แชร์

Bab 5. Pria itu... Ayahnya?!

ผู้เขียน: Arga_Re
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-10-23 13:30:01

Malam telah datang. Di luar sana, bulir-bulir hujan membasahi jalanan, angin bertiup cukup kencang sementara kilatan petir sesekali menyambar, menorehkan cahaya di langit yang menghitam. 

Udara malam itu terasa semakin dingin dari biasanya, membawa aroma tanah basah yang samar tercium dari balik kaca jendela.

Dan disanalah Giselle berada saat ini, duduk di sebuah restoran ternama dengan papan nama berlogo elegan di depan pintunya. 

Ia duduk di samping Marley, menanti kedatangan ayah kekasihnya.

“Gugup, hmm?” goda Marley sambil mencubit gemas pipi Giselle yang padat. “Wajahmu sangat pucat, sayang.” Ia mengedipkan sebelah mata dengan jahil. 

Persis saat menatap Giselle yang tak berhenti duduk gelisah sambil menggenggam kedua tangannya sendiri sejak datang. 

“Jangan menggodaku terus-menerus, Marley. Perkenalan keluarga membuatku gugup, itu hal yang lumrah,” gumamnya pelan membela diri

Marley terkekeh pelan, lalu semakin bersuara ketika melihat bibir Giselle yang mengerucut, ditambah pipi Giselle yang kini memerah karena malu.

Sangat imut dan menggemaskan, pikir Marley sambil menahan untuk tidak tergelak terlalu keras. 

“Rileks, sayang. Ini hanya pertemuan dengan ayahku, bukan sedang berada di ruang sidang untuk mendakwah tersangka yang melakukan dosa.” Marley tak menggoda lagi, dia meraih telapak tangan Giselle lalu dibawa ke pangkuannya. 

Dia menepuk pelan namun berulang punggung tangan Giselle yang lebih dingin. 

 “Bagaimana bisa aku tenang. Ini pertemuan pertama ku bersama dengan ayahmu, kamu bahkan melarang ku membawa buah tangan.” gerutu Giselle menyampaikan protesnya. 

“Tidak perlu, ayahku telah memiliki segalanya.”

“Tapi—”

“Cantik.” suara Giselle tenggelam saat Marley tiba-tiba saja melontarkan pujian. 

Giselle mengangkat alisnya, ia memposisikan duduk sedikit menyamping menghadap Marley. 

“Malam ini kamu sangat cantik.” lagi, Marley kembali berbicara sebelum Gisella berhasil berkata-kata. 

“Memang sebelumnya tidak?” tanya Giselle memperlihatkan wajah memberengut tidak terima. 

Marley tersenyum kecil, dia tahu kekasihnya hanya berpura-pura merajuk. 

“Tetap cantik, hanya saja malam ini jauh lebih cantik.”

Blus! 

Semburat di pipi Giselle muncul kala itu juga. Ia tak pernah berhenti tersenyum saat saling bersitatap dengan Marley. 

Memang benar, Giselle tampak lebih cantik malam ini. Semua persiapan Giselle telah atur oleh Marley sendiri. 

Giselle mengenakan dress putih selutut dengan potongan lembut yang mengikuti lekuk tubuhnya tanpa berlebihan. 

Warna putihnya memberi kesan bersih dan anggun, berpadu manis dengan kulit Giselle yang cerah.

Rambut cokelat gelombangnya diikat setengah ke belakang, dihiasi pita kecil berwarna gading yang membuat Giselle terlihat manis dan feminin. 

Giselle tampil sederhana namun menawan.

“Ayah.” panggilan yang dilakukan Marley membuyarkan lamunan Giselle yang terhanyut dalam pujian. 

Marley berdiri, di susul oleh Giselle. Giselle yang semula menatap Marley, kini pandangan itu dialihkan pada seseorang yang baru saja melangkah masuk ke dalam ruang privat yang telah dipesan atas nama Theodore. 

