LOGIN“Apa analisis Anda ini tidak salah? Jangan bermain-main dengan saya!”
Suara Trevor bergema kuat di ruang konsultasi dokter yang dia kunjungi. Trevor mengantarkan Lady El-Mia kembali ke rumah tadi karena dia hendak menuju rumah sakit untuk berkonsultasi tentang kesehatannya, bukan karena dia sibuk seperti katanya pada El-Mia tadi. Namun, Trevor berang saat baru saja mendengar analisis dokternya yang mengatakan bahwa dia menderita penyakit yang membuat kesuburannya terganggu. Dari penjelasan dokter, penyakitnya ini skala ringan, tanpa gejala dan tanpa nyeri, sehingga tidak dibutuhkan tindakan pembedahan sama sekali. Tindakan pengobatan pun hanya memerlukan olahraga ringan seperti jalan kaki, berenang, dan bersepeda. Hanya saja, yang menyebabkan Trevor kesal setengah mati adalah bahwa penyakit ini bisa mengakibatkan penurunan kualitas dan kuantitas spermanya, sedangkan orang tuanya sudah tak sabar untuk menimang cucu. “Maaf, Tn. Kozlov, seperti itulah efek dari penyakit ini. Tapi Anda jangan khawatir karena kondisi Anda ini hanya berlansung sementara saja. Ketika Anda sudah sembuh, sperma Anda pun akan kembali seperti semula. Tidak akan ada gangguan berarti lagi.” “Sementara? Sementara itu berapa lama?” Suara berat Trevor kembali menghadang dokter spesialis kelamin yang didatanginya dua minggu terakhir ini. Kedua alisnya bertaut hebat berusaha mengintimidasi dokter paruh baya di hadapannya. “Kurang lebih 12 bulan.” “Jadi selama 12 bulan mendatang aku akan mandul?” tanya Trevor lagi dengan berangnya. Suara baritonnya meningkat drastis. “Hanya 12 bulan saja. Tidak akan lama. Saya akan meresepkan obat-obatan dengan begitu dalam 12 bulan ke depan, anda sudah akan sembuh dan kembali subur.” “Hanya 12 bulan? Itu satu tahun!” Trevor tanpa sadar meninggikan suaranya. Dia sungguh-sungguh frustrasi. Rasanya tidak mungkin dia bisa berlama-lama tahan memiliki istri seperti Lady El-Mia. Andai Lady El-Mia benar-benar wanita perawan yang dia tiduri 6 tahun lalu, maka Trevor tidak akan mempermasalahkan menunggu 12 bulan lamanya untuk bisa mendapatkan keturunan. Tapi El-Mia jauh dari bayangannya tentang gadis perawan itu. Awalnya, Trevor tidak mempermasalahkan ini pada Vicco karena dia malas mencari lagi wanita untuk dia nikahi. Sudah terbayangkan olehnya betapa heboh dan caper para wanita sosialita saat mengetahui bahwa dia mencari istri. Mereka akan berlomba-lomba mendekatinya. Trevor tidak menginginkan itu. Dia pun membiarkan saja muslihat Vicco. Lagipula, dia masih bisa memanfaatkan Vicco dan masih memegang kartu As Vicco. Tapi jika ternyata kondisinya butuh 12 bulan baru bisa subur kembali, dia perlu memikirkan kembali rencana pernikahannya ini. “Ini paket obat-obatannya, sudah tersedia semua dari sini, sehingga Anda tidak perlu menebusnya lagi di apotik. Dengan meminum obat ini secara rutin, Anda akan subur kembali dalam 12 bulan ke depan.” Trevor mengambil sekantung obat-obatan yang disodorkan dokter. Dan sebelum dia berlalu dari hadapan dokter itu, Trevor mendesis sinis, “Sebaiknya obat-obatan ini berhasil. Jika satu tahun kemudian aku belum sembuh juga, aku akan menghancurkan rumah sakit ini!” Hati Trevor dalam kondisi tidak menyenangkan ketika dia menyusuri koridor rumah sakit yang panjang dengan empat pengawalnya mengikuti di belakangnya. Dan itu terpeta jelas di wajah Trevor yang matanya bagai merengut tajam seperti mata elang yang sedang mengincar mangsa. Belum lagi raut serius yang teramat nyata tercetak di wajahnya. Langkah kakinya lebar dan mengarah ke lift beberapa meter di depannya. Namun tanpa diduga, dari koridor sebelah kanan, tiba-tiba berlarian dua anak balita yang saling berkejaran, saling tertawa lebar, dan akhirnya menabrak kaki Trevor. Dua balita perempuan yang rambutnya dikucir dua dan diberi pita itu terjatuh saat menabrak kaki Trevor. “Aaww!” seru salah satu dari mereka, yang rambut kucirnya diberi pita pink. “Aduuuh!” seru satu lagi yang pitanya berwarna ungu. “Tilly, kita jatuh!” seru Thea meski masih dalam gelak tawa. Sang kakak kembarnya, Tilly, malah tertawa dan mengusap keningnya