Share

Chapter 2

Author: angeelintang
last update Last Updated: 2021-08-16 03:03:29

“Ada apa dengan matamu?”

Fio terus berjalan tanpa mau menoleh ke sampingnya. Rey yang sejak tadi sudah seperti penguntit karena mengikuti Fio kemanapun gadis itu pergi hanya mampu menghela nafasnya lagi dan lagi.

“Fi?” Rey menarik tangan Fio.

Gadis itu akhirnya mau menatap wajah Rey meskipun hanya dengan tatapan datar. “Apa kamu tidak dengar apa yang aku katakan ketika di rumah tadi? Aku ingin sendiri, kenapa kamu tidak mengerti juga?” Fio menatap Rey dengan tajam.

“Aku ingin mengatakan sesuatu kepadamu,” Rey melepaskan tangan Fio.

“Setelah ini kita bicara, tapi tolong biarkan aku memilih buku terlebih dahulu, kalau kamu bosan mengikutiku, kamu bisa menunggu di bangku dekat kasir sana,” kata Fio sambil menunjuk bangku yang berada di depan kasir dengan jari telunjuknya.

“Oke,” Rey mengangguk.

Pemuda itu memutar tubuhnya dan berjalan menuju bangku yang tadi ditunjuk oleh Fio. Sedangkan Fio, gadis itu sepertinya terlalu asyik memilih buku bahkan sampai setengah jam lamanya. Rey menggerakkan jari-jarinya di atas ponsel pintarnya. Sejak tadi dia hanya bermain game untuk membunuh waktu yang terasa lambat berjalan.

“Ckh! Lama sekali!” Rey mematikan ponselnya dan memasukkannya kembali ke dalam saku celana jeans yang dia kenakan.

Dia berjalan untuk mencari keberadaan Fio. Matanya menatap ke sekitar toko buku yang dia hafal menjadi tempat favorit Fio untuk membeli buku atau komik. Nafasnya lolos ketika matanya menangkap sosok yang terlihat dari belakang sedang sibuk membawa beberapa buku di tangannya. Rey setengah berlari menghampiri Fio.

“Fi?”

Gadis itu menoleh ke belakang kala namanya di panggil. “Aku sudah selesai, maaf kamu harus menunggu lama, pasti sangat membosankan,” Fio menatap Rey dengan kerutan di dahinya.

Rey tersenyum dan menggeleng. “Tidak masalah, ayo kita ke kasir, aku traktir beli buku-buku ini,” tanpa permisi Rey langsung mengambil buku-buku dari tangan Fio.

Fio terbelalak. “Eh? Tidak perlu Rey, aku bisa membayarnya sendiri,” Fio mencoba meraih kembali buku-buku yang sudah berada di tangan Rey.

“Aku tidak mau,” Rey memilih terus berjalan dan menghindari tangan Fio yang hendak meraih buku-bukunya.

Fio menghentikan langkahnya dan menghela nafasnya dalam. “Rey aku sedang tidak ingin bercanda sekarang,” Fio menatap punggung Rey dengan wajah kesalnya.

Rey menoleh ke belakang dan hanya tersenyum sekilas sebelum kemudian kembali berjalan menuju ke arah kasir. Pundak Fio merosot ke bawah. Bibirnya sudah seperti siap untuk mengomeli Rey namun dia urungkan. Pegal di matanya belum juga hilang dan dia tidak memiliki banyak tenaga untuk marah hari ini. Fio kemudian memilih diam dan berjalan menyusul Rey yang nampaknya sudah melakukan transaksi di kasir.

***

“Kamu ingin bicara apa?”

Fio mengambil gelas dari atas meja dan meminum milkshake vanila yang tadi sudah dia pesan. “Dan bisakan kamu hentikan tatapanmu itu kepadaku?” Fio memutar bola matanya malas kemudian meletakkan gelasnya dengan sedikit hentakan.

Rey menaikkan satu ujung bibirnya ke atas. “Apa Bian menyakitimu?” Rey bertanya dengan nada meremehkan.