Degh! 

Terkejut, jantung Giselle berdetak cepat saat manik matanya bersitatap dengan mata abu-abu kehitaman milik Arnon. 

“Ayah, kenalkan dia pacarku.” sebut Marley memecahkan tatapan keduanya. 

Buru-buru Giselle menunduk, menjatuhkan tatapan ke bawah.

 

Pria itu? Dia benar-benar ayah Marley. 

Harus bagaimana ia saat ini?! Pikir Giselle kebingungan. 

“Sayang, sapa ayahku!” bisik Marley menyeru, saat melihat Giselle yang justru menundukkan kepala dalam-dalam. 

Lidah Giselle rasanya keluh, akan tetapi ia tidak bisa menolak keinginan Marley yang mana bisa saja membuat lelaki itu curiga.

Sejenak, Giselle menarik bibir tipis membentuk senyum walau terkesan kaku. 

“P-paman,” Giselle mencicit lirih saat menyapa, meski begitu masih terdengar di telinga Arnon cukup jelas. 

Arnon menarik sudut bibirnya tersenyum tipis, sangat tipis hingga tidak ada beda lelaki itu tersenyum atau tidak. Gadis itu cepat sekali merubah panggilan padanya setelah kejadian malam yang meninggalkan kenangan tak biasa. 

“Duduklah.” suara Arnon terdengar deep. Ia duduk, menempelkan siku pada tangan kursi, kemudian tatapan penuh intensitas masih melekat pada Giselle. 

Giselle mengetahui ditatap sedemikian rupa oleh Arnon. Namun, Giselle bisa apa? Giselle yang semakin gugup hanya berani menunduk meremas kedua tangannya sendiri. 

“Ayah, berhenti menatap pacarku seperti itu. Ayah membuatnya ketakutan.” tukas Marley menggelengkan kepala.

Arnon beralih menatap pada putranya saat mendengar suara putranya  yang menegur dengan nada bercanda. 

Lalu tangan kanan itu terulur ke meja, menyambar gelas yang terisi oleh cairan kuning di gelasnya. Ia memutar tumpuan gelasnya. 

“Benarkah, kau takut padaku? Giselle.” tanya Arnon, sengaja menekankan bagian nama Giselle. 

Arnon menyeringai, saat menutup mulut dengan gelas minuman yang berada ditangannya. Wajahnya bahkan tak menampakkan dosa sama sekali telah membuat Giselle panik. 

Kali ini bukan hanya Giselle yang membelalakan mata terkejut. Marley juga ikut mengernyit bingung. 

“Tunggu, bagaimana Ayah bisa tahu namanya. Aku bahkan belum sempat menyebut nama Giselle?” tanya Marley penuh selidik, “Apa kalian sudah saling kenal?”

Raut cemas di wajah Giselle semakin tercetak jelas. 

“M-mana mungkin!” sanggah Giselle lebih cepat, “Aku tak mungkin mengenal Ayahmu.” sambung Giselle mengklarifikasi. 

Ia sempat melirik Arnon yang diam dalam ketenangan, memohon melalui matanya untuk tidak menyinggung mengenai masalah malam itu. 

“Ayah?” kini giliran Marley bertanya pada Arnon. 

“Noel yang mengatakan namanya padaku.” dusta Arnon. 

Noel yang selalu mengikuti Tuannya, mengangguk dengan canggung. 

“Ya, benar.” timpal Noel saat Marley menatap padanya. Dia terpaksa berbohong, cukup terperangah juga karena tidak menyangka gadis yang dibawa oleh Arnon pulang sehari yang lalu adalah kekasih Marley. 

Takdir pertemuan macam apa ini?! 

 “Oh,” Marley manggut-manggut saat membentuk bulatan kecil di mulutnya, ia hampir melupakan Noel yang selalu mengetahui segala informasi. 

Sejenak Giselle merasa lega. Ia cukup bersyukur Arnon mau bekerjasama untuk menutupi kejadian yang tak mau di ingat sama sekali olehnya. 

