Share

4. Dipecat

Penulis: Elly. K
last update Terakhir Diperbarui: 2024-09-20 21:56:45

"Silahkan duduk Liera."

Liera tertegun sejenak. Duduk? Dimana? Hanya ada satu kursi terdekat disini, dan itu tidak lain tidak bukan kursi yang sedang diduduki Gian sekarang. Sementara sofa berada jauh disana, dan lagi Gian tampak tidak berniat untuk pindah bersama kesana.

Gian memundurkan kursinya kebelakang lalu kakinya dibuka lebar. "Liera?" Satu alisnya terangkat.

Ah, Liera mengerti sekarang. Tempat dimana ia duduk ialah dipangkuan Gian. Dia diminta untuk itu.

Bersikap pura-pura tidak tau, Liera mengembangkan senyumnya. "Saya berdiri saja, Pak." Tolaknya.

Gian tidak menunjukan ekspresi apa-apa mendengarnya. Mereka saling menatap satu sama lain selama beberapa detik hingga kemudian Gian menarik sudut bibirnya.

Gian berdiri, memutari meja kerjanya, melangkah hingga ke samping Liera. Was-was, Liera tidak bisa menebak apa yang akan dilakukan Gian. Meski ia tau bahwa Gian akan melakukan hal yang jelas tidak membuatnya senang, Liera tidak tau kapan tepatnya hal itu terjadi. Tidak mungkin ia menampar Gian sekarang sementara Gian saja baru akan menghampirinya.

"Liera, apa kau lebih suka posisi yang seperti ini?" Gian mengungkungnya dari belakang. Merapatkan dadanya pada punggung Liera yang sedikit gemetar.

"Malam itu, harusnya kau tetap bersamaku. Beginilah jadinya jika kau ikut pada teman wanitamu."

"Saya tidak mengerti apa yang sedang anda katakan, pak Kepala. Lebih dari itu, tolong biarkan saya pergi."

"Kenapa buru-buru sekali?" Gian sudah memegang pinggang Liera, menahannya.

"Pak, tangan anda!"

"Hei hei hei, tenanglah... Desahanmu terdