Home / Romansa / Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan! / Bab 4. Mengatur Pertemuan

Share

Bab 4. Mengatur Pertemuan

Author: Arga_Re
last update Last Updated: 2025-10-23 13:28:58

“Giselle.” panggil Sofia. 

Sofia memang sengaja menunggu kedatangan Giselle di depan teras rumah sahabatnya. Semalam, setelah dari rumah sakit, Sofia menyempatkan diri untuk menengok Giselle di rumah sahabatnya. 

Tetapi sahabatnya itu tak kunjung pulang. Pagi ini, Sofia dikejutkan dengan kepulangan Giselle yang diantar oleh sebuah mobil mewah. 

“Semalam aku sengaja ke rumahmu. Tetapi ku lihat kau tidak pulang sama sekali, lampu di rumahmu masih tidak menyala. Giselle, ada apa denganmu? Apa ada suatu hal yang buruk terjadi padamu?” tanya Sofia sambil melirik mobil mewah yang mulai pergi menjauh. 

Giselle tersenyum kecil. Ia menggeleng sambil membuka pintu rumahnya.

“Tidak terjadi hal buruk padaku, Sofia. Aku baik-baik saja, semalam memang ada kendala, untungnya ada orang baik yang menolongku.” Jawab Giselle, ia menjelaskan sambil masuk ke dalam rumah minimalisnya. 

“Memang kejadian apa yang menimpa padamu?” tanya Sofia penasaran. 

“Aku mengantarkan minuman sesuai dengan ruangan yang kau beritahukan padaku. Karena aku yang tak terbiasa, minuman yang hendak ku sajikan akhirnya tumpah mengenai baju salah satu pria yang ada disana,” ucap Giselle, ia mengambil jeda satu tarikan nafas saat mengingat kejadian tak mengenakkan semalam.

Kemudian Giselle melanjutkan, “Mereka marah, lalu memintaku untuk menghabiskan satu botol alkohol. Jika aku tidak mau menuruti permintaan mereka maka, aku harus membuka kemeja dan menari di depan mereka semua.”

Terhenyak, mata Sofia melebar mendengar cerita dari Giselle. 

“Separah itu, astaga.” Sofia membekap mulutnya sendiri terkejut. 

“Ya, begitulah, yang penting aku baik-baik saja hingga saat ini. Tapi  ….” Giselle menjeda ujarannya, ia berganti menatap lekat pada Sofia. 

Ditatap sedemikian oleh Giselle. Entah kenapa Sofia menjadi salah tingkah, dalam lubuk hati Sofia ada kecemasan namun, dia tak bisa mengatakan secara gamblang. 

“Tapi kenapa?” sambung Sofia menuntun, ingin mendengar apa yang akan dikatakan oleh Giselle selanjutnya.

“Aku harus berhutang budi pada pria yang tak ku kenal sama sekali. Aku tidak tahu harus bagaimana membalas hutang baik ini. Dan lagi ….” tubuh Giselle tampak lesu, “Aku baru sadar jika semalam aku berbohong pada Marley. Gimana kalau Marley dengar aku datang ke klub, dia pasti akan kecewa.”

Sofia diam, pandangannya menatap ke arah depan. Walau tatapan itu hanya kekosongan belaka. 

“Marley tidak akan tahu, lagi pula kau masih baik-baik saja!” jawab Sofia terdengar ketus. 

Giselle menyipitkan mata mendengar nada bicara Sofia yang semula khawatir berubah tak bersahabat. Giselle tahu jika selama ini Sofia tak begitu menyukai Marley. 

Entahlah, Sofia mengatakan jika Marley bukan sosok lelaki yang baik. Tak jarang juga Sofia memperingati agar dirinya tidak terlalu terlena pada kebaikan Marley. 

Drt, drt, drt. 

Getar ponsel Giselle membuyarkan lamunannya, ia menatap ponsel miliknya lalu melihat nama ‘Marley yang tertera di sana. 

“Siapa?” Sofia tetap bertanya walau dia sudah melihat nama Marley terpampang jelas di layar ponsel Giselle. 

“Marley. Aku akan berbicara padanya sebentar.” ucap Giselle, kemudian menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda pintar itu pada daun telinganya. 

[“Sayang, sedang apa?”] suara lembut terdengar dari seberang sana. 

