Lain hari, di sore yang cerah Anne duduk sendiri di teras rumah. Ia masih memikirkan hal yang membuat suaminya bersikap dingin.
Mencari kesalahan apa yang dia perbuat hingga Samuel semakin dingin dan datar bahkan cenderung lebih banyak menghindar darinya. Suara dering ponsel miliknya yang berada di meja samping ia duduk telah menyadarkan dari lamunan itu.
Perlahan diangkat panggilan dari Samuel, "Iya, ada apa, Samuel?"
Untuk beberapa saat Anne terdiam, mendengarkan apa yang dikatakan oleh suaminya, ia pun mengangguk tanda mengerti dengan informasi yang diterima telinganya.
"Baiklah, aku akan bersiap sebelum kau datang," jawab Anne.
"Tidak perlu, kau langsung saja berangkat sendiri dari rumah. Aku harus mampir dulu untuk membeli kado untuk Mama." Suara Samuel masih terdengar datar dan tegas saat memberi perintah pada istrinya.
Anne menghela napas panjang, dia sebenarnya tidak lupa dengan hari itu yang bertepatan hari ulang tahun ibu mertuanya.
Namun, seperti tahun sebelumnya, dia selalu menunggu kedatangan suaminya untuk berangkat bersama. Tapi, tidak dengan hari ini. Samuel memutuskan untuk berangkat sendiri sepulang dari kantor.
"Baiklah, untuk pakaian apa kita juga akan mengenakannya seperti tahun kemarin, Samuel?" tanyanya kemudian.
"Terserah. Asal tidak memalukan aku saja," jawabnya masih dengan nada dinginnya.
Tanpa berpamitan, Samuel menutup panggilan itu secara sepihak membuat Anne melongo dengan mulut terbuka seakan hendak mengucap satu kata.
"Baiklah, jika ini yang kau inginkan, Samuel," gumam Anne.
Wanita itu berdiri lalu berjalan masuk ke dalam rumah untuk bersiap diri. Malam ini adalah acara pesta ulang tahun ibu mertuanya yang akan digelar mewah bertempat di rumah utama.
Waktu terus berjalan hingga sudah menunjukkan pukul enam sore, Anne masih berdiri mematung di depan deretan pakaian koleksinya. Kedua matanya memindai seri pakaian terbaru miliknya.
"Tidak ada yang terbaik untuk acara ini, sudah lama aku tidak membeli gaun untuk pesta. Jika membeli dulu, apa waktunya masih cukup?"
Anne berpikir dan menghitung waktu perjalanan membeli pakaian hingga datang ke rumah ibu mertuanya.
Ia mendengus panjang, hampir dua tahun Samuel tidak memperhatikan penampilannya dan juga tidak mengizinkan untuk membeli pakaian lagi dengan alasan koleksi pakaiannya sudah berlimpah.
"Mungkin masih ada waktu untuk membeli pakaian pesta edisi terbaru. Baiklah, lebih baik dicoba daripada membuat Samuel kurang nyaman melihatku di pesta itu dengan model kuno."
Anne lantas bergegas keluar dari rumah menuju ke mall terbesar di kota itu. Jalanan saat itu sangat mendukung perjalanan Anne untuk sampai di sebuah mall terbesar.
Ia segera turun dari mobil yang sudah terparkir sempurna, tungkai yang panjang dan indah melangkah anggun menuju ke butik ternama.
"Boleh saya bantu untuk memilih gaun untukmu, Nyonya?" tanya seorang pelayan dengan nada sopan.
Anne menoleh memandang pada pelayan wanita, lalu bibirnya tersenyum dan mengeluarkan suara, "Tolong bawakan aku model gaun pesta terbaru yang kalian miliki."
Setelah semuanya selesai, Anne segera meluncur ke rumah sang mertua. Suasana terlihat ramai tetapi mobil milik Samuel belum tampak. Dia terus berjalan masuk ke dalam menuju ke ruang pusat acara.