dengan tangan. “Keningku terasa benjol akibat menabrak ...” tatapan Tilly merayap ke atas dan dia bersitatap dengan Trevor yang begitu sinis raut wajahnya. Melihat Trevor menatapnya dengan sorot tak ramah, bahkan berang, Tilly pun bangkit dan berkacak pinggang menantang Trevor. “Paman, kalau jalan lihat-lihat dong!” seru Tilly tanpa merasa takut sedikit pun. Mendengar Boss mereka dimarah seorang bocah kecil, Percy, sang pengawal nomor satu, maju dan menghadang Tilly. “Hei ... bocah kecil, beraninya kamu menghardik bossku! Kamu tak tahu berhadapan dengan siapa?” tanyanya dengan suara yang direndahkan dan diberat-beratkan. Percy juga menjepit kedua lengan Tilly kuat-kuat dan mengangkatnya hingga kedua kaki Tilly menendang-nendang bebas di udara. Bukannya takut, Tilly malah beralih menatap Percy dengan melotot. “Hah! Memangnya siapa boss-mu, Pak kepala botak?” Percy yang mendengar Tilly berani-beraninya menyebutnya kepala botak pun melotot. Wajahnya semakin mengerikan dan nyaris menelan Tilly hidup-hidup. Tapi Tilly pun masih tak ciut nyalinya. Dia berseru lagi, “Pak Kepala Botak, turunkan aku! Aku tidak takut pada boss-mu! Mami selalu mengajarkan kami untuk tidak takut pada siapapun, selama kami tidak melakukan hal yang salah! Sekarang coba sebutkan apa salah kami? Kenapa kalian memasang wajah seperti burung betina sedang beranak?” Percy naik pitam lagi, sampai-sampai dia tak menyadari kesalahan dalam celotehnya Tilly. Dia menarik napas dalam-dalam dan hendak menghempas Tilly lewat tiupan angin puyuh dari mulutnya. Tapi tiba-tiba saja Trevor yang sedari tadi diam dan mengamati mengangkat tangan meminta Percy berhenti. “Turunkan dia!” katanya dengan suaranya yang memang asli berat, tidak seperti Percy yang harus berusaha keras memberatkan suaranya sendiri. Trevor sendiri heran, kenapa tiba-tiba dia tertarik melihat tingkah laku bocah satu ini. Begitu Percy menurunkan Tilly, gadis itu berkacak pinggang sambil terus melototi Percy. Trevor tanpa diduga, malah berjongkok dan mengamati wajah Tilly, kemudian Thea, berganti-gantian. Dia melihat dua mata Tilly dan Thea yang berwarna biru keperakan. Sungguh warna mata yang unik. Ibunya memiliki warna mata persis seperti ini.Tilly bertambah marah mendengarnya. Dia pun menekan nomor extention security dan meminta mereka datang.Saat security tiba, Romeo langsung bangun dengan gusarnya.“Kamu akan menyesal, Tilly! Kamu akan menyesal! Dia akan membawa kamu pada hidup susah!”Dua security mendekati Romeo, tapi pria itu menangkis mereka. “Tidak perlu mencekalku! Aku bisa jalan sendiri!”Dan saat Romeo mencapai pintu keluar, Tilly berkata pada security dengan tenangnya, “Jangan pernah biarkan orang ini datang lagi! kehadirannya tidak diterima di sini!”“Baik!”Romeo pun mendengus kasar dan melangkah keluar dengan kemarahan.Tak pernah terbayang olehnya jika Tilly ternyata bisa sesulit ini diluluhkan. Apa yang sudah dibuat Sergio hingga Tilly bisa tak mau lagi menoleh padanya? Padahal apa sih yang Sergio punya? Uang saja tidak ada!Dasar pria rendahan! ***Di gudang PV Timber ...Ketika akhirnya mawar-mawar itu pun disingkirkan, sebuah amplop jatuh dari bawahnya, tertindih buket mawar.Itu adalah amplop sura
Tilly sibuk di luar sepanjang hari dan baru kembali ke kantor saat menjelang sore.Ketika melangkah masuk ke ruangannya, aroma mawar menyeruak begitu kuat.Di atas meja kerjanya terdapat sebuah buket mawar besar yang begitu indah.Tilly terheran lalu mendekat dan membaca kartu yang tertera.[Maafkan aku, Tilly. Bunga-bunga ini sebagai permohonan maafku yang tulus. Selama ini aku begitu merindukanmu. Aku tak bisa hidup begini terus, sesak di hatiku karena merindukanmu. Pikiranku kacau karena merindukanmu.Aku sudah memutuskan untuk menebus semua kesalahanku padamu, Tilly. Kembalilah padaku, tinggalkan suami dadakanmu itu.Dia tak pantas untukmu, Till.Tapi aku, aku akan membahagiakanmu, Tilly.Kamu masih ingat kan impian kita untuk berkeliling dunia bersama?Jika kau dengan dia, tidak mungkin kau bisa mewujudkannya!]Tertanda, Romeo.‘Hah! Menggelikan!’ geram Tilly dalam hati.Tilly lalu meremas kartu bergambar hati itu hingga remuk. Hatinya meradang. Berani-beraninya Romeo mengirimi
