Share

Chapter 6

Author: angeelintang
last update Last Updated: 2021-09-14 04:59:54

Surabaya, 2015

“Kita mampir ke Yellow Burger dulu, yuk?” Nola terlihat memandang ke arah teman-temannya satu per satu yang tergabung dengan nama grup tari Dream Machine.

“Pasti ada promo kalau ratu Nola sudah bersabda,” sahut Alvin cepat.

“Iya, ada promo,” Nola tertawa.

Fio baru saja selesai latihan menari dengan teman-temannya. Dia memutuskan untuk ikut karena kebetulan letak restoran tersebut se arah dengan jalan pulang ke rumahnya. Fio datang lebih dulu dari teman-temannya yang lain.

“Mereka belum kelihatan juga,” Fio bergumam dengan kepala yang sudah celingukan ke arah parkiran.

Tidak lama berselang, nafas lega lolos begitu saja dari mulutnya begitu melihat teman-temannya. Nola dan Nessa menghampirinya sedangkan Alvin dan Rafa berjalan menuju meja kosong yang terletak di pojok belakang, tepat di samping jendela.

Fio tersenyum lebar kepada Nola dan Nessa. “Untung kalian datang tepat waktu sebelum semua meja benar-benar terisi,” kata Fio.

“Tadi kami beli bensin eceran dulu di depan sekolah Fi,” kata Nessa sambil bersedekap.

“Antriannya masih empat orang lagi,” kata Nola dengan mata memindai ke arah depan mereka.

“Sedang banyak promo jadi antri begini,” sahut Fio dengan cepat.

Nessa memandang jam di pergelangan tangannya. “Burger di sini juara jadi wajar saja kalau antri apalagi ada promo,” katanya tanpa melihat ke arah dua temannya yang lain.

“Besok aku ada kuis matematika,” kata Fio sambil berjalan ke depan karena giliran mereka telah tiba.

“Kuis matematika di kelasku kemarin susah sekali Fi, selamat untukmu!” Bibir Nessa tersungging.

Wajah Fio masih mengarah ke sampingnya dimana Nessa berada. Sedangkan Nola berada di belakang mereka sambil ikut mendengarkan ucapan Fio.

“Silahkan kak mau pesan apa?”

“Tiga cheese burge—“ ucapan Fio terhenti kala wajahnya menghadap ke depan. “Tampan sekali!” jerit hatinya secara spontan.

Waktu seolah berjalan sangat lambat. Suara Nessa dan Nola yang menyebutkan pesanannya kepada Fio dan pelayan di depan mereka seperti terdengar samar-samar di telinga Fio. Bibir gadis itu masih terbuka setengah. Sedangkan matanya bahkan tidak mampu berkedip menatap sosok pelayan di depannya itu. Lidah Fio seakan tidak bisa di gerakkan.

“Maaf, ada lagi yang mau dipesan?” tanya pelayan restoran di depan Fio dengan senyuman manis.

Nessa dan Nola saling pandang karena sikap Fio yang mendadak jadi aneh. Nessa kemudian menggandeng tangan Fio dan menyeret gadis itu menyingkir dari sana kemudian membiarkan Nola menyelesaikan pesanan mereka.

“Kamu kenapa Fi?” tanya Nessa setelah mengguncang bahu gadis itu dengan pelan.

Fio mengerjapkan mata dan menggelengkan kepalanya. Fio menatap ke arah pelayan restoran tadi sekilas kemudian dia meneguk ludahnya pelan.

“Aku tidak kenapa-kenapa Nes, kita kesana lagi yuk!” dia menunjuk ke arah Nola. “Kasihan Nola pasti kesulitan membawa banyak pesanan,” kata Fio kemudian menarik tangan Nessa yang memandang Fio dengan tatapan anehnya.

***

Surabaya, 2016

Fio mendongak. Matanya menyipit kala tetesan-tetesan air mulia berjatuhan ke bumi. Aroma petrichor yang selalu di sukainya tercium dan seketika membuat gadis itu memejamkan mata dan menghirupnya sebanyak yang dia bisa. Senyuman terbit di wajah cantiknya.