Giselle memperlihatkan senyum manisnya. Entah kenapa ia selalu merasa tenang jika mendengar suara Marley. Sebuah perhatian yang tak pernah ia dapatkan selama hidupnya. 

Perlu diketahui, Ibu Giselle telah lama meninggal karena penyakit yang menggerogoti. Sedangkan ayah Giselle telah menikah kembali, seorang ayah yang tidak pernah bertanggung jawab mengenai kehidupan putrinya. 

“A-aku hanya diam di rumah saja.”

[“Aku telah memesan makanan untuk diantar ke rumahmu. Mungkin lima belas lagi akan sampai.”]

Ya! Kekasihnya itu selalu memperhatikan walau pada hal kecil sekali pun. 

“Marley, tidak perlu seperti itu. Aku bisa masak.” rengek Giselle yang selalu merasa tidak enak hati. Walaupun hubungan mereka sudah tertalin begitu lama. 

[“Biar kamu tidak terlalu lelah, sayang. Hari ini bekerja seperti biasa kan?”] tanya Marley. 

“Mungkin aku akan meminta izin lebih dulu.”

Hembusan nafas Marley terdengar kasar sebab cemas. 

[“Sakit?”] 

“Tidak, hanya lelah saja.”

[“Perlu aku temani?”] 

“Tidak perlu, aku mengerti jika kamu sedang sibuk saat ini.” dalih Giselle melarang.

Ia masih ragu untuk bertemu dengan Marley saat ini. Apa lagi ingatkan tentang semalam masih belum menghilang sepenuhnya dari benaknya. 

Lagi pula, Giselle juga masih pusing akibat  sisa alkohol semalam, jika bertemu Marley hanya akan merasa bersalah. 

[“Aku memang sedang di rumah Ayahku saat ini. Aku telah memberitahukan niatku untuk segera bertunangan denganmu. Besok malam, aku akan menjemputmu, kita makan malam bersama ayah.”]

Giselle diam, dia menggigit bibir bawah. Ia memang ingin sekali menikah dengan Marley. Tetapi bertemu dengan keluarga Marley entah kenapa rasanya masih terdengar menegangkan. 

Bagaimana jika keluarga Marley tak setuju dengan hubungan mereka. Apa lagi, Giselle bukan berasal dari keluarga terpandang. Ayah Giselle bahkan menikah lagi, sekarang jadi gila judi. 

Giselle memiliki ketakutan sendiri. 

[“Sayang, kamu masih ada disana?”] tanya Marley sebab tak mendapatkan jawaban sama sekali dari Giselle. 

“Ya,” lirih Giselle menjawab.

[“Tenang saja, ayah orang yang baik. Ayah tidak pernah memandang kasta seseorang. Jangan terlalu memikirkannya.”] tenangkan Marley agar kekasihnya itu tak terlalu banyak berpikir dan bisa membuat gadis itu jatuh sakit. 

“Aku hanya—”

“Boy!” 

Terkesiap, suara panggilan di seberang sana … entah kenapa seperti suara pria yang menyelamatkan hidupnya semalam. Giselle terhenyak beberapa saat, terjatuh dalam lamunan. 

[“Sayang, ayah telah memanggilku. Ada bisnis yang harus aku bicarakan dengannya. Jangan lupa menghabiskan makanan yang telah ku pesan. Aku tutup teleponnya.”] pamit Marley. 

Giselle tersadar lagi saat mendengar suara Marley. Dia memegang ponsel dengan erat saat panggilan di antara mereka telah terputus. 

Sejenak, Giselle memikirkan. 

‘Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Ku lihat, pria tadi terlalu muda jika menjadi ayah Marley. Ya, mungkin hanya halusinasiku saja yang merasa tidak enak berhutang budi,’ batin Giselle menyimpulkan. 

“Kenapa?” tanya Sofia. 

Giselle nyaris saja melupakan Sofia yang masih di rumahnya. 

“Marley ingin membawaku bertemu dengan ayahnya besok malam,” ujar Giselle, ia memang tidak pernah menyembunyikan apa pun dari Sofia. 

Raut wajah Sofia kian tertekan, ada tatapan yang sulit di artikan namun tatapan cemasnya lebih dominan. 

“Giselle, kau yakin?”

“Apa?”

“Bertunangan dengan Marley.”

 Ia diam sejenak, menatap Sofia memberi pengertian, “Kamu masih belum bisa menerima Marley?”

Sofia tampak berpikir, ekspresinya berubah masam. 

