah.
Tiba-tiba aroma sabun tercium begitu segar bagi Tilly pertanda Sergio semakin mendekatinya.
Tilly bingung mau berbuat apa.
Saat dia terpaksa menoleh, tatapan mereka tak sengaja saling bersitubruk, pria itu berkata pada Tilly dengan suara rendahnya, “Kau mau langsung tidur? Atau mau sikat gigi
“Hentikan! Hentikan! Kau menjijikkan, Ald! Hentikan!” Tilly memaki Aldrick, tapi pria itu tidak berhenti. Bahkan melonggarkan sedikit dari kekuatan tangannya pada tubuh Tilly pun tidak.Aldrick tidak menggubrisnya. Pria itu terus berusaha untuk merobek pakaian Tilly.Tilly amendorong tubuh Aldrick. Tapi tenaganya kalah dari pria itu.Sreeeeek!Seakan belum cukup, Aldrick berhasil merobek baju Tilly membuat dalaman Tilly terlihat dan dengan mata berbinar Aldrick memandanginya seakan liurnya pun akan menetes-netes.“Hentikan, Ald, hentikan. Jangan sentuh aku! Aku sudah milik pria lain!” seru Tilly yang merasa tidak ada jalan lain. Dia harus mengungkapkan jika dia sudah menikah. Siapa tahu ketika Aldrick tahu dia sudah menjadi istri pria lain, Aldrick tidak akan menginginkan dia lagi.Tapi Aldrick sudah dibutakan akan kemarahan atas penolakan Tilly.“Justru itu, aku pun ingin mencicipimu! Jangan
“Oh, Jane! Kau tak tau betapa dia keras kepala, egois, berkepala batu, bertemperamen buruk!”Saat Aldrick mendengar akhir keluh kesah Tilly pada Jane, pria itu menyimpulkan jika dia telah berhasil meracuni pemikiran Tilly tentang Sergio. Dan dia perkirakan kedua insan itu sudah berdebat alot dan berakhir dengan pertengkaran sengit.Aldrik tersenyum dan menganggap inilah kesempatan bagi dirinya untuk menyelusup masuk dan menjadi pihak di tengah-tengah Tilly dan Sergio.Sebisa mungkin Aldrick mengikuti Tilly dan Jane sepanjang sisa hari di kantor. Meski tidak setiap saat, agar dua orang itu tidak curiga padanya, tapi ada kalanya Aldrick menyuruh salah satu OB kepercayaannya untuk mencuri dengar oborlan keduanya.Hingga menjelang akhir jam kantor, OB yang diutus Aldrick melapor padanya.“Nona Tilly sepertinya bertengkar hebat dengan kekasihnya. Dia ingin menginap di apartemen Nona Jane. Tapi nona Jane bilang apartemennya sangat kecil. Dan dia juga sha
Tilly akhirnya terdiam. Sementara Sergio melajukan mobilnya semakin kencang hingga mereka kembali tiba di pinggiran kota.Tilly baru tersadar saat itu.“Bukankah kubilang antarkan aku ke hotel? Kenapa kau membawaku kembali ke rumahmu?” seru Tilly menatap garang pada Sergio yang masih menyetir.Dengan santai, Sergio menjawabnya. “Bukankah sudah kubilang, kau kubawa dari rumah ayahmu, kalau memang mau kembali, akan kukembalikan kau ke rumah orangtuamu. Bukan ke hotel!”“Lelaki tengik!” caci Tilly lagi setelah dia kehabisan bahan untuk menyindir Sergio.“Memang. Makanya bisa bersanding denganmu!” sahut Sergio lagi membalas Tilly.Gadis itu terlihat hampir mengeluarkan asap dari telinga dan kedua lubang hidungnya saking dia terlalu marah akan balasan Sergio yang terakhir tadi.Sementara itu, malas beradu argumen dengan Tilly lagi, jemari Sergio menekan tombol on di radio tape mobilnya. Musik mengalun dari sana saat itu juga sehingga Tilly
Sergio jelas tidak bisa menahan dirinya untuk tidak mengatakan kalimat tadi.Rasanya dia hanya berjuang sendirian sementara Tilly jelas-jelas selalu hanya menyesali pernikahan mereka.Dan rasanya Sergio teramat puas melihat raut terkejut Tilly saat dia mengucapkan kalimat tadi. ‘Pergilah. Aku pun lelah.’Apa Tilly tidak pernah berpikir jika dia bisa lelah menghadapi wanita manja yang tahunya hanya mengina sepertinya?Hanya karena dia saudara kembar dari pemilik perusahaan tempatnya mendulang rezeki, lantas Tilly boleh menghinanya sesuka hati?Tubuh dan ototnya mungkin keras dan kokoh. Tapi hatinya tidaklah sekokoh itu menahan segala hinaan, terlebih keluar dari bibir Tilly.Jika orang lain yang menghinanya, Sergio sudah biasa. Dia sudah biasa mengabaikan semua ucapan orang lain.Tapi entah kenapa, dia tidak bisa mengabaikan segala yang keluar dari bibir Tilly. Setiap kata yang keluar dari diri Tilly akan merasuk begitu dalam ke relung
Tilly menghindar dari tangan Sergio yang terulur, membuat hati Sergio semakin ditusuk-tusuk.“Kenapa kau tidak menjawab pertanyaanku? Malah mengalihkan pembicaraan suruh masuk ke rumah!” gerutu Tilly lirih, tapi mampu didengar Sergio.Sergio memang pendiam. Tidak banyak bicara.Tapi bukan berarti dia bisa menahan semua kata-kata negatif yang ditujukan padanya.Apalagi jika itu berasal dari Tilly.Sergio mungkin bisa mengabaikan ucapan negatif orang lain tentang dirinya. Tapi dari Tilly?Dia tidak bisa menahan dirinya lagi.“Aku menyuruhmu masuk karena di sini dingin, banyak nyamuk, dan terkadang ada ular yang tersesat!”Mendengar kata ‘ular’ Tilly terkejut dan detik itu juga dia merasakan di kakinya ada sesuatu yang bergerak melewatinya.Sontak Tilly berteriak latah, “Ular?! Ular! Ada ular!”Tubuhnya pun tanpa sadar melompat ke arah Sergio.Kakinya pun tanpa tau diri mendarat di tangan Sergio.Tubuh
“Aku lebih suka masak sendiri untuk makanan ku.” Hanya itu jawaban Sergio, membuat Tilly sangat tidak puas.Tapi Tilly tidak memrotes lagi. Dia sudah lapar dan segera saja menyantap dengan lahap. Sementara itu, Sergio menyelesaikan masakan yang sudah dimulainya sedari tadi.Begitu selesai, Sergio bergabung dengan Tilly di meja makan. Pria itu ternyata hanya memakan kentang kukus dengan telur rebus.“Kau hanya makan itu?” tanya Tilly tercekat. Perbedaan makanan mereka bagai langit dan bumi.Sergio mengangguk. “Sudah biasa,” katanya lagi.“Kau terlalu irit atau memang pelit?” tanya Tilly tiba-tiba yang teringat pada sekarung kayu yang disimpan Sergio di gudang lusuhnya itu.“Tidak keduanya. Aku hanya menerapkan pola makan sehatku.”Tilly menatapnya terheran-heran. Tapi Sergio tidak memedulikan tatapannya. Namun dia menambahkan, “Kentang dan telur ini tanpa garam.”“Oh ...” Akhirnya Tilly pun paham.Selesai makan, Sergio me