Trevor merengut meski wajahnya biasanya memang tampak seperti itu.Tapi Tamara bisa melihat bahwa Trevor merengut.“Kalau memang ingin bicara, kita bertemu nanti malam. Ehm ...”Travish tiba-tiba langsung menyelanya, “Di Four Season Hotel saja. jam 19.30.”Trevor mengernyit mendengar saran Travish. Dia menjauhkan ponselnya, “Kenapa di sana?”“Oh, tadi sales mobil menelpon lagi mengajak Daddy ketemuan. Dan akhirnya aku membuat janji untuk Daddy dengannya di sana, jam 19.00.”Trevor mengangguk. “Bagus juga begitu. Tidak bolak balik.”Travish pun mengangguk.Lalu Trevor mengatakan pada ayahnya Tamara, “Temui aku di restoran Four Season Hotel, jam 19.30.”“Baik, baik.” Alland terdengar begitu gembira. Dan memang dia tersenyum lebar karena sepertinya kali ini akan ada berita baik yang bisa dia dapatkan.Malam harinya ...Trevor bersama Tamara menuju Four Season Hotel untuk menemui sales mobil.Travish sudah menjelaskan bahwa kode meja reservasinya adalah Violet.Ketika tiba di sana, Trevor
“Ya, halo?” Trevor menjawab dengan lugas sehingga suaranya terdengar ketus.Di ujung sana, Alland terkesiap. Dia benar-benar tidak menyangka jika Trevor yang akan menjawab ponsel Tamara.Alland jadi gelagapan.“Errr ... aku ... aku menelpon ingin bicara pada Tamara. Apakah dia sedang sibuk?”Trevor menatap ke arah tirai yang menutupi diri Tamara.Dia menjawab lagi, “Iya, dia sedang sibuk. Ada apa mencarinya?”“Oh ... it- itu ... err ... nanti saja aku telepon lagi.”Trevor yang tidak suka dibasa basikan orang lain pun menjawab apa adanya, “Oke.”Alland jadi semakin keki. Dia berharap Trevor menanyakannya lagi lebih mendesak agar dia bisa menceritakan masalahnya dan apa harapannya dari Trevor.Namun, Trevor hanya menyahuti dengan iya.Sungguh Alland jadi kehilangan kata-katanya.Dia pun terpaksa memutuskan panggilan telepon.Trevor menutup telepon dan kembali menunggu Tamara.Sedangkan Travish sudah mengambil ponsel ayahnya dan menuju ruang depan. Travish menjawab panggilan dari Giana.
Semakin lama, pagutannya semakin dalam.Sentuhan tangan Trevor pun menangkup buah dada Tamara, meremasnya dengan lembut dan begitu penuh hasrat.Dia merasakan kekenyalan yang membuatnya takjub.Rasanya sudah lama sekali tidak menyentuh buah dada wanita. Dan memang kenyataannya sudah sangat lama.Sejak dia kehilangan hasratnya pada wanita manapun itu.Tapi pada Tamara, hasratnya tidak kunjung padam dan terasa menggebu-gebu.Tamara sendiri merasakan detak jantungnya berlarian dengan kencang bersamaan dengan keinginannya untuk semakin meraskaan gelenyar nikmat yang disuguhi Trevor.Bibir pria itu kini menjelajah pucuk dada Tamara, mengisap dan membelai hingga Tamara melengkungkan tubuhnya, semakin membuat buah dadanya mengarah ke wajah Trevor.Tak menunda-nunda, Trevor melahap dua-duanya. Sebelah setelah yang satu, lalu beralih ke sebelah lagi.Rasa nikmat itu mengaliri tubuh Tamara dari berbagai sisi. Kini tinggal permainan inti.Trevor sudah menggesekkan ujung miliknya bersiap untuk ma
Tamara mengerutkan keningnya. Dia sebenarnya masih shock dengan apa yang terjadi tadi.Dia tak menyangka perkembangan hubungan mereka akan secepat itu.Dari perjanjian akan menunda sampai resmi menjadi suami istri, Trevor tampaknya tak pernah bisa menahannya.Tamara sendiri ... ingin menunggu sampai resmi, tapi seringkali mendapati dirinya nyaris termakan bujuk rayu Trevor. Hasrat memang sekuat itu mengikat seseorang, menumpulkan pikiran, mengendalikan diri seseorang tanpa bisa ditahan. Maka dari itu, Tamara cepat-cepat menuju toilet untuk mandi. Dia sekalian ingin menenangkan dirinya dulu.Serta mengambil sedikit waktu untuk berpikir seorang diri.Tapi sebelum dia sempat menjawab, tangan Trevor sudah menahan pintu dan pria itu menyelinap masuk dengan pandangan yang begitu mengukungnya.Belum apa-apa Tamara sudah terkurung pandangan Trevor yang dalam dan menghanyutkan.Begitu pintu menutup pelan di belakangnya, pria itu langsung menarik Tamara ke dalam pelukannya dan melanjutkan lum
“Trev- Trevor ...” ujar Tamara terbata ketika menyadari apa yang menusuk bawah perutnya.Dia merasakan begitu keras dan err ... sepertinya besar.Kini benaknya dipenuhi dengan seperti apa bentuknya? Seperti apa ukurannya?Karena seujujurnya, walaupun Tamara sudah memiliki tiga anak, tapi pertama melakukan degnan Trevor, semua serba temaram. Dia tak sempat melihatnya.Kini semua rasa penasaran itu menggumpal di pikirannya.“Itu tanda aku menginginkanmu, Tamara,” bisik Trevor seraya memulai kembali pagutan mereka.Lidahnya menyelusup hingga ke dalam mulut Tamara menginginkan ciuman yang dalam.Di saat bersamaan, Trevor mengambil tangan Tamara lalu mengarahkannya pada kejantanannya di balik handuk putih nan tipis.Saat itu, Tamara bisa merasakan milik Trevor yang panjang dan besar. Trevor menuntunya agar melingkari miliknya. Dan bisa Tamara rasakan milik pria itu banyak lebihnya dari genggaman tangannya.Membayangkan itu sembari terus meladeni ciuman Trevor, wajah Tamara memerah padam.“R
Melihat itu, Trevor merasa ikut terenyuh. Jarinya mengusap demi menghapus air mata Tamara.Tidak pernah dia bayangkan sebelumnya Tamara bisa seperti ini. Dia selalu menganggap Tamara sosok yang dingin dan teguh. Sosok seperti itu pastilah tidak akan menangis.Tapi Tamara menumpahkan air mata. Meski tidak menangis sampai terisak, tapi Trevor melihat betapa berat perjuangan Tamara untuk tetap terlihat kuat.Diraihnya Tamara untuk masuk dalam pelukannya.“Maafkan aku tidak ada di sisimu waktu itu,” bisiknya lirih tapi kata-kata itu merasuk ke jiwa Tamara.Sekalipun Tamara tahu bahwa Trevor tidak bersalah karena sejatinya tidak mungkin Trevor berada di sisinya saat itu. Mereka tidak saling mengenal dan Trevor sudah tentu tidak tahu jika dia hamil.Tapi Tamara tetap menerima ucapan maaf Trevor.Dia mengangguk sembari membiarkan kehangatan tubuh Trevor melingkupinya.“Itu bukan salahmu,” bisik Tamara dari sela pelukan Trevor yang erat.“Tapi aku tetap saja menyesal. Aku melewati moment berh