“Bukan urusanmu!” Fio menajamkan matanya seakan-akan seperti pedang yang siap menghunus Rey saat itu juga.

Rey mengangkat bahunya acuh. “Menjadi urusanku jika itu semua tentang kamu,” jawabnya santai.

Fio mengerutkan keningnya dalam. “Apa maksudmu?” Fio terdengar bingung.

“Bisakah kamu bersamaku sekarang?” tanya Rey dengan nada serius.

Fio melemparkan tatapannya ke arah jalanan. “Apa Bian mengabarimu kalau kami sudah putus?” tanya Fio tanpa mau repot-repot menatap Rey.

Rey menarik kedua sudut bibirnya hingga membentuk satu garis lurus. Matanya sibuk memindai sosok gadis yang sudah cukup lama menarik perhatiannya. Rey menganggukkan kepalanya kemudian kembali menyesap mocca yang masih cukup panas dengan pelan.

“Aku tidak bisa,” Fio menatap ke arah gelasnya.

Rey meletakkan cangkirnya kemudian bersedekap. “Kenapa?”

“Aku belum siap untuk memulai lagi, kami baru saja putus kemarin dan kamu sudah memintaku untuk bersamamu,” Fio tersenyum miring. “Akalmu sudah hilang?” Fio mengambil ponselnya yang berada di atas meja kemudian memasukkannya ke dalam tas.

Rey mengetukkan jari telunjukkan ke atas meja dan masih setia mengamati perubahan raut wajah Fio. “Kenapa kamu harus marah seperti ini?” tanya Rey.

“Aku tidak marah, hanya malas dengan semua ini,” gadis itu bersiap memakai tasnya dan hendak berdiri.

“Tunggu!” Rey memegang pergelangan tangan Fio.

“Aku tidak punya banyak waktu, sudah hampir jam enam sore dan aku harus sampai di rumah sebelum mamaku pulang arisan,” Fio menarik tangannya supaya terlepas dari genggaman Rey.

“Aku minta maaf kalau kamu merasa ini semua tidak tepat pada waktunya tapi aku harus segera pergi dan aku ingin kamu jadi milikku sebelum hari itu tiba,” Rey melepaskan tangan Fio dengan wajah penuh harap.

Fio menghela napasnya dalam. “Memangnya kamu mau kemana?” tanyanya.

Rey menahan senyuman di bibirnya. “Aku di terima kuliah di Jogja,” jawabnya.

“Baiklah kalau begitu,” Fio menganggukkan kepalanya. “Fokuslah dengan pendidikanmu dan aku juga dengan pendidikanku, maaf aku tidak bisa menerimamu, kamu tahu semuanya ini terlalu mendadak bagiku,” Fio berhenti sejenak untuk mengambil banyak oksigen. “Kamu juga pasti paham kalau aku masih mencintai temanmu yang bodoh itu!” Fio mengeratkan kepalan tangannya di bawah meja.

Rey tersenyum kecut. “Oke, Bian memang sangat luar biasa,” dia menganggukkan kepalanya. “Terima kasih untuk waktumu, setidaknya kamu mau menemaniku minum mocca,” Rey mengambil cangkirnya dan mengangkatnya ke depan.

Fio hanya diam. Gadis itu mengamati wajah Rey yang terlihat sangat tenang dan juga sama sekali tidak terprovokasi. Fio kemudian meminum milkshake-nya hingga tersisa setengah gelas.

“Bisakah kita tetap berteman baik?” Rey bertanya.

“Tentu saja! Kita bisa tetap berteman baik,” Fio akhirnya tersenyum dengan menunjukkan gigi-giginya yang rapi dan bersih. “Kalau begitu aku pergi dulu, terima kasih traktirannya dan sekali lagi aku minta maaf karena tidak bisa menerimamu,” Fio berkata dengan nada sungguh-sungguh.