“Selamat pagi, Bi!” batinnya.

Ketika rintik hujan mulai semakin deras, Fio bergegas berjalan menuju ke gedung sekolahnya. Cardigan berwarna soft pink yang di pakainya sedikit terasa lembab di kulitnya akibat tetesan- tetesan air.

“Selamat pagi Nadya,” sapa Fio dengan senyuman yang tidak pudar dari wajahnya begitu dirinya sampai di dalam kelas.

Nadya segera meletakkan kaca rias berukuran kecil ke atas meja dan mendongak untuk melihat wajah Fio yang selalu terlihat ceria seperti biasanya. “Pagi Fio yang cantik dan ceria,” sapa Nadya dengan penuh semangat.  “Eh aku lupa belum mengerjakan tugas fisika, aku pinjam tugasmu, ya?” tanya Nadya seketika panik.

Fio mengangguk. “Kamu belum mengerjakan sama sekali?” tanya Fio heran sambil membuka tasnya dan mengeluarkan buku tugasnya yang pagi ini akan dikumpulkan.

Nadya memasang wajah sedih sambil menggeleng. “Aku lupa, baru ingat waktu lihat wajah kamu pagi ini,” jawab Nadya seraya menerima buku yang Fio ulurkan kepadanya.

Fio terkekeh. “Memangnya wajahku mirip rumus fisika?” kata Fio sambil duduk di kursinya.

Nadya mulai sibuk menyalin tugasnya sedangkan Fio sibuk dengan ponsel di tangannya. Jarinya lincah mengetikkan nama Bian di sana. Kegiatannya setelah tidak memiliki kesempatan untuk bertemu dengan Bian sebelum tahun ajaran baru di mulai adalah mencari tahu kegiatan sehari-hari pemuda itu melalui media sosial.

Fio menggigit bibirnya. “Dia benar-benar egois! Setidaknya beri aku kode kalau dia baik-baik saja!” Fio mematikkan ponselnya.

Nadya melirik sekilas ke samping. “Kamu hanya akan terus memupuk kecewa jika meneruskan kegiatan bodohmu itu setiap hari!” katanya dengan penekanan di akhir kalimatnya.

Fio menghela napasnya dalam. “Aku hanya ingin tahu kalau dia baik-baik saja!” sanggah Fio.

“Setelah itu, apa?” Nadya menaikkan satu alisnya tinggi sambil menatap Fio sekilas.

Fio bungkam. Matanya beralih menatap ke luar jendela. Matanya meredup. Hujan semakin deras turun mengguyur kota pahlawan. Hawa dingin mulai merembet dan membuat Fio merapatkan cardigan-nya. Kilasan-kilasan masa bersama Bian terus berputar di kepalanya.

“Sudah jangan melamun! Bian tidak akan tiba-tiba muncul di depanmu meskipun kamu mengingat hubungan kalian dulu sampai besok pagi,” Nadya lagi dan lagi mengingatkan Fio dengan kalimat lugasnya.

Fio hanya tersenyum dan kembali melanjutkan melihat air yang jatuh dengan pasrahnya ke bumi. Seperti perasaannya yang jatuh dengan sama pasrahnya seperti hujan kepada Bian. Fio menghirup udara sebanyak yang dia bisa untuk mengisi paru-parunya yang selalu saja terasa sesak saat mengingat nama Bian.

“Pagi ini hujannya deras sekali, Bi.” Fio mulai berbicara di dalam hatinya. “Bisakah kamu memberiku kesempatan untuk bertemu suatu hari nanti? Ada yang ingin aku sampaikan kepadamu,” mata Fio terasa perih.

Dengan gerakan cepat dia mengusap matanya sebelum air matanya jatuh tanpa permisi. “Bi, kalau rasa rinduku akan membebanimu nanti, aku akan berusaha untuk menyimpannya lagi dengan lebih rapi supaya kamu tidak perlu tahu. Tapi Bi, aku masih sanggup menikmati rasa sakitnya merindu sendiri,” dahi Fio semakin berkerut.

