“Kenapa dengan tanganku?” tanya Trevor seakan tidak mengerti.Namun yang menyebalkannya adalah dia mengangkat tangannya dan menggunakannya untuk menyugar rambutnya.Tamara jadi tidak memiliki bukti bahwa Trevor mengelus-ngelus kepalanya.Signor satu itu pun sudah duduk diam lagi dalam diam dan mengamati triplet berbincang seru.Namun tiba-tiba dia meraih jari jemari Tamara dan mengamatinya. Lalu dia pun bertanya pada Tamara, “Di mana kau simpan cincin berlian pink yang kutaruh di tasmu?”“Aku tidak menyimpannya.” Tamara menjawab sedikit ketus sambil menarik tangannya dari tangan Trevor.“Tidak menyimpannya?” tanya Trevor seraya tak percaya. Hatinya juga mencelos lagi karena tak berhasil menggenggam tangan Tamara.“Iya, aku tidak menyimpannya. Kau sudah lihat sendiri kan di tas ku tidak ada cincin itu.”“Lalu? Kau pindahkan ke mana?”“Apa yang kau katakan? Aku tidak mengerti cincin apa, berlian apa.”Trevor mendelik kesal pada Tamara. Bagaimana bisa dia mengaku tidak tahu tentang cinci
Tamara menatap tangannya yang terbungkus tangan Trevor. Dia melihatnya sampai kerutan muncul di keningnya.Dia hanya meminta tolong, kenapa juga signor satu ini mencuri kesempatan pegang-pegang tangannya.Tamara menarik tangannya perlahan dari genggaman tangan Trevor.Menyadari Tamara menarik tangannya, Trevor pun melirik ke tangan mereka dan mengeratkan genggamannya.Kini Tamara yang menyadari Trevor sedang menahan jarinya.Mereka jadi tarik menarik selama beberapa saat lamanya hingga akhirnya Tamara mengernyit merasakan sakit akibat tekanan jari Trevor.Signor satu itu pun akhirnya melepaskan tangannya setelah melihat raut wajah Tamara yang seperti mulai kesakitan.Tamara mengelus jarinya sambil mendelik tajam pada Trevor sebagai tanda protesnya.Signor satu itu tentu saja tetap bersikap biasa saja, santai, seolah tidak ada apa-apa yang terjadi.Dengan menahan kekesalan hatinya, Tamara berkata, “Terima kasih kalau kau bersedia memberikan yang seperti ini pada Bibi Beatrice. Dia suda
Pablo mengangguk-angguk selama beberapa detik lamanya.Apa yang diucapkan Vicco terdengar seperti sebuah analisa, tapi yang sebenarnya terjadi adalah Vicco mengancam bisnis Pablo akan menjadi suram jika tidak bersedia menaikkan pembayarannya menjadi 10 persen.Pablo pun terpaksa menyetujuinya. Dia tak ada pilihan lain.“Baiklah, Gubernur Vicco. Sepuluh persen, tidak masalah. Untuk pulau pribadi, beri aku waktu tiga hari untuk mengurusnya.”Vicco pun tersenyum tipis. “Baik. Terima kasih atas kemurahan hatimu. Setelah semua transaksi beres maka aku akan meliburkan setiap hari Senin dan Selasa setiap minggunya agar kau bisa leluasa menggunakan teluk Cala Mosche.”“Terima kasih, Gubernur.”Pembicaraan mereka pun diakhiri.Begitu layar penghubung mereka terputus, Pablo langsung bangkit dan melampiaskan kemarahannya.“Dasar serakah! Sialan! Sepuluh persen dan sebuah pulau pribadi! Dia sedang merampokku!” seru Pablo marah pada Vicco.Dia benar-benar kesal dan marah, tapi dia tak bisa melampi
“Jangan angkat!” titah Trevor dengan rautnya yang menuntut.Tamara lalu menoleh padanya, merasa terkejut akan seruan Trevor. Detik berikutnya Tamara menyadari seharusnya dia tak perlu terkejut lagi, karena memang tidaklah mengherankan jika Signor pemaksa ini melarangnya melakukan sesuatu.“Kenapa tidak boleh?”“Jangan angkat! Itu dari si norak itu!”Tamara lalu menurunkan tangannya yang memegang ponsel.Dia bahkan berjalan melewati Trevor.Signor satu itu menahan lengannya.“Mau ke mana?”“Ke balkon.”“Untuk?”Tamara pun menghirup napasnya dalam-dalam lalu menghadap signor satu itu. “Dengar ... tadi kau mengangkat panggilan telepon di balkon, itu dari siapa?”“Bukan dari siapa-siapa,” sahut Trevor cepat.“Ya, makanya itu, panggilan telpon yang bukan dari siapa-siapa saja boleh kau jawab di balkon. Sedangkan ini dari temanku, Logan. Kau sendiri pun mengenalnya. Kenapa tidak boleh kusambut di balkon? Apakah yang bukan siapa-siapa itu lebih penting dari teman?”“Aku tidak suka kau bertem
Trevor melirik lagi ke pintu balkon yang terbuat dari kaca.Dia melihat Thea dan Tilly seperti berusaha mencuri dengar kata-katanya.Dia pun mengecilkan suaranya.“Viviana, perlu kau ketahui, aku tidak selalu makan malam bersama orang tuaku. Aku makan malam bersama mereka hanya sesekali saja. Jadi tidak seharusnya kau menungguku muncul makan malam tanpa menanyakannya padaku.”“Tapi ... Tapi ... Trev,” Viviana melanjutkan dengan suaranya yang bergetar menahan kekecewaannya, “orang tuaku datang tadi, Trev.”“Orang tuamu datang makan malam bersama orang tuaku?”“Iya, Trev.”“Untuk apa?”“Mereka membicarakan kemungkinan kita dijodohkan lagi, Trev, mengingat sekarang kau sudah bercerai dari istrimu itu.”“Apa? Kenapa mereka membahas perjodohan ini lagi? Astaga! Kepalaku terasa mau pecah, ini lagi, ini lagi!” Trevor mengeluh dengan meluapkan rasa kesalnya.Itu membuat Viviana terperangah. Kenapa dia merasa Trevor seperti tidak senang mendengar rencana perjodohan mereka dilanjutkan?Bukankah
Ketika tiba di apartemen, triplet dibuat tak percaya dengan apa yang mereka lihat di depan mereka.Apartemen milik Daddy mereka sebagus, seluas, dan semewah ini. Furnitur yang ada pun berkelas dan terlihat glowing.Sungguh seperti yang ada di katalog iklan penthouse kelas atas.“Waaaah ... ini sebagus ini ... kenapa Daddy tidak mengajak kita tinggal di sini dari awal?”Trevor tersentak mendengar pertanyaan Tilly. Dia memang tidak pernah berencana untuk tinggal di sini secara permanen. Rumah ini dia beli hanya untuk persinggahan.Jika bukan terpaksa, dia tidak akan membawa Tamara dan triplet tinggal di sini.“Ya ... daddy lupa dengan rumah ini.”“Apaa? Lupaaa? Hah! Rumah sebagus ini dilupakan. Mending untuk kita aja ya, Mi?”Tamara mengangguk sebagai respon pada Tilly. Sedangkan Trevor seperti mendapatkan pencerahan. Dia akan memindah namakan rumah ini atas nama Tamara dan menjadikan hadiah bagi wanita itu.“Ini kamar untuk kalian. Ada tiga kamar, itu berarti Thea dan Tilly harus satu