Penampilan yang terllihat elegan seketika menjadi sorotan para tamu yang sudah hadir.
"Lihat menantumu, Nyonya. Cantik dan terlihat anggun," kata seseorang wanita yang kebetulan berdiri di samping ibu mertua Anne.
"Cantik pun percuma jika sampai saat ini belum pernah memberiku cucu,” ketus wanita paruh baya itu sembari melirik Anne dengan tatapan sinisnya.”
Anne yang sudah berjalan menuju ke tempat mertuanya berdiri, hanya melempar senyum pada mereka para ibu-ibu yang juga sedang menatapnya.
"Selamat ulang tahun, Ma," ujar Anne lembut dan sopan.
Ibu mertuanya hanya menatapnya sekilas, "Di mana Samuel?"
Anne tersenyum lalu melihat ke seluruh ruangan, tetapi sosok suaminya itu belum terlihat. Setelah beberapa saat terlihat, Samuel masuk dengan membawa kotak kecil yang terbungkus rapi.
"Selamat ulang tahun, Ma. Ada sedikit hadiah untukmu," kata Samuel.
"Kenapa kalian tidak datang bersama?" tanyanya kemudian.
"Aku banyak kerjaan."
Anne berjalan mendekat ke arah suaminya. Dia terus berusaha menampilkan keromantisan tetapi Samuel sedikit menghindar membuat ibu mertuanya tersenyum penuh arti.
"Sudah empat tahun kalian menikah. Kapan kau akan hamil, Anne?" tanyanya kembali.
Anne mencoba tersenyum sambil memeluk erat lengan suaminya. "Kami juga sedang berusaha, Ma. Bukankah seperti itu, Sam?"
Samuel menatap datar pada Anne. Dia hanya diam tanpa mengeluarkan suara sedikit pun. Hal ini menunjukan hubungan mereka menjadi dingin.
"Lihatlah di sana, mereka berdua baru menikah selama enam bulan saja sudah hamil. Bibimu terlihat penuh senyum. Sedangkan Anne, empat tahun tanpa ada kabar sedikit pun."
"Jika memang kau tidak bisa hamil, jangan banyak tingkah, Anne. Membuat malu saja," ketus ibunya Samuel.
Anne menunduk perlahan sambal melepaskan pelukannya lalu mundur sedikit menjauh dari tempat semula. Beberapa wanita teman mertuanya menatap penuh tanya.
"Mungkin mereka sedang berobat pada dokter, jangan terlalu menekan menantu," kata seseorang wanita pada ibu mertua Anne.
"Bagaimana tidak menekannya jika mereka saja sudah hamil meskipun baru enam bulan menikah. Bisa juga wanita ini mandul, tidak mungkin putraku yang mandul." Suara Tyas makin keras membuat sanak saudara yang hadir sontak melihat ke arah mertua dan menantu itu.
Anne semakin menunduk, jemarinya meremas sisi gaun dengan kuat. Sesaat melirik ke arah Samuel, dia mendengus lirih. Sangat jelas terlihat suaminya sama sekali tidak bereaksi atas perundungan ibunya.
Wajah Anne semakin mendung, dadanya terasa sesak apalagi hampir semua mata sanak saudara memberi tatapan penuh tanya.
"Benar juga, sepupu Samuel sedang hamil empat bulan, sedangkan Anne … kenapa bisa belum terlihat?" kata seorang sepupu Samuel yang kebetulan adalah ibu mertua yang sedang menjadi topik perbincangan mereka.
"Pasti kalian berpendapat sama denganku. Perempuan macam apa yang tidak hamil selama empat tahun menikah, jika tidak mandul," ketus Tyas kembali menyindir Anne.
Merasa situasi makin tidak kondusif, tangan Anne mencengkeram lengan suaminya yang sejak tadi tetap bungkam. Ia memberi isyarat untuk mengajak suaminya pergi dari sana. Namun, Samuel masih fokus pada mamanya yang terus mengejar alasan apa hingga mereka berdua masih belum diberi keturunan.
Akhirnya tanpa menunggu Samuel, Anne berjalan cepat dengan hentakan kaki di setiap langkahnya, hal ini seketika membuat Samuel berpamitan pada ibunya.
"Segera ceraikan wanita mandul itu, Samuel!"
Anne yang masih mendengar kalimat terakhir dari mertuanya itu menutup telinga sambil terus berlari menuju ke mobil hingga sampai di dalam mobil ia menangis. Samuel masuk tak lama dan langsung duduk di bangku kemudi.
"Kenapa kau begitu tega melakukan semua ini padaku, Samuel? Kau bahkan tak membelaku di depan ibumu yang sedari tadi menyindirku secara terang-terangan!”
Mata Clarissa sedikit menyipit lalu senyum di bibirnya melebar tipis, seolah sedang menimbang sesuatu yang hanya ia ketahui."Oh … istri," gumamnya pelan, namun cukup jelas untuk sampai ke telinga Anne.Nada bicaranya seperti gula yang dibubuhi racun—manis di permukaan, tapi menyisakan perih di dada."Senang bertemu dengan Anda, Anne," lanjut Clarissa sambil mengulurkan tangannya pada Anne. "Samuel tidak pernah bercerita bahwa dia memiliki istri secantik ini."Anne tersenyum sopan karena berusaha menyembunyikan rasa tidak nyaman yang menyusup di balik kulitnya.Jabatannya singkat, tapi Anne bisa merasakan sesuatu dalam genggaman itu—bukan sekadar formalitas, melainkan semacam pengukuran kekuatan."Terima kasih," jawab Anne dengan singkat.Samuel berdiri di antara keduanya, jelas ingin mengalihkan arah pembicaraan. "Clarissa, bagaimana kabar—"Namun Clarissa memotong dan melangkah setengah inci lebih dekat, hingga aroma parfum mewahnya menguar di udara di antara mereka."Kita sempat be
“Untukmu, Samuel. Hanya untukmu. Aku tidak pernah berniat menggoda pria lain selain suamiku sendiri,” lirih Anne seraya menahan diri untuk tidak menangis di hadapan suaminya itu.Namun, tatapan mata Samuel yang begitu tajam membuat Anne tidak bisa lagi menahan diri. Baru saja tangannya hendak menyentuh dada Samuel, pria itu langsung menolaknya."Sudahlah, lupakan saja semua ini. Aku terlalu lelah dan capek malam ini, jangan ganggu dengan hal yang tidak penting!"Usai berkata, Samuel pun melangkah meninggalkan Anne tanpa ada rasa bersalah setelah apa yang dia lakukan pada istrinya itu.Anne mendengus menyaksikan semua usahanya yang menemui kegagalan lagi dan lagi.Akhirnya wanita itu berjalan menuju meja makan untuk menikmati semua hidangan yang dia siapkan sejak sore sepulang dari salon.Tatapannya nanar melihat pada satu per satu mangkuk berisi sayur favorit suaminya itu.Bibirnya mengulas senyum getir mengingat semua usahanya akhir-akhir ini. Sungguh dia merasa begitu bodoh menghara
Sarapan pagi itu begitu membekas di hati Anne, hingga membuat wanita itu makin terluka akan sikap Samuel akhir-akhir ini. Kepergian Samuel ke kantor tanpa suara juga menambah luka di hati wanita itu.Anne berjalan menuju ke jendela, menatap kepergian suaminya dalam diam. Ia hanya berani melihat dari balik tirai tanpa keluar dan mengucap selamat jalan seperti jauh sebelumnya."Apa yang membuatmu berubah sejauh ini, Samuel? Aku hanya ingin kehangatan dan kasihmu seperti dulu," gumam Anne, lalu ia berjalan berbalik arah kembali ke meja makan.Semua menu pagi ini ludes tanpa sisa, hal ini sedikit mengobati sesak di dada Anne beberapa hari lalu. Anne segera membereskan alat makan yang kotor dan membawanya ke dapur untuk dicuci.Setelah semua kembali bersih, Anne berjalan masuk ke kamar lalu duduk di depan cermin meja rias miliknya.Pandangannya tertuju pada deretan make up yang jarang dia gunakan. Bibirnya melengkung seakan sebuah ide muncul di otak kecilnya."Apa aku harus berhias diri se