“Entahlah, entah kenapa firasatku selalu merasa tidak baik tentang pacarmu. Aku hanya merasa dia tidak cukup baik untuk berada di sisimu.” Sofia mengatakan ketidaknyamanan di dalam hatinya. 

“Kurang apa?” tanya Giselle menelisik.

Sofia tak memiliki jawaban tepat untuk diberikan pada Giselle. Marley memang sangat perhatian pada Giselle. Lelaki itu memang tidak pernah terlihat cacat dalam tingkah laku serta perlakuannya terhadap Giselle. 

“Aku hanya takut dia mengecewakanmu di masa depan.” lontar Sofia, hanya kalimat tersebut yang bisa dia ucapkan pada Giselle 

Giselle tersenyum kecil. Ia pikir, mungkin karena perbedaan status sosial diantaranya dengan Marley. Membuat Sofia takut ia tak bisa beradaptasi dengan kehidupan Marley di masa mendatang. 

Giselle memahami tentang kecemasan Sofia. Bagaimana juga, jika dipikir-pikir, seperti yang dipikirkan olehnya saat mendengar Marley akan membawanya menemui ayahnya. 

Giselle memiliki ketakutan sendiri, begitu juga dengan Sofia. 

“Tenang saja, aku yakin bisa menjaga diri.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 34. Kamar Yang Sama

    Plak! Sebuah tamparan mendarat di pipi Marley, ketika Marley baru saja membuka pintu apartemen setelah mendengar bel yang berbunyi. Mata Marley terbelalak melihat siapa yang saat ini berdiri dihadapannya. Terlebih lagi terkejut siapa sosok yang berani melayangkan tamparan padanya. “Apa-apaan ini, Marley. Apa kau sepakat untuk mempermainkanku dengan Arnon.” Bella, wanita itu datang tanpa diundang membawa gema kemarahan. Bella mendorong tubuh Marley yang berdiri di tengah pintu, kemudian dia masuk tanpa menunggu persetujuan dari Marley. Bahkan tindakan tersebut lebih cepat dari respon Marley yang terkejut dengan kedatangan Bella yang tiba-tiba. “Bukankah kau mengatakan jika hari ini akan menjadi hari pernikahanmu bersama gadis yang kau cinta. Tapi apa yang kulihat hari ini?!” Bella menekan setiap protes sambil menghempaskan pantat ke sofa. Bella tidak berhenti bicara sampai disitu saja. “Aku justru harus menyaksikan pernikahan pria yang selama ini aku cinta, pria yang ku harap

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 33. Seperti Palu Takdir

    Langkah Giselle menggema pelan di sebuah lorong dengan karpet merah. Di depan sana pastor sudah menunggu kedatangan pengantin untuk mengucapkan sumpah pernikahan.Setiap derap heals beradu dengan bunyi sepatu Arnon seolah menghitung detik yang tersisa sebelum hidup Giselle benar-benar berubah. Gaun itu bergerak anggun, berbeda dengan bahu Giselle yang tegang menahan ribuan pasang mata yang kini menatap penuh tanda tanya terhadapnya.Giselle sadar arti tatapan semua tamu yang memenuhi kursi sisi kanan dan kiri. Bukan hanya pada kebiasaan yang akan dilaksanakan saat sumpah pernikahan. Biasanya pengantin pria akan menanti di depan sana, tapi kini Arnon sendiri yang menggandeng tangan Giselle untuk menguatkan Giselle melangkah. Dan ya! Keheranan itu juga datang karena pengantin pria tak sama seperti bayangan mereka. Bisik-bisik mulai berhembus tanpa bisa dicegah.“Itu Giselle, kan?”“Kita tidak sedang salah masuk ke dalam gedung pernikahan orang lain, kan?“Iya, benar, kau tidak salah

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 32. Pernikahan

    Pagi datang tanpa benar-benar membawa sinar cahaya bagi Giselle.Ia berdiri di depan cermin tinggi masih di dalam kamar dengan nuansa yang sama. Tubuh ramping miliknya sudah terbalut gaun pengantin berwarna gading. Kainnya jatuh sempurna mengikuti lekuk badan Giselle yang ramping. Belum lagi ditambah renda halus menghiasi bahu hingga sebatas dada, seolah gaun itu diciptakan khusus hanya untuk menjadikan ratu bagi Giselle. Namun … pantulan di cermin nampak terasa asing.Perempuan di dalam kaca itu terlihat cantik dan anggun secara bersama. Terlalu cantik untuk seseorang yang semalam hancur berkeping-keping karena sebuah pengkhianatan. Sisa malam bahkan tidak membuat Giselle merasakan ketenangan sama sekali. Ia benar-benar tidak bisa terlelap dalam tidur di sisa malam. ‘Apa keputusan ini sungguh benar?’ ia sedang bertanya pada hatinya sendiri. Mungkin lebih tepatnya, bisa disebut bertarung pada keputusan yang telah diambil dengan terburu-buru. Jari lentik dengan nail art itu naik

