Esoknya, Alva menepati janjinya. Jam tujuh pagi, ia sudah tiba di rumah Tante Jenna. Mereka naik kereta menuju Potsdam. Hanya sekitar empat puluh menit, mereka sudah tiba di ibukota dari negara bagian Brandenburg itu.
Tujuan pertama mereka adalah kompleks Sanssouci Palace, yang dahulu merupakan istana peristirahatan musim panas bagi Raja Prussia, Frederick The Great. Tidak jauh dari istana ini, dengan berjalan kaki, mereka juga dapat menikmati Sanssouci Park, The Chinese Tea House, Orangery Palace, New Palace, dan Charlottenhof Palace. Bangunan-bangunan bersejarah tersebut sangat indah dan megah, Alena sampai tak dapat berhenti mengaguminya. Setiap pilar, patung, ukiran, dan pahatan, masih terjaga dengan baik sampai saat ini. Kontur Sanssouci Park yang berbukit-bukit memberikan pemandangan yang sangat menawan. Mereka berdua berswafoto sepuasnya. Alva juga tidak berhenti menjepretkan kameranya, untuk mengabadikan keindahan warisan budayLibur musim panas Alena masih dua minggu lagi. Ia mengisi waktu liburnya dengan membantu Tante Jenna di kedai roti. Alena sekarang sudah mahir membuat beberapa jenis roti dan kue kering. Ia beberapa kali membantu Tante Jenna membuat roti, terutama di saat pesanan sedang banyak.Alena dan Tante Jenna masih rutin berkunjung ke Klinik Glück. Banyak kemajuan dan perubahan yang terjadi di klinik itu, sejak mini konser. Staff perawat di klinik sudah bertambah. Dokter yang menangani pasien juga sudah terjadwal rutin, walaupun para dokter itu tidak stand by di klinik, tapi para pasien selalu mendapatkan terapi yang dibutuhkan.Fasilitas klinik juga terus diperbarui, melalui bantuan dari pemerintah dan donatur. Para pengurus yayasan dan staff klinik sangat gembira, setiap kali Alena dan Tante Jenna datang, mereka selalu menceritakan setiap perkembangan di klinik itu. Alena merasa sangat bersyukur, usaha mereka semua membuahkan hasil yang baik.
Hari Sabtu adalah hari yang selalu ditunggu Alena, karena ia bisa menghabiskan waktu bersama Alva. Kali ini, Alva menjemput Alena di rumah Tante Jenna, lalu mengajaknya berkeliling dengan sepeda, menikmati daerah pinggiran kota. Sebelumnya, mereka berziarah dulu ke makam Papanya Alva. Kemudian dilanjutkan dengan bersepeda santai, menyusuri wilayah pedesaan yang tenang.Mereka berhenti di pinggir sebuah sungai, yang dikelilingi oleh padang rumput hijau yang luas. Tidak ada rumah penduduk di dekat situ, hanya pepohonan dan rumput sejauh mata memandang.Alena menggelar tikar di atas hamparan rumput, tepat di bawah sebatang pohon besar. Musim panas memang selalu menyenangkan untuk berpiknik. Tante Jenna sudah membekali mereka dengan roti dan kue yang lezat. Sambil menikmati bekal, mereka duduk bersebelahan memandangi aliran sungai yang jernih."Kamu bilang, kamu paling suka objek wisata yang ada airnya, makanya aku ajak kamu ke sini," kata Al
Permulaan musim gugur berarti permulaan semester baru. Alva sudah menyelesaikan proyek musim panasnya. Ia mendapat tawaran proyek baru lagi dari dosennya. Kali ini, proyeknya adalah kerja sama dengan sebuah grup musik lokal, untuk pembuatan album instrumental terbaru mereka. Jika grup musik itu setuju menggunakan komposisi musik yang diciptakan Alva, tentunya Alva akan mendapatkan royalti atas hasil karyanya. Alva sangat bersemangat waktu bercerita pada Alena, dan Alena pastinya mendukung.Kabar gembira lainnya, Alva juga berhasil lolos audisi Symphony Orchestra sebagai pemain biola. Ia mulai sibuk dengan latihan, untuk persiapan tampil bersama orkestra tersebut, yang rutin mengadakan pertunjukan Concert for the Nations, di akhir musim gugur.Setiap kali musim gugur tiba, Alena terkenang momen pertama kalinya ia menginjakkan kaki di Berlin, dua tahun yang lalu. Daun-daun menguning di mana-mana, cuaca yang sejuk, dengan hembusan angin dingin di w
Bulan Januari selalu menjadi momen terindah bagi Alena, karena tanggal 17 adalah persis empat tahun ia dan Alva menjalin kasih. Saat ini sudah pertengahan musim dingin. Cuaca tahun ini terasa lebih dingin, dan sulit diperkirakan dibandingkan sebelumnya. Seringkali hujan atau salju turun mendadak.Sore di tanggal 17 Januari, mereka sudah berjanji untuk bertemu setelah kuliah. Alva mengajak Alena mengunjungi Studio Talent. Jarak kampus ke studio hanya sekitar lima belas menit dengan kereta.Mereka tiba di studio sekitar jam empat sore, studio biasanya ditutup jam enam. Ada tiga orang staff yang bekerja bergantian shift, dari pagi sampai sore di studio itu, terutama selama Alva dan teman-temannya berada di kampus.Alva menyapa staffnya yang sedang bertugas di studio, lalu mengajak Alena masuk ke ruang kerjanya yang berada di lantai dua. Lantai dua studio itu diperuntukkan sebagai studio foto, sedangkan lantai satu untuk studio musik.
