Home / Rumah Tangga / Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku / Pertemuan Samuel dan Clarissa yang Menyesakkan Dada Anne

Share

Pertemuan Samuel dan Clarissa yang Menyesakkan Dada Anne

Author: Senja Berpena
last update Last Updated: 2025-08-12 23:33:16

Pagi itu, Anne bangun lebih awal dari biasanya. Ada rasa hangat mengalir di dadanya karena hari ini adalah hari ulang tahunnya.

Ia bahkan sudah menata rambut dan memilih gaun sederhana namun cantik. Dalam hatinya, dia membayangkan Samuel akan mengucapkan selamat ulang tahun padanya atau mungkin menyiapkan sesuatu untuknya.

Meja makan sudah dia susun rapi. Ada kopi kesukaan Samuel, roti panggang, dan potongan buah segar. Ia duduk menunggu sambil sesekali melirik pintu masuk.

Langkah kaki Samuel terdengar dari arah kamar. Anne tersenyum dengan jantung yang berdebar.

Dia sudah membayangkan, mungkin dia akan mendapat pelukan, mungkin ciuman hangat, atau sekadar ucapan “Selamat ulang tahun” yang berarti banyak baginya.

“Selamat pagi, Samuel,” sapa Anne dengan senyum lembut di bibirnya.

Samuel hanya mengangguk lalu duduk di kursi meja makan. Dia meneguk kopi dan membuka ponselnya, lalu berdiri.

“Aku harus berangkat lebih awal. Ada rapat penting yang tidak bisa ditunda,” ucapnya sambil menaruh ponselnya ke dalam saku celananya.

Anne menatapnya dan menunggu suaminya mengucapkan sesuatu padanya. Tapi tidak ada. Tidak ada pelukan. Tidak ada ucapan. Bahkan tatapannya pun biasa saja.

“Kau … tidak mau sarapan dulu?” tanya Anne pelan.

“Aku tidak lapar,” jawab Samuel singkat lalu melangkah pergi.

“Kau … melupakan sesuatu, Samuel. Apa kau tidak ingat hari ini hari apa?” tanya Anne dan membuat langkah Samuel berhenti.

Samuel menoleh ke arah Anne yang kini tersenyum penuh harap—berharap Samuel ingat dan mengucapkan selamat padanya.

“Aku bukan pria tua yang sudah pikun, Anne. Ini hari Selasa. Sudahlah, jangan bertanya hal yang tidak penting seperti ini!”

Samuel kembali melangkahkan kakinya dan meninggalkan luka pada hati Anne. Benar-benar di luar dugaan. Samuel benar-benar lupa bahwa hari ini adalah hari ulang tahun istrinya.

“Dia benar-benar berubah. Aku pikir, perubahan sikapnya yang dingin karena sedang menyiapkan sesuatu untukku. Ternyata aku hanya berekspektasi terlalu tinggi.”

Anne hanya bisa tersenyum lirih dan duduk dengan lemas di meja makan sambil menatap kosong hidangan yang sudah dia buat.

Sepanjang hari, Anne berusaha menyibukkan diri. Dia membersihkan rumah, mengatur bunga di vas, bahkan memanggang kue kecil untuk dirinya sendiri—sekadar memberi suasana berbeda.

Ponselnya selalu dalam genggaman, menunggu pesan dari Samuel. Tapi jam demi jam berlalu, hanya keheningan yang menemani.

Sore menjelang malam, Anne mulai resah. Dia akhirnya mencoba menghubungi Samuel, tapi hanya dibalas dengan pesan singkat: “Aku sibuk dan akan pulang agak malam.”

Dia kini duduk di ruang tamu, tengah menatap kue ulang tahun kecil yang dia buat sendiri. Lilin sudah dia tancapkan, tapi belum dia nyalakan. Dia masih ingin menunggu Samuel.

Namun, pukul delapan malam, ponselnya bergetar. Nomor tak dikenal muncul di layar. Pesan itu membuat darahnya terasa berhenti mengalir.

"Samuel akan berada di hotel Grand Aurelia malam ini. Mungkin kau ingin tahu dengan siapa dia bertemu.”

Anne menatap layar itu lama. Tangannya gemetar. Ia mencoba menepis pikiran buruk—mungkin ini hanya fitnah. Tapi rasa penasaran yang bercampur takut mendorongnya untuk mencari tahu.