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 31. Besok, Akan Menjadi Hari Yang Panjang

    “Tolong, bawa aku pergi.” pinta Giselle menghiba. Permintaan tersebut membuat Arnon menatap Giselle cukup lama. Sorot mata Arnon juga tak berubah, tetap dingin, tetap tegas namun ada sesuatu yang mengeras di rahangnya.Bukan ragu melainkan keputusan yang diambil dalam benaknya.“Baik,” ucap Arnon singkat.Satu kata yang terlontar dari Arnon sudah cukup membuat Marley kehilangan kendali.“Ayah!” seru Marley tak sadar membentak, “Ayah tidak bisa—” dia ingin mengajukan protes namun, Arnon lebih cepat memotong. “Kau sudah terlalu banyak bicara malam ini,” potong Arnon tanpa menoleh. “Dan sudah terlalu banyak menyakiti.”Arnon meraih bahu Giselle saat mengatakan hal tersebut, bukan dengan rangkulan kasar, bukan pula dengan kelembutan yang berlebihan. Pegangan Arnon stabil, meyakinkan seolah berkata ‘Giselle aman sekarang.“Aku akan membawamu pergi,” kata Arnon lagi pada Giselle sambil melirik sekilas pada Marley.Mendengar hal tersebut, Marley yang tidak terima lantas melangkah untuk m

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 30. Arnon, Bawa Aku Pergi...

    "Nona Sofia memang sedang hamil saat ini. Tapi kami sangat menyayangkan bahwa bayi dalam kandungan Nona Sofia tidak bisa diselamatkan. Saya menemukan bahwa Nona Sofia sering mengkonsumsi minuman keras ditambah lagi dengan tekanan yang baru saja beliau alami, membuat kandungannya lemah dan tak mampu dipertahankan." Penjelasan dokter tersebut terasa mendengungkan telinga Giselle. Keterangan tersebut bukan membuat Giselle iba namun, justru membuat Giselle semakin terhantam oleh fakta mengenai Sofia yang memang sedang hamil saat ini. Tubuh Giselle lemas tak bertenaga, matanya memanas karena telah berkaca-kaca oleh genangan air mata. Kenapa mereka harus begitu tega. Apa salahnya selama ini? Giselle bertanya-tanya mengenai kekurangan pada dirinya sendiri hingga harus mendapatkan penghianatan dari orang terdekat. "Giselle, ini bukan salahmu." Septia— dia yang selalu setia mendampingi Giselle kini mengusap punggung Giselle untuk menenangkan

  • Tuan, Calon Menantumu Tak Tahan!   Bab 29. Hancurnya Di khianati

    "Aku sungguh tidak tahu apa salah Sofia. Kenapa Sofia harus diincar oleh mereka. Apa motif mereka melakukan hal kejam seperti ini." Giselle mengeluh, dia meremas kedua tangan yang telah dingin saat berdiri di lorong panjang rumah sakit.Giselle yang ditemani oleh Septia, kini masih menunggu Sofia yang diperiksa oleh dokter saat sahabatnya itu tidak sadarkan diri beberapa menit yang lalu.Sekarang waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Malam semakin merangkak naik hingga menyentuh waktu tengah malam, sementara pernikahan Giselle tetap menanti esok hari. Namun masih tidak ada tanda-tanda kapan ia bisa kembali ke hotel. "Giselle, tenangkan dirimu. Dari pada kau berjalan kesana kemari tak tentu. Lebih baik duduk saja dengan tenang dan tunggu dokter yang memeriksa Sofia keluar." kata Septia, saat tak tahan melihat Giselle yang tak berhenti berjalan kesana kemari dengan gelisah. "A-aku tidak bisa tenang, Septia.""Ingat, besok kamu juga harus menikah. Malam ini, kamu justru berakhir di

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status