Hari Sabtu di akhir bulan Januari, Alva sedang sibuk dengan pekerjaannya di studio. Ia dan teman-temannya sedang melakukan rekaman untuk proyek album instrumental. Alena sudah memahami kesibukan Alva, jadi hari ini, ia memutuskan membantu Tante Jenna di kedai roti saja."Alena, Tante mau ngantar pesanan kue dulu ya… Kamu nggak apa-apa kan sendirian aja di sini?" tanya Tante Jenna.Ia membawa kotak khusus untuk menyimpan barang, yang biasanya ia pasang di sepedanya, jika sedang mengantar pesanan roti. Waktu sudah menunjukkan hampir pukul empat sore."Oh iya, Tante... Nggak apa-apa, aku yang jaga aja. Tante hati-hati ya...," jawab Alena. Ia baru saja selesai menata roti di dalam etalase kaca.Tante Jenna tersenyum dan berjalan menuju pintu. "Tante cuma bentar kok..." Lalu ia pun keluar dari kedai dan menutup pintu.Alena sudah terbiasa menjaga kedai sendiri, tiap kali Tante Jenna mengantar pesanan. Di musim dingin, sore
Bulan Maret, Berlin mulai memasuki musim semi. Salju mencair, cuaca berubah menjadi lebih hangat, batang dan ranting tanaman yang tadinya kering membeku, mulai menunjukkan tanda kehidupan lagi. Musim dingin selalu membangkitkan kenangan indah bagi Alena, karena perayaan jalinan kasihnya dengan Alva jatuh di bulan Januari. Sedangkan musim semi senantiasa membawa harapan dan semangat baru bagi Alena.Saat ini, kuliah Alena sudah masuk semester empat, sedangkan Alva masuk semester lima. Alva sudah mulai menyusun skripsi di semester ini. Pembimbingnya, siapa lagi kalau bukan Professor Meyer, yang sepertinya sangat memfavoritkan Alva. Jika semuanya lancar, Alva bisa saja lulus, setelah menyelesaikan enam atau tujuh semester. Alena tahu, jika Alva benar-benar menginginkan sesuatu, ia selalu berupaya keras untuk mewujudkannya.Di akhir bulan Maret ini, Alena dan teman-temannya akan menjalani study tour ke luar negeri selama empat hari. Alena memilih Athena, Yunani
Hari kedua study tour dimulai dengan perjalanan ke Acropolis, kompleks bersejarah yang dianggap sakral bagi bangsa Yunani zaman dulu. Pertama-tama, mereka mengunjungi Teater Dionysius, teater pertama yang dipercaya sebagai tempat lahirnya kisah tragedi Yunani Kuno, di mana dahulu karya-karya para seniman Yunani seperti Aeschylus, Sophocles, Euripides, dan Aristophanes dipertunjukkan. Saat ini, teater tersebut tidak digunakan lagi, pengunjung hanya dapat memandangi struktur teater dari batu yang masih direstorasi.Tidak jauh dari situ, terdapat Teater Odeon of Herodes Atticus. Teater kuno tersebut, yang juga dibangun dari batu, sampai saat ini masih rutin digunakan untuk berbagai pertunjukan. Kemudian mereka juga melihat-lihat situs lainnya, seperti Kuil Parthenon, Kuil Erechtheum, dan Museum Acropolis.Cesare dengan fasih menjelaskan kepada Alena dan teman-temannya, mengenai sejarah situs-situs di Acropolis. Cuaca di Athena pada awal musim semi masih cender
Mereka tiba di puncak sebuah bukit kecil. Di kejauhan, terlihat siluet pulau-pulau lain yang berada di sekitar pulau Agistri, diselubungi oleh kabut tipis. Alena bisa melihat pemandangan pantai dan laut biru di bawah bukit, sedangkan area pedesaan tampak berwarna putih dan coklat, yang berasal dari warna dinding dan atap rumah penduduk. Angin laut yang segar menerpa wajahnya, membawakan aroma hutan pinus.Alena terpesona. "Waw.....," serunya takjub. Ia memuaskan matanya menikmati pemandangan yang indah dari atas bukit."Pemandangannya lebih bagus kan, dari atas sini...," komentar Luis. "Kalau mau kembali ke pantai Dragonera, kita tinggal turun lewat situ," sambungnya, sambil menunjuk ke arah kiri, di mana terdapat jalan menurun diapit oleh batu-batu karang. "Atau kalau mau jalan-jalan ke desa, kita bisa ke kanan, jalannya lebih halus."Alena baru sadar, mereka berdua dari tadi tidak memakai alas kaki, dan Luis hanya memakai celana renang. "Kayakny