“Apa yang Samuel lakukan di sana?” gumamnya kemudian beranjak dari duduknya.

Lima belas menit kemudian, Anne tiba di sana dan segera memasuki lobby hotel Grand Aurelia.

Udara dingin bercampur aroma kopi mahal menyambutnya. Anne berdiri di sudut ruangan, matanya menelusuri setiap orang yang lewat.

Saat pintu lift terbuka, dia melihatnya—Samuel. Pria itu mengenakan jas gelap, wajahnya tampak tenang.

Di sisinya berjalan seorang wanita bergaun merah menyala, rambut panjangnya tergerai sempurna. Clarissa.

Anne sontak bersembunyi di balik pilar marmer, jantungnya berdegup kencang ketika melihatnya. Samuel berjalan agak di depan, tapi Clarissa mengikuti begitu dekat.

Tatapan Clarissa ke arah Samuel bukanlah tatapan rekan bisnis biasa—ada kedekatan di sana, sesuatu yang membuat perut Anne terasa mual.

Lift menutup kembali, meninggalkan Anne yang masih berdiri terpaku di sana. Ia memejamkan matanya, mencoba untuk berpikir jernih.

Tapi tubuhnya bergerak sendiri menuju resepsionis, pura-pura mencari seseorang. Dari layar reservasi, matanya menangkap nama Samuel terdaftar di lantai 30.

Dan di baris yang sama—tertulis “Tamu: Clarissa Hamilton.”

“Aku tidak menyangka kau akan melakukan ini di belakangku, Samuel.”

**

Di lantai 30, restoran eksklusif hotel itu menyuguhkan pemandangan kota yang berkilau. Samuel dan Clarissa duduk di sudut, berbicara dengan nada rendah.

“Aku tidak menyangka kau akan datang,” ujar Clarissa sambil memainkan gelas anggurnya.

“Aku hanya ingin menyelesaikan ini sekali untuk selamanya,” jawab Samuel dengan tegas. “Setelah malam ini, kita tidak akan bertemu lagi.”

Clarissa tersenyum miring menatap Samuel. “Kau yakin bisa menghapus masa lalu begitu saja?”

Samuel menghela napasnya. “Masa lalu sudah tidak penting. Aku sudah menikah, dan aku berniat untuk mempertahankannya.”

Clarissa mencondongkan tubuhnya. “Kalau begitu, kenapa kau terlihat gelisah sejak aku muncul lagi? Kau takut rahasiamu terbongkar, hm?”

Samuel menatapnya dengan tajam. “Aku tidak takut padamu. Jangan sok tahu!” gertaknya kemudian. 

Clarissa terkekeh kemudian mengeluarkan sebuah amplop dari tasnya dan meletakkannya di meja. “Kau akan berubah pikiran kalau istrimu melihat ini.”

Samuel tak menyentuhnya dan hanya melirik amplop itu. “Jangan pernah melibatkan Anne dalam hal ini, Clarissa!”

Clarissa tersenyum tipis mendengarnya. “Dia sudah terlibat bahkan sebelum kau sadar, Samuel.”

“Omong kosong!” ucap Samuel dengan suara tegasnya. “Kau pikir Anne wanita lemah? Tidak sama sekali. Dia tidak akan pernah goyah dan satu-satunya wanita yang mengerti keadaanku!”

Samuel kemudian beranjak dari duduknya dan pergi meninggalkan Clarissa bahkan tidak mengambil amplop yang diberikan oleh wanita itu tadi.

**

Anne memutuskan pulang lebih dulu saat melihat dengan jelas dengan mata kepalanya sendiri, Samuel benar-benar ada di hotel itu bersama dengan Clarissa.

Dia kini duduk di ruang tamu dengan lampu yang sengaja dia redupkan. Saat suara mobil terdengar di garasi, dia tahu itu mobil Samuel.

Tak lama kemudian, Samuel masuk dan menutup pintu. Dia menghampiri Anne dan menatapnya dengan tatapan datarnya. “Kau belum tidur?” tanyanya sambil melihat jam di tangannya.

Sudah menunjuk angka sebelas malam.