Rey tersenyum dan menganggukkan kepalanya. “Aku mengerti, butuh waktu untukmu supaya bisa menyadari kehadiranku,” Rey menatap manik mata Fio dengan lekat. “Ayo aku antar kamu pulang!” Rey berdiri dan berjalan lebih dulu.

Dengan helaan nafas beratnya, Fio ikut berdiri dengan sedikit terburu-buru dan berjalan cepat menyusul Rey. Fio mengayuh sepedanya dengan wajah yang mata yang jelas sekali masih terlihat bengkak. Sementara Rey mengikutinya dari belakang dengan motor matic-nya. Pemuda itu tersenyum bodoh, dia bahkan rela menunggu Fio selama satu jam di depan kompleks perumahan sampai Fio keluar dengan sepedanya. Rey mengikuti Fio sampai ke toko buku dari kejauhan dan sore ini dirinya kembali mengikuti Fio untuk memastikan Fio pulang dengan selamat. Rey memang sudah gila!

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 103

    Bian menjalani hari-harinya dengan sepi. Bukan karena dia tidak memiliki teman tapi karena dia yang memilih menarik diri dari pergaulan. Entah sampai kapan, Bian tidak tahu. Dia butuh ruang dan waktu untuk menyendiri. Memikirkan masa depannya yang kini dipenuhi oleh bayangan utang kepada ayah Prisa.Tidak sedikit baginya tentu saja, mengingat biaya pengobatan adiknya yang juga tidak bisa dibilang murah. Bian sudah berusaha sampai dia menggadaikan harga diri dan cintanya. Sampai dia harus menjadi seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Anak muda yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu harus bersedia menghapus mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang ia cinta suatu hari nanti.Tapi sepertinya itu tidak lagi menjadi masalah besar baginya, karena Prisa dengan senang hati memberikan jalan untuknya. Sesuai kesepakatannya dan ayah Prisa, hubungan yang selalu didambakan oleh gadis itu hingga membuatnya menjadi orang yang egois akan berakhi ketika Prisa terbukti berk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 102

    “Brengsek!” Pemuda itu melepaskan gagang pintu yang ia genggam.Dia bergerak mundur disertai dengan senyuman kecut yang kini menghiasi wajahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tangannya mencengkram erat selimut yang membelit tubuh telanjangnya. Sementara seorang pemuda lain terlihat buru-buru memakai celananya kembali.Bian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala tak percaya. Dia datang dengan membawa makanan dan obat demam untuk kekasihnya. Setelah tiba di kota Jogja, dia mendapatkan kabar bahwa Prisa sedang sakit. Dia datang dengan membawa apa yang ia pikir dibutuhkan oleh gadis itu tanpa mengabari terlebih dulu.Ia pikir, Prisa akan senang dengan kedatangannya yang pasti akan mengejutkan dan perhatian yang ia berikan kepada gadis itu. Tapi, justru Bian yang terlihat terkejut dengan kejadian yang membuatnya cukup muak.“Bian, tunggu!” teriak gadis itu dengan wajah panik luar biasa.Prisa bangun dari atas ranjang dan berlari mengejar Bian yang sama sekali tidak mengindahkan pangg

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 101

    Fio berdiri di depan teras rumahnya yang sekarang terasa asing baginya. Setelah acara pemakaman Nara selesai, dia tak langsung pulang. Gadis itu membantu Ningsih mengurus acara tiga harian terlebih dahulu. Sampai malam menjelang, Fio masih bertahan di sisi Ningsih yang akhirnya memperlihatkan ketidakberdayaannya sebagai seorang manusia biasa. Wanita paruh baya itu sesekali meneteskan air mata meski tidak diiringi dengan isak tangis. Tapi, Fio tahu bahwa di dalam hati Ningsih semuanya terasa begitu berat dan nyaris tak mampi ia topang.“Kenapa tidak masuk?”Fio menoleh. “Kamu masih di sini?” Fio terkejut dan segera menatap motor Bian yang ternyata masih ada di luar pagar rumahnya.Bian mengangguk. “Aku baru saja akan pergi tapi aku lupa mengatakan sesuatu padamu.”Fio mengerutkan kening dalam. “Apa?” tanyanya.Di bawah langit tanpa bintang, Bian menatap Fio dengan wajah sendunya. Dia menghela napas dalam dan menunduk sejenak. Pemuda itu terkekeh pelan.“Lucu sekali, ya? Sejauh apapun k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 100

    Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Bian mengobrol dengan Fio. Gadis itu tidak mau lagi membuka akses untuknya meski hanya untuk menyapa. Hal itu terbukti saat Bian tanpa sengaja berjumpa dengan Fio di kantin kampus. Bian yang sudah menyiapkan diri untuk sekedar tersenyum dan menyapa Fio mengurungkan niat kala dia melihat Fio memilih menundukkan kepalanya supaya tidak perlu menatapnya. Bian bertahan dengan kebimbangan hati yang masih menyelimutinya. Dia terus menemani Prisa hari demi hari meski tidak ada satu hari yang ia lewati tanpa teringat semua kenanganya bersama Fio. Dia menguatkan hatinya. Dia terus membisikkan satu kalimat yang berhasil membuatnya menguatkan pundaknya lebih dari sebelumnya. Semua demi Ibu dan adikku. “Halo?” Suara pria itu terdengar seiring dengan langkah kakinya yang semakin pelan. Isak tangis dari seberang telepon berhasil membuat detak jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia membeku di tempat saat ibunya mengatakan hal yang paling ia

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 99

    “Tidak semudah itu, Fi!” sahut Bian dengan wajah tak terima. “Aku tidak mungkin membuat kamu ikut memikirkan masalahku sementara aku tahu kamu juga punya masalahmu sendiri,” lanjut pemuda itu. Fio hanya diam. Dia hanya mampu menghela napas berat. Semuanya sudah terjadi dan tidak akan pernah bisa diputar kembali. Tidak ada yang bisa Fio lakukan selain pasrah dengan fakta yang ia dapatkan. “Sudahlah! Sepertinya juga tidak ada gunanya kita berdebat,” ucap Bian. Fio mengangguk mengerti meski hatinya terasa sesak. “Bian?” panggil Fio. Bian menoleh. “Hm?” “Setelah malam ini, aku mungkin tidak akan pernah memberikan kamu kesempatan lain lagi. Jadi, Bi…” Fio tidak berani menatap mata mantan kekasihnya meski hanya lima detik saja. “Kembalilah kepada dia yang sudah kamu pilih. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri jadi kamu juga harus bahagia.” Setelah mengatakan kalimat itu, Fio bergegas berdiri di depan pintu dan meminta Bian untuk pulang secara baik-baik. Baginya, dia tidak bisa lagi mem

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 98

    Setelah selesai makan, Bian dan Fio hanya saling diam. Fio merasa tidak ada hal penting yang harus ia katakan kepada Bian. Sementara Bian, pemuda itu ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya pada mantan kekasihnya. Di perjalanan menuju ke kos Fio, Bian memikirkan hal di luar nalarnya selama ini. Taruhannya sangat besar dan dia bisa saja menyesal di kemudian hari.Tapi, dia tidak akan pernah tahu jika mencoba sesuatu mungkin akan mendatangkan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bian meneguk ludah dengan pandangan yang ia alihkan kepada gadis cantik bernama lengkap Fiona Ruby Cantika itu.“Fi,” ucapnya serupa bisikan.Suaranya seperti malu-malu untuk keluar. Bian gugup dan juga bingung bagaimana harus memulai pembicaraannya. Dia hanya tersenyum saat Fio menoleh dan menatapnya dalam diam. Gadis itu menunggu kalimat yang hendak Bian lontarkan kepadanya.“Aku ingin bicara sesuatu kepadamu.” Bian memantapkan hatinya. “Tapi…” dia menggantung ucapannya. “Mungkin apa yang akan aku bic

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status