Setelah malam penuh luka, Anne terbangun dengan semangat baru. Wanita itu seakan tidak pernah lelah untuk mendapatkan perhatian dari suaminya.Apa pun akan dia usahakan agar sikap suaminya berubah seperti dulu, hangat dan penuh kasih sayang.Seperti pagi sebelumnya, Anne kembali menyiapkan sarapan untuk Samuel sebelum pria itu berangkat kerja.Bahkan kali ini menu yang disajikan terlihat mewah dan spesial. Semua Anne lakukan hanya untuk membuat Samuel kembali padanya."Selamat pagi, Sayang." Bahkan panggilan sayang pun diucapkan Anne untuk memancing selera makan suaminya, tetapi wajah datar itu masih muncul di sana.Samuel berjalan menuju ke meja makan tanpa bersuara, tetapi tatapannya pada menu pagi itu terlihat sedikit bercahaya.Hal ini membuat Anne mengulum senyum, hatinya bergetar saat menangkap sinar minat di mata suaminya."Duduklah, akan aku siapkan sarapan untukmu," kata Anne dengan lembut.Wanita itu bergerak dengan cekatan dan terampil dalam menyiapkan sarapan, sepanjang ke
Waktu sudah menunjuk angka tujuh pagi saat mentari hangat menyapa kulit lengan Anne yang sedikit tersingkap membuat wanita itu terbangun.Pertama yang dilihat adalah sisi kanannya yang biasa digunakan Samuel. Tempat itu kosong, dan membuatnya tersenyum kecut.Sejak pulang dari pesta itu, suaminya sama sekali tidak menyentuhnya bahkan untuk bersuara pun tidak ada. Anne mendengus lirih, lalu ia bangkit dan memaksa kakinya melangkah menuju ke kamar mandi.Beberapa saat setelah merasa tubuhnya segar, ia pun keluar dari kamar. Suasana rumah pagi hari terlihat rapi bahkan cenderung sepi tanpa aktivitas.Anne langsung berjalan menuju ke dapur tempat biasa ia menghabiskan waktu untuk membuang rasa sepi yang sering melanda beberapa bulan terakhir ini."Sebenarnya apa yang kau inginkan dengan pernikahan ini, Anne?""Suami yang gila kerja atau memang sudah menginginkan kehadiranmu?"Kedua lengan Anne terus bergerak meskipun bibirnya berbicara sendiri. Pikirannya pun ikut berkelana mencari sesuat
Lain hari, di sore yang cerah Anne duduk sendiri di teras rumah. Ia masih memikirkan hal yang membuat suaminya bersikap dingin.Mencari kesalahan apa yang dia perbuat hingga Samuel semakin dingin dan datar bahkan cenderung lebih banyak menghindar darinya. Suara dering ponsel miliknya yang berada di meja samping ia duduk telah menyadarkan dari lamunan itu.Perlahan diangkat panggilan dari Samuel, "Iya, ada apa, Samuel?"Untuk beberapa saat Anne terdiam, mendengarkan apa yang dikatakan oleh suaminya, ia pun mengangguk tanda mengerti dengan informasi yang diterima telinganya."Baiklah, aku akan bersiap sebelum kau datang," jawab Anne."Tidak perlu, kau langsung saja berangkat sendiri dari rumah. Aku harus mampir dulu untuk membeli kado untuk Mama." Suara Samuel masih terdengar datar dan tegas saat memberi perintah pada istrinya.Anne menghela napas panjang, dia sebenarnya tidak lupa dengan hari itu yang bertepatan hari ulang tahun ibu mertuanya.Namun, seperti tahun sebelumnya, dia selal