Semoga masih stay tune dgn cerita ini ... ^^
Trevor bersedekap sambil memandangi Tamara.Dia bahkan harus menelan salivanya dengan susah payah.Apalagi terlihat belahan dada Tamara.Bayangan kejadian enam tahun lalu kembali bergelanyut di pikirannya.Untuk sesaat lamanya, oksigen terasa lenyap dari sekelilingnya. Dia tak bisa bernapas.Dengan susah payah, Trevor memaksa diri untuk berbalik dan membelakangi Tamara.Dia pun mengambil kotak cincin yang tadi tertinggal di kamar.Dibuka dan dipandanginya cincin bertahtakan Sweet Josephine.Trevor memikirkan segala sikap Tamara padanya.Dia yakin jika dia memberikan cincin ini sekarang, Tamara akan menolaknya mentah-mentah.Dengan berat hati, dia pun menutup kotak cincin lalu memasukkannya ke dalam tas Tamara.Dengan ini, Trevor menyelipkan tubuhnya di samping Tamara, di balik selimut yang sama.***Pagi menyingsing dengan sinar matahari menyelip di celah-celah tirai kamar.Secercah cayaha mengelus kulit wajah Tamara membuat Tamara terbangun.Dia membuka mata namun detik berikutnya, T
“Jangan melewati batas ini!”Tamara menggambar garis batas dengan telapak tangannya digoreskan ke atas tempat tidur.Dia membagi dua tempat tidur dengan sama besar.Setelahnya, dia mengangkat wajah dan menatap ke arah Trevor.“Setuju tidak?” tanya Tamara dengan menahan kesal, lalu berujar lagi dengan lebih galak, “Setuju tidak setuju harus setuju sih!”Tamara mengakhiri persyaratannya dengan raut galak dan mata mendelik kesal ke arah Signor satu itu.Yang sedang dipelototinya malah bersandar santai di tepian meja rias, sambil kedua tangannya bersedekap.Dia menatap serius pada tengah-tengah ranjang tempat Tamara menggambar garis tak kasat mata.“Dengar tidak? Setuju, kan?”Kini tatapan Trevor beralih ke Tamara.Setelah sekian detik, pria itu akhirnya mengangguk samar disertai helaan napasnya.Tamara langsung berseru lega. “Bagus! Sekarang aku ingin berganti pakaian. Kau tidak menyiapkan pakaian tidur?” tanya Tamara tanpa rasa bersalah.Trevor tidak menjawab, hanya menggoyangkan daguny
Di tengah angin malam yang dingin, Tamara bisa merasakan hangat napas Trevor yang menerpa kulit wajahnya.Bahkan aroma after shave pria itu yang beraroma mint terasa begitu segar bagi penciumannya.Untuk sesaat rasanya seperti Tamara berada dalam balutan nyaman dan aman, seperti bayi koala dalam pelukan induknya yang lembut dan empuk.Tamara seperti melupakan waktu yang berputar di sekelilingnya.Dia menikmati saja kenyamanan dan kehangatan yang membalutnya.Hingga jari Trevor menyentuh pipinya, lalu merayap turun sampai ke dagu.Trevor mengangkat wajah Tamara lalu menatapnya dengan intens. Kedua manik matanya menatap mata Tamara, lalu berpindah ke bibir. Berpindah lagi ke mata, lalu ke bibir Tamara lagi.Pun hal yang sama dilakukan Tamara. Dia menerima tatapan mata Trevor lalu ketika Trevor menatap bibirnya, dia pun menatap bibir Trevor tanpa sadar.Seakan mengandung magnet, Trevor mendekatkan wajahnya, lalu bibir mereka pun semakin mendekat.Ujung bibir Trevor mulai mendarat di ujun
“Ini ... untukmu saja!” seru Tamara seraya meletakkan hasil roti bakarnya di meja.Dia juga mendorong teh hangatnya ke arah Trevor, sebagai tanda bahwa teh nya pun dia berikan pada pria itu.“Kenapa untukku?” tanya Trevor heran.Tamara lalu menatapnya. Untuk pertama kalinya saat itu, dia baru menyadari bahwa Trevor tampil santai, dengan kemeja longgar dan celana pendek.Dia seperti pria kaya di tengah usia yang lagi matang-matangnya, yang siap berlibur dengan kapal pesiar pribadinya.Sungguh sangat berbeda dari penampilannya yang biasa. Trevor yang seperti ini tampak seperti pria biasa, meskipun jenis kehidupan yang dijalaninya tetap terasa mahal.Yang membuat pandangan Tamara tidak fokus adalah kancing kemeja nya yang dibuka sampai nyaris memperlihatkan perutnya.Betapa kokoh dada pria itu membuat Tamara sulit mengalihkan pandangannya.Tapi dia harus beralih dari dada pria itu.Tamara memantapkan mata ke wajah Trevor.“Aku tadi hanya iseng saja membuatnya. Tiba-tiba sekarang, aku mer
Tamara menyandarkan tubuhnya di dinding bathtub. Dia membiarkan otot-otot tubuhnya rileks didalam air hangat.Aroma bunga yang harum dari sabun yang dipakainya cukup membuat pikirannya menjadi sedikit lebih tenang.Tapi ... bagaimana bisa tenang jika dia satu kamar dengan signor satu itu?Ingin dia berlari ke kamar triplet dan bergabung dengan mereka, tapi apa yang harus dia katakan pada anak-anak dan Bibi Beatrice?Jelas-jelas tadi dia sudah bilang bahwa dia tidur di kamarnya sendiri.Tamara hanya tak menyangka jika Trevor bisa senekat ini. Memesan satu presidential suite untuk mereka berdua!‘Aaah, ini lebih rumit dari sekadar kembali tinggal di mansion.’Apa yang bisa dia lakukan untuk malam ini?Tidak mungkin signor satu itu memesan satu kamar untuk mereka berdua tanpa rencana mesum-nya.Bahkan saat Trevor hendak mandi tadi saja, pria itu masih sempat bertanya, “Mau mandi bersama?”Hah!Ingin dia menjawabnya, “In your dream!”Tapi Tamara tidak mengatakan apa-apa, kecuali kedua ma
Tamara kembali terperangah seakan Trevor sedang berbicara bahasa alien padanya.Dia tidak bisa memahami semua yang disampaikan Trevor.Setidaknya apa yang disampaikan Trevor sangat tidak masuk akal baginya.Ditatapnya Trevor dengan keheranan yang begitu besar.“Tapi ... untuk apa, Signor?”Seakan semua kata-kata Trevor tidak masuk akal.“Apanya yang untuk apa?”“Untuk apa kau meminta pada Vicco siapa yang bersamamu 6 tahun lalu?”Kini giliran Trevor yang tidak mengerti kenapa Tamara menanyakan ini semua.“Ya ... untuk kunikahi, untuk menjadi istriku. Untuk apa lagi?”Tamara lagi-lagi terperangah. Menurutnya ini sungguh tak masuk akal.Mereka tidak saling kenal sebelum ini dan Trevor memintanya pada Vicco untuk bisa menikahinya? Sungguh tidak masuk akal!Tamara pun mengangkat tangannya di depan wajah Trevor agar pria itu tidak bicara yang tak masuk akal lagi.Setelahnya, Tamara meninggalkan pantai, kembali menaiki tangga tebing menuju meja tempat mereka makan tadi.Tinggallah Trevor y