Share

Chapter 7

Surabaya, 2015

Fio dan teman-temannya berdiri membentuk lingkaran, saling bergandengan tangan dan menundukkan kepala mereka. Berdoa adalah salah satu cara supaya mereka tetap bisa mengontrol segala rasa tegang yang melanda tiada ampun. Apalagi waktu yang tersisa sebelum tampil hanya tinggal sepuluh menit lagi. Setelah itu mereka melakukan high five untuk semakin meningkatkan kepercayaan diri dan juga semangat dalam diri mereka masing-masing.

Fio dan teman-temannya memasuki lapangan basket ketika nama grup mereka, Dream Machine dipanggil oleh pembawa acara. Suara riuh penonton yang bertepuk tangan dan menyorakkan nama grup mereka menggema dan membuat hormon adrenalin di dalam tubuh Fio seketika melonjak naik dengan cepat.

Mereka kemudian mengambil posisi awal sebelum tarian mereka dimulai. Saat musik terdengar di telinga mereka, Fio dan teman-temannya bergerak mengikuti irama lagu. Setiap beat dalam lagu berhasil mereka taklukkan sampai akhir. Semua orang yang menonton meneriakkan nama Fio, Nessa, Nola, Alvin dan juga Rafa dengan begitu heboh.

Senyuman merekah di bibir Fio. Dia tidak bisa menghentikan senyumannya meskipun kini mereka sudah berada di ruang ganti. Dada Fio masih saja berdebar dan atmosfer yang menaikkan semangatnya masih begitu terasa melekat di sekitar Fio.

“Kita sudah berlatih dengan keras untuk acara DBL tahun ini, selamat untuk kita semua!” kata Nessa dengan semangat dan bibir yang tersenyum lebar.

Fio dan Nola mengangguk setuju. “Eh, aku pulang dulu ya, mau ke rumah tante, habis lahiran soalnya,” kata Nola begitu mereka keluar dari ruang ganti.

“Kalau gitu hati-hati ya La,” kata Fio yang diangguki oleh Nola.

“Hati-hati La, kamu keren hari ini!” kata Nessa sambil mengacungkan jempolnya di depan Nola.

Thanks ya, kalian semua juga luar biasa keren, aku senang sekali hari ini, aku duluan ya!” Nola kemudian meninggalkan tempatnya sambil melambaikan tangan ke arah Nessa dan juga Fio.

“Kamu mau ikut gabung sama teman-teman kelasku?” tawar Nessa kepada Fio.

Fio nampak berpikir sejenak sambil menggaruk pelipisnya. “Tidak, lagipula aku tidak akan lama, sebentar lagi papaku akan datang menjemputku,” jawab Fio sambil menatap jam di tangannya.

Fio memilih duduk sendirian di tribun paling belakang. Teman-teman kelasnya tidak banyak yang hadir. Kemungkinan besar karena tiket penonton yang sudah habis terjual dan tidak banyak yang mendapatkannya. Sedangkan kelas Nessa lumayan banyak yang berhasil masuk ke dalam gedung olahraga tersebut.

Fio menggerakkan kakinya sambil menggigit bibirnya. Sekolahnya belum bertanding hari itu, tapi Fio terpaksa menonton setengah pertandingan sambil menunggu papanya menjemput. Mata Fio nampak menatap lapangan basket dengan penuh ketegangan. Aura persaingan sangat terasa disana. Kemudian matanya membulat kala tidak sengaja menangkap sosok pemuda yang pernah mencuri perhatiannya.

Fio bahkan sampai tidak mengedipkan matanya kala pemuda itu berjalan naik menuju ke arahnya. Bibir gadis itu sedikit terbuka saat pemuda dengan seragam basket SMA Tunas Bangsa tersebut sedang tersenyum kepada teman-temannya. Dia kemudian bergabung dengan teman-temannya yang duduk tepat di depan Fio. Sepertinya dia tidak mengingat Fio. Tentu saja! Memangnya ada berapa banyak gadis bahkan manusia yang datang ke restoran cepat saji tempat dia bekerja?

Fio segera menggelengkan kepalanya dan menelan salivanya untuk mengusir segala rasa grogi yang tiba-tiba menyerangnya secara mendadak. Dia membenarkan rambutnya yang tidak berantakan.

“Ada apa denganku?” Fio mendesah di dalam hatinya.