Rasa syukur yang hanya hadir sesaat sebab, pertanyaan Arnon selanjutnya lebih mengejutkan lagi. 

“Dimana kau bekerja?” 

Deg! 

Apa Arnon sengaja? Apa pria itu benar-benar berpikir jika Giselle bekerja di klub. 

“A-aku—”

Marley yang melihat Giselle tak nyaman, menimpali pertanyaan ayahnya. 

“Bukankah Ayah tidak pernah memandang kasta seseorang?”

“Aku hanya bertanya.”

“Apa Ayah tidak melihat wajah Giselle sudah pucat karena ketakutan,” ucap Marley tersenyum kecil. 

Arnon hanya mengangkat kedua bahunya. Pria yang memiliki wajah matang itu kembali menikmati minuman di tangannya. 

Sesekali Giselle melirik Arnon. Ia sedang bertarung dalam benaknya. 

Bagaimana cara Giselle menjelaskan pada Arnon mengenai kesalahpahaman yang terjadi pada malam itu?

Lalu, bagaimana juga Giselle bisa menghadapi Arnon sebagai ayah Marley. Mengingat pertemuan pertama mereka meninggalkan kesan yang tak biasa. 

Sementara Marley sendiri, sedang mengecek ponsel saat mendengar ada notif pesan masuk.

[Malam ini, jangan lupa temui aku.] 

Marley hanya menatap datar pada layar ponselnya. 

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 5. Pria itu... Ayahnya?!

    Malam telah datang. Di luar sana, bulir-bulir hujan membasahi jalanan, angin bertiup cukup kencang sementara kilatan petir sesekali menyambar, menorehkan cahaya di langit yang menghitam. Udara malam itu terasa semakin dingin dari biasanya, membawa aroma tanah basah yang samar tercium dari balik kaca jendela.Dan disanalah Giselle berada saat ini, duduk di sebuah restoran ternama dengan papan nama berlogo elegan di depan pintunya. Ia duduk di samping Marley, menanti kedatangan ayah kekasihnya.“Gugup, hmm?” goda Marley sambil mencubit gemas pipi Giselle yang padat. “Wajahmu sangat pucat, sayang.” Ia mengedipkan sebelah mata dengan jahil. Persis saat menatap Giselle yang tak berhenti duduk gelisah sambil menggenggam kedua tangannya sendiri sejak datang. “Jangan menggodaku terus-menerus, Marley. Perkenalan keluarga membuatku gugup, itu hal yang lumrah,” gumamnya pelan membela diriMarley terkekeh pelan, lalu semakin bersuara ketika melihat bibir Giselle yang mengerucut, ditambah pipi

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 4. Mengatur Pertemuan

    “Giselle.” panggil Sofia. Sofia memang sengaja menunggu kedatangan Giselle di depan teras rumah sahabatnya. Semalam, setelah dari rumah sakit, Sofia menyempatkan diri untuk menengok Giselle di rumah sahabatnya. Tetapi sahabatnya itu tak kunjung pulang. Pagi ini, Sofia dikejutkan dengan kepulangan Giselle yang diantar oleh sebuah mobil mewah. “Semalam aku sengaja ke rumahmu. Tetapi ku lihat kau tidak pulang sama sekali, lampu di rumahmu masih tidak menyala. Giselle, ada apa denganmu? Apa ada suatu hal yang buruk terjadi padamu?” tanya Sofia sambil melirik mobil mewah yang mulai pergi menjauh. Giselle tersenyum kecil. Ia menggeleng sambil membuka pintu rumahnya.“Tidak terjadi hal buruk padaku, Sofia. Aku baik-baik saja, semalam memang ada kendala, untungnya ada orang baik yang menolongku.” Jawab Giselle, ia menjelaskan sambil masuk ke dalam rumah minimalisnya. “Memang kejadian apa yang menimpa padamu?” tanya Sofia penasaran. “Aku mengantarkan minuman sesuai dengan ruangan yang ka