“Aku masih ingat dengan jelas saat pertama kali aku melihat seorang pemuda tampan dengan senyum menawan berada tepat di depanku, sampai pertemuan ketiga di mana aku, si gadis polos yang percaya diri mengajakmu berkenalan lebih dulu,” Fio memejamkan matanya menikmati sembilu yang menggores dadanya.

Nadya melirik ke samping dan melihat Fio sudah meletakkan kepalanya ke atas meja. Nadya menggelengkan kepalanya. Rasanya Nadya ingin mengguyur kepala Fio dengan air es supaya kepala gadis itu bisa berjalan dengan semestinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 103

    Bian menjalani hari-harinya dengan sepi. Bukan karena dia tidak memiliki teman tapi karena dia yang memilih menarik diri dari pergaulan. Entah sampai kapan, Bian tidak tahu. Dia butuh ruang dan waktu untuk menyendiri. Memikirkan masa depannya yang kini dipenuhi oleh bayangan utang kepada ayah Prisa.Tidak sedikit baginya tentu saja, mengingat biaya pengobatan adiknya yang juga tidak bisa dibilang murah. Bian sudah berusaha sampai dia menggadaikan harga diri dan cintanya. Sampai dia harus menjadi seperti seekor kerbau yang dicucuk hidungnya. Anak muda yang masih mengenyam pendidikan di bangku kuliah itu harus bersedia menghapus mimpinya untuk bisa hidup bersama seseorang yang ia cinta suatu hari nanti.Tapi sepertinya itu tidak lagi menjadi masalah besar baginya, karena Prisa dengan senang hati memberikan jalan untuknya. Sesuai kesepakatannya dan ayah Prisa, hubungan yang selalu didambakan oleh gadis itu hingga membuatnya menjadi orang yang egois akan berakhi ketika Prisa terbukti berk

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 102

    “Brengsek!” Pemuda itu melepaskan gagang pintu yang ia genggam.Dia bergerak mundur disertai dengan senyuman kecut yang kini menghiasi wajahnya. Wajah gadis itu terlihat pucat. Tangannya mencengkram erat selimut yang membelit tubuh telanjangnya. Sementara seorang pemuda lain terlihat buru-buru memakai celananya kembali.Bian terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala tak percaya. Dia datang dengan membawa makanan dan obat demam untuk kekasihnya. Setelah tiba di kota Jogja, dia mendapatkan kabar bahwa Prisa sedang sakit. Dia datang dengan membawa apa yang ia pikir dibutuhkan oleh gadis itu tanpa mengabari terlebih dulu.Ia pikir, Prisa akan senang dengan kedatangannya yang pasti akan mengejutkan dan perhatian yang ia berikan kepada gadis itu. Tapi, justru Bian yang terlihat terkejut dengan kejadian yang membuatnya cukup muak.“Bian, tunggu!” teriak gadis itu dengan wajah panik luar biasa.Prisa bangun dari atas ranjang dan berlari mengejar Bian yang sama sekali tidak mengindahkan pangg

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 101

    Fio berdiri di depan teras rumahnya yang sekarang terasa asing baginya. Setelah acara pemakaman Nara selesai, dia tak langsung pulang. Gadis itu membantu Ningsih mengurus acara tiga harian terlebih dahulu. Sampai malam menjelang, Fio masih bertahan di sisi Ningsih yang akhirnya memperlihatkan ketidakberdayaannya sebagai seorang manusia biasa. Wanita paruh baya itu sesekali meneteskan air mata meski tidak diiringi dengan isak tangis. Tapi, Fio tahu bahwa di dalam hati Ningsih semuanya terasa begitu berat dan nyaris tak mampi ia topang.“Kenapa tidak masuk?”Fio menoleh. “Kamu masih di sini?” Fio terkejut dan segera menatap motor Bian yang ternyata masih ada di luar pagar rumahnya.Bian mengangguk. “Aku baru saja akan pergi tapi aku lupa mengatakan sesuatu padamu.”Fio mengerutkan kening dalam. “Apa?” tanyanya.Di bawah langit tanpa bintang, Bian menatap Fio dengan wajah sendunya. Dia menghela napas dalam dan menunduk sejenak. Pemuda itu terkekeh pelan.“Lucu sekali, ya? Sejauh apapun k