Tilly bangun dengan hati yang penuh semangat. Hari yang baru. Pagi yang cerah. Udara yang sejuk. Kicau burung yang merdu. Semua itu menyambutnya sehingga hati Tilly dipenuhi semangat yang ceria, kebahagiaan, serta vibe positif yang menggebu-gebu.Apalagi saat terbangun Sergio memeluknya erat. Aroma tubuh seseorang yang sangat Tilly tahu akan bersedia menjaga dan melindunginya setiap saat terhirup Tilly membuat hatinya menjadi tenang dan damai.Mereka bersiap ke kantor dengan kebahagiaan yang intim.Saling pandang, saling merapikan pakaian kerja mereka. Saling bertukar pandang, beradu senyum, sampai balas membalas kecupan kecil.Sampai ketika sama-sama sudah siap, Sergio melingkarkan sikunya di leher Tilly.“Ayo bekerja.”“Harusnya kamu saja yang bekerja. Aku menjadi ratu di rumah, duduk manis menimang baby,” ucap Tilly dengan bercanda.Tapi bagi Sergio ini seperti tusukan kecil yang menyengat.Dia langsung berbalik menghadap Tilly dan memandanginya. “Maafkan aku, untuk saat ini aku me
“Tilly ... jangan marah, aku mohon. Maafkan aku yang tidak mengatakan ini dari awal. Bagiku saat ayahmu memintaku menjadi pengan tin pria untukmu, aku tidak menolak. Semua karena aku sudah menyukaimu sejak lima tahun lalu.”Sergio kembali memelas. Dia meraih tangan Tilly dan menggenggamnya.“Lima tahun lalu? Saat itu aku belum bekerja di PV Timber.”“Memang. Tapi aku sudah sering melihatmu. Kau sering datang lalu berfoto-foto sendiri. Aku sering memperhatikanmu diam-diam.”“Lalu saat ayahmu menarikku untuk menikahimu, aku gugup setengah mati. Di sisi lain, aku bagai melayang ke langit ke tujuh. Tidak pernah terpikirkan olehku bahwa suatu hari nanti aku bisa menikahimu, gadis yang sudah mematri hatiku selama lima tahun ini.Saat mengucapkan sumpah pernikahan kita itu, aku bagaikan pria paling bahagia di muka bumi ini.Jadi tidak ada niatanku untuk menipumu, Tilly. Percayalah padaku.”Tilly menatap dalam ke jurang mata Sergio.Dia melihat banyak hal di sana meskipun usia pernikahan mere
Pada kenyataannya, Sergio berada di rumah, bersama Tilly.Di atas ranjang kayunya yang berderit setiap kali ada yang menaikinya, Sergio merangkul dan memeluk Tilly.Awalnya mereka sama-sama sibuk dengan pikiran sendiri. Tilly memikirkan apa hubungan kata-kata Romeo dengan amplop yang diberikan Romeo.Dia teringat, mereka memang sempat melakukan cek kesuburan sebagai bekal untuk pernikahan.Tapi kemudian, kesibukan membuatnya melupakan semua itu. Romeo pun tidak mengingatkannya.Dan tiba-tiba saja hari pernikahan sudah tiba.Kini dengan Romeo mengungkit hal itu, Tilly jadi teringat. Dia penasaran isi hasil tes-nya.Sedikit menyesal karena sempat meminta agar amplop itu dihancurkan.‘Ah, tidak perlu dipikirkan. Romeo hanyalah masa lalu, tidak perlu masih memikirkan apa yang dia katakan, apa yang dia berikan.’ Tilly mengambil keputusan dalam hatinya.Mirip dengan Tilly, Sergio juga sedang memikirkan isi amplop.Dia juga penasaran. Apa sebenarnya yang ada di dalam amplop itu.Lalu ... mas
Sementara itu, Olivia pulang dengan sakit hati yang menancap dalam.Dia seperti orang linglung. Patah hati membuatnya tak bisa berpikir jernih.Dia menghabiskan malam itu di sebuah bar yang tak jauh dari apartemennya.“Zombie,” kata Olivia saat ditanya pesanannya.Dia ingin melupakan semua yang baru didengarnya dan disaksikannya tadi.Segelas zombie terasa pas. Minuman memabukkan ini akan mampu membuatnya merasa singgah di surga saking mabuknya.Dan itulah tujuannya saat ini. Minum sampai mabuk sehingga dia tidak mengingat Sergio lagi.“Oh, Sergio ... biarkan aku melupakanmu! Mencintaimu terlalu menyakitkan. Belasan tahun ternyata tidak pernah ada secuil pun tempat di hatimu untukku.Bahkan untuk setitik kecil saja, tidak ada!Sedangkan kamu memenuhi seluruh relung hatiku, sampai ke dinding-dindingnya semua terukir namamu, Sergio! semuanya!Hatiku, pikiranku, bahkan tubuhku selalu mereguk kepuasan dengan membayangkanmu, Sergio!Andai waktu bisa terulang, aku lebih memilih tidak pernah