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 3. Marley Theodore

    Keesokan harinya, Giselle duduk di meja makan. Sepotong roti dengan susu hangat telah tersedia di meja makan. Di depannya duduk Arnon yang sedang menikmati secangkir kopi yang menyeruak kan aroma khas. Giselle tak berani bicara, dia hanya diam sembari menundukkan kepala dalam-dalam. Tak ada juga obrolan di antara mereka. Ia tak cukup berani membuka topik obrolan lebih dulu. “Tuan.” Noel mendekat, berdiri di sisi Arnon saat menerima panggilan dari Tuannya pagi ini. Dia melirik pada Giselle sebentar, lalu kembali fokus pada Arnon. “Atur satu sopir untuk mengantarnya pulang.”Noel mengangguk, mulut yang terbuka ingin bicara urung saat Giselle lebih dulu menyambar berbicara. “Tuan,” panggil Giselle memberanikan diri. Arnon mengangkat dagu, tapi mulutnya tetap terkatup rapat. Giselle mengusap belakang lehernya canggung, “Ehm … saya ingin mengatakan terima kasih karena Anda telah menolong saya.”Sudut alis Arnon yang hitam tebal tertarik ke atas. “Terima kasih?” ulang Arnon. Sebua

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 2. Jejak Itu Adalah Ulahku

    Dunia malam yang penuh dengan aksi l!ar. Mungkin, bagi manusia yang tak pernah bersinggungan dengan gemerlapnya hiburan malam, mereka akan mengatakan tempat itu kotor, kejam dan tak berperasaan. Tetapi para orang kaya, mereka mengatakan tempat itu merupakan kebebasan dalam mendeskripsikan kesenangan. “Imbalan apa yang bisa kudapatkan dari menyelamatkanmu. Hm?”“Apa pun.”Ya! Mungkin Giselle sudah tidak waras hingga berani memberikan janji walau tak diucapkan secara gamblang. Gadis itu hanya ketakutan, minuman alkohol yang memabukkan juga membuatnya tak bisa berpikir jernih. Giselle hanya ingin lolos dari mereka semua yang menargetkannya. ***Brugh! Secara singkat Giselle telah di bopong oleh Arnon ke kediaman Theodore. Pria itu melempar tubuh Giselle ke atas ranjang. Menatap Giselle yang seolah tak nyaman dengan tubuhnya sendiri. Giselle menggeliat, kemeja yang dipakai oleh gadis itu basah sisa air alkohol yang tumpah, hingga mencetak bongkahan padat dadanya yang terlihat matan

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 1. Awal Bertemu Denganmu

    [“Giselle, aku mohon gantikan aku untuk bekerja malam ini. Kalau tidak, aku harus membayar denda kepada mereka karena telah melanggar kontrak yang telah disepakati. Di Klub Magister, ruang A02 VIP, kau hanya perlu menemani tamu minum sebentar. Setelah itu kau bisa pulang.”] Giselle menghela nafas, suara Sofia yang diiringi nada panik dan memohon masih terngiang di atas kepalanya. Permintaan itu terus menghantui sejak sore hari. Ia sudah menolak berkali-kali, mengatakan kepada Sofia kalau ia takkan mampu menggantikan bekerja. Tempat itu tak terlalu aman baginya. Seumur hidup, Giselle belum pernah menginjakkan kaki di klub.Tempat hiburan yang penuh pria hidung belang serta aroma alkohol yang selama ini hanya di dengar dari cerita orang. [“Kau tidak akan menolak kan? Ibuku sakit parah, aku membutuhkan gaji malam ini untuk biaya pengobatan jantung ibuku. Giselle, kalau sakit ibuku tidak kumat tiba-tiba, aku tak mungkin merepotkanmu. Aku janji separuh upahku akan menjadi milikmu.”]L

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status