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 100

    Malam itu benar-benar menjadi malam terakhir Bian mengobrol dengan Fio. Gadis itu tidak mau lagi membuka akses untuknya meski hanya untuk menyapa. Hal itu terbukti saat Bian tanpa sengaja berjumpa dengan Fio di kantin kampus. Bian yang sudah menyiapkan diri untuk sekedar tersenyum dan menyapa Fio mengurungkan niat kala dia melihat Fio memilih menundukkan kepalanya supaya tidak perlu menatapnya. Bian bertahan dengan kebimbangan hati yang masih menyelimutinya. Dia terus menemani Prisa hari demi hari meski tidak ada satu hari yang ia lewati tanpa teringat semua kenanganya bersama Fio. Dia menguatkan hatinya. Dia terus membisikkan satu kalimat yang berhasil membuatnya menguatkan pundaknya lebih dari sebelumnya. Semua demi Ibu dan adikku. “Halo?” Suara pria itu terdengar seiring dengan langkah kakinya yang semakin pelan. Isak tangis dari seberang telepon berhasil membuat detak jantungnya dua kali lebih cepat dari biasanya. Dia membeku di tempat saat ibunya mengatakan hal yang paling ia

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 99

    “Tidak semudah itu, Fi!” sahut Bian dengan wajah tak terima. “Aku tidak mungkin membuat kamu ikut memikirkan masalahku sementara aku tahu kamu juga punya masalahmu sendiri,” lanjut pemuda itu. Fio hanya diam. Dia hanya mampu menghela napas berat. Semuanya sudah terjadi dan tidak akan pernah bisa diputar kembali. Tidak ada yang bisa Fio lakukan selain pasrah dengan fakta yang ia dapatkan. “Sudahlah! Sepertinya juga tidak ada gunanya kita berdebat,” ucap Bian. Fio mengangguk mengerti meski hatinya terasa sesak. “Bian?” panggil Fio. Bian menoleh. “Hm?” “Setelah malam ini, aku mungkin tidak akan pernah memberikan kamu kesempatan lain lagi. Jadi, Bi…” Fio tidak berani menatap mata mantan kekasihnya meski hanya lima detik saja. “Kembalilah kepada dia yang sudah kamu pilih. Aku akan menemukan bahagiaku sendiri jadi kamu juga harus bahagia.” Setelah mengatakan kalimat itu, Fio bergegas berdiri di depan pintu dan meminta Bian untuk pulang secara baik-baik. Baginya, dia tidak bisa lagi mem

  • Tuan Egois Dan Putri Kertas   Chapter 98

    Setelah selesai makan, Bian dan Fio hanya saling diam. Fio merasa tidak ada hal penting yang harus ia katakan kepada Bian. Sementara Bian, pemuda itu ingin sekali mengatakan hal yang sebenarnya pada mantan kekasihnya. Di perjalanan menuju ke kos Fio, Bian memikirkan hal di luar nalarnya selama ini. Taruhannya sangat besar dan dia bisa saja menyesal di kemudian hari.Tapi, dia tidak akan pernah tahu jika mencoba sesuatu mungkin akan mendatangkan hal yang jauh lebih baik dari sebelumnya. Bian meneguk ludah dengan pandangan yang ia alihkan kepada gadis cantik bernama lengkap Fiona Ruby Cantika itu.“Fi,” ucapnya serupa bisikan.Suaranya seperti malu-malu untuk keluar. Bian gugup dan juga bingung bagaimana harus memulai pembicaraannya. Dia hanya tersenyum saat Fio menoleh dan menatapnya dalam diam. Gadis itu menunggu kalimat yang hendak Bian lontarkan kepadanya.“Aku ingin bicara sesuatu kepadamu.” Bian memantapkan hatinya. “Tapi…” dia menggantung ucapannya. “Mungkin apa yang akan aku bic

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status