Anne menatap wajah Samuel cukup lama sebelum akhirnya berkata. “Kau dari hotel Grand Aurelia.”

Samuel terdiam sesaat, lalu berkata datar. “Aku ada urusan bisnis dan aku sudah memberitahumu—"

“Bisnis dengan Clarissa?” potong Anne dengan suara meninggi.

Samuel menghela napas dan mencoba mendekati istrinya. “Anne, dengarkan aku—”

“Tidak. Kau yang dengarkan aku,” potong Anne seraya menatap nyalang wajah Samuel.

“Hari ini ulang tahunku, Sam. Aku pikir kau lupa karena menyiapkan kejutan. Tapi ternyata … kau bahkan tidak ingat. Kau malah bertemu dengan Clarissa di hotel tapi lupa dengan ulang tahunku hari ini." 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku   Hal yang Paling Anne Takuti

    Pagi itu rumah terasa terlalu sepi. Sinar matahari menembus celah gorden kamar, menerangi ranjang yang kini hanya terisi setengah.Anne membuka mata perlahan, dan yang pertama ia lihat adalah sisi ranjang Samuel yang sudah kosong.Selimut di sana terlipat seadanya, meninggalkan lekukan samar tempat tubuh lelaki itu berbaring malam sebelumnya.Tidak ada suara pintu kamar mandi, tidak ada aroma kopi yang biasanya tercium dari dapur. Hanya kesunyian.Samuel sudah pergi bahkan tanpa sepatah kata. Seolah malam tadi tidak pernah terjadi. Seolah sentuhan tergesa dan penuh amarah itu hanyalah mimpi buruk yang ingin ia hapus dari ingatan.Anne duduk di tepi ranjang seraya menatap kosong ke arah pintu.Dadanya terasa berat, pikirannya dipenuhi tanda tanya.Ia menggigit bibirnya mengingat lagi bagaimana Samuel memandangnya semalam—tajam, penuh kepemilikan, tetapi tanpa kelembutan sedikit pun.Setelah sekian lama dia diabaikan, semalam justru menjadi momen yang membuatnya semakin bingung akan per

  • Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku   Menyentuhnya dengan Liar

    Tiba-tiba, Samuel meraih pergelangan tangan Anne dan menggenggamnya dengan kuat. "Jangan pernah bicara seperti itu lagi, Anne!” desisnya dengan nada tajam.Anne terkejut dan menatap nanar wajah Samuel. "Kenapa? Takut aku benar?"Samuel menggeleng, tapi wajahnya tidak menunjukkan penolakan yang meyakinkan."Karena kau tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi.”"Kalau begitu, ceritakan padaku. Bagaimana mungkin aku tahu kalau kau saja terus menyembunyikan semuanya dariku.” Anne berucap lirih seraya menahan diri untuk terpancing oleh ucapan Samuel.Anne mengangkat wajahnya dan matanya berkaca-kaca. “Kalau kau tidak mau lagi padaku—”Anne tidak sempat menyelesaikan kalimatnya karena Samuel sudah melangkah cepat dan meraih kedua lengannya dan mendorongnya hingga punggungnya menempel pada dinding kamar.Tubuh Samuel mendekat, begitu dekat hingga Anne bisa merasakan panas napasnya di wajahnya.“Jangan pernah,” Samuel mendesis, “jangan pernah lagi bicara soal cerai di depanku.”Jemarinya mencen

  • Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku   Ceraikan Saja Aku!

    Samuel memijat keningnya dengan napas yang terdengar berat, seperti menahan sesuatu yang sudah lama mengganjal."Anne … kau ini terlalu kekanak-kanakan. Masih berharap diberi ucapan selamat ulang tahun di usia segini? Kau itu sudah dewasa. Untuk apa merayakan hal yang tidak penting seperti itu?” ucapnya dengan nada datar dan berhasil menusuk relung hati Anne.Kalimat itu seperti pisau yang diseret perlahan di dada Anne.Ia berdiri mematung di hadapan Samuel menatap wajah suaminya yang kini terasa asing di matanya.Haruskah ucapan sederhana itu dianggap remeh? Haruskah perhatian yang dulu hangat, kini berubah menjadi dingin tanpa alasan?Hatinya berdesir pahit dan sebelum sempat mengucap sepatah kata pun, Samuel sudah mengangkat tangan, memberi isyarat agar dia tidak berbicara."Jangan diteruskan, Anne. Aku tidak mau dengar kecurigaan yang tidak masuk akal itu. Aku tidak ada hubungan apa pun dengan Clarissa." Nada tegasnya disertai tatapan tajam.“Kau terlalu dibutakan oleh pikiran neg

  • Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku   Pertemuan Samuel dan Clarissa yang Menyesakkan Dada Anne

    Pagi itu, Anne bangun lebih awal dari biasanya. Ada rasa hangat mengalir di dadanya karena hari ini adalah hari ulang tahunnya.Ia bahkan sudah menata rambut dan memilih gaun sederhana namun cantik. Dalam hatinya, dia membayangkan Samuel akan mengucapkan selamat ulang tahun padanya atau mungkin menyiapkan sesuatu untuknya.Meja makan sudah dia susun rapi. Ada kopi kesukaan Samuel, roti panggang, dan potongan buah segar. Ia duduk menunggu sambil sesekali melirik pintu masuk.Langkah kaki Samuel terdengar dari arah kamar. Anne tersenyum dengan jantung yang berdebar.Dia sudah membayangkan, mungkin dia akan mendapat pelukan, mungkin ciuman hangat, atau sekadar ucapan “Selamat ulang tahun” yang berarti banyak baginya.“Selamat pagi, Samuel,” sapa Anne dengan senyum lembut di bibirnya.Samuel hanya mengangguk lalu duduk di kursi meja makan. Dia meneguk kopi dan membuka ponselnya, lalu berdiri.“Aku harus berangkat lebih awal. Ada rapat penting yang tidak bisa ditunda,” ucapnya sambil menaru

  • Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku   Diakah yang Membuatmu Berubah?

    Mata Clarissa sedikit menyipit lalu senyum di bibirnya melebar tipis, seolah sedang menimbang sesuatu yang hanya ia ketahui."Oh … istri," gumamnya pelan, namun cukup jelas untuk sampai ke telinga Anne.Nada bicaranya seperti gula yang dibubuhi racun—manis di permukaan, tapi menyisakan perih di dada."Senang bertemu dengan Anda, Anne," lanjut Clarissa sambil mengulurkan tangannya pada Anne. "Samuel tidak pernah bercerita bahwa dia memiliki istri secantik ini."Anne tersenyum sopan karena berusaha menyembunyikan rasa tidak nyaman yang menyusup di balik kulitnya.Jabatannya singkat, tapi Anne bisa merasakan sesuatu dalam genggaman itu—bukan sekadar formalitas, melainkan semacam pengukuran kekuatan."Terima kasih," jawab Anne dengan singkat.Samuel berdiri di antara keduanya, jelas ingin mengalihkan arah pembicaraan. "Clarissa, bagaimana kabar—"Namun Clarissa memotong dan melangkah setengah inci lebih dekat, hingga aroma parfum mewahnya menguar di udara di antara mereka."Kita sempat be

  • Tuan CEO Tak Lagi Mencintaiku   Dia Istriku!

    “Untukmu, Samuel. Hanya untukmu. Aku tidak pernah berniat menggoda pria lain selain suamiku sendiri,” lirih Anne seraya menahan diri untuk tidak menangis di hadapan suaminya itu.Namun, tatapan mata Samuel yang begitu tajam membuat Anne tidak bisa lagi menahan diri. Baru saja tangannya hendak menyentuh dada Samuel, pria itu langsung menolaknya."Sudahlah, lupakan saja semua ini. Aku terlalu lelah dan capek malam ini, jangan ganggu dengan hal yang tidak penting!"Usai berkata, Samuel pun melangkah meninggalkan Anne tanpa ada rasa bersalah setelah apa yang dia lakukan pada istrinya itu.Anne mendengus menyaksikan semua usahanya yang menemui kegagalan lagi dan lagi.Akhirnya wanita itu berjalan menuju meja makan untuk menikmati semua hidangan yang dia siapkan sejak sore sepulang dari salon.Tatapannya nanar melihat pada satu per satu mangkuk berisi sayur favorit suaminya itu.Bibirnya mengulas senyum getir mengingat semua usahanya akhir-akhir ini. Sungguh dia merasa begitu bodoh menghara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status