Dia menatap punggung pemuda itu sambil meraba dadanya. Kenapa dadanya terasa aneh? Fio memutuskan untuk menunggu papanya di luar gedung saja. Dan ketika dirinya berdiri, pemuda di depannya juga nampak berdiri kemudian memutar tubuhnya sehingga Fio bisa melihat wajahnya dengan sangat jelas. Fio kembali seperti tersihir. Pemuda itu tersenyum tipis kepadanya kemudian berjalan naik tepat ke depan Fio dan berlalu dari sana. Mata Fio masih belum bisa berkedip. Dia masih mematung di tempatnya berdiri seperti orang bodoh sampai beberapa orang nampak menatapnya sambil berbisik-bisik.

“Ekhm!” Fio mengedipkan matanya kemudian berjalan pergi dari sana.

Suasana menjadi panas dan dia butuh udara segar sekarang juga. Fio keluar dari gedung dan duduk di depan pintu masuk. Ketika belum ada lima menit gadis itu duduk, mata Fio nampak memicing tajam kala melihat pemuda yang dilihatnya tadi tengah berpelukan dengan seorang gadis di tempat parkiran motor.

“Apa dia sudah memiliki pacar?” gumam Fio lirih.

Jantung Fio berdetak cepat. Dia menajamkan matanya. Mereka kemudian melepaskan pelukannya dan berjalan bergandengan tangan menuju ke arah Fio. Mendadak suasana menjadi tegang. Fio segera mengalihkan tatapannya ke arah ponsel yang dibawanya. Dia dengan tergesa menghidupkan ponselnya dan berpura-pura mengetikkan sesuatu di sana. Sampai kedua orang yang tadi dilihatnya berpelukan di tempat parkir motor melewatinya dan berlalu masuk ke dalam gedung olahraga, Fio baru bisa menghembuskan nafas lega.

***

Setibanya di rumah, Fio segera membersihkan tubuhnya yang terasa lengket karena berkeringat. Dia kembali merendam tubuhnya di dalam bath up yang sudah berisi air hangat. Fio terus menatap langit-langit kamar mandinya sambil memikirkan kejadian yang membuatnya kesal setengah mati. Fio tidak yakin dengan apa yang terlintas di kepalanya.

Dia masih saja menampik suara setan yang terus saja mengoloknya. Fio memejamkan matanya dengan erat dan mencoba menyingkirkan segala pikiran yang terus saja melintas di kepalanya yang tidak secerdas Nadya itu. Fio menghembuskan nafasnya dengan keras.

“Aku nggak jatuh cinta!” Fio berteriak.

Dia menolak segala pemikiran gila yang terus saja terlintas di kepalanya. Fio tidak bisa melupakan kejadian dimana pemuda itu berpelukan dengan seorang gadis yang bahkan Fio juga tidak mengenalnya. Fio menggigit bibirnya cemas. Gadis itu memijit pelipisnya yang terasa berat dan menghirup nafas dalam-dalam kemudian menghembuskannya dengan pelan. Fio mengulangnya sampai beberapa kali.

“Memangnya apa yang aku cemaskan? Dia bukan siapa-siapaku dan kami tidak saling mengenal, ayolah Fi, jangan berpikiran ngawur!” katanya berbicara pada dirinya sendiri.

***

Gadis itu nampak duduk di depan meja belajarnya. Dia diam selama sepuluh menit tanpa melakukan apapun. Kemudian dia teringat akan sesuatu. Dia segera menarik laci mejanya. Fio mengeluarkan satu bundle kertas warna-warni. Fio tersenyum menatap kertas di depannya. Dulu sekali neneknya selalu mengajari Fio untuk melakukan seni melipat kertas atau origami.

Fio mengambil satu kertas berwarna pink kemudian gadis itu nampak melenturkan jari-jarinya sebelum memulai melipat kertas di depannya tersebut. Sudah lama Fio tidak melakukannya. Gadis itu hanya sedang terlalu banyak berpikir dan hatinya hanya sedang kesal karena sesuatu yang tidak dirinya pahami. Fio melampiaskan semuanya kepada kertas di depannya itu.

Fio membuat sebuah burung dengan melipat kertas berwarna pink di depannya. Tangannya cekatan meskipun awalnya membutuhkan waktu untuk mengingat setiap step-nya namun sampai pada kertas ke lima, Fio sudah kembali hafal. Fio tenggelam dalam aktivitas melipat kertas-kertas di depannya dengan konsentrasi penuh.

Setelah mendapatkan sepuluh burung dengan berbagai warna, gadis itu berhenti kemudian senyumnya terbit. Dia segera menarik laci mejanya kembali dan mengambil sebuah toples kaca yang tidak terlalu besar kemudian memasukkan burung-burung kertas tersebut ke dalamnya. Fio meletakkan toples kaca tersebut di atas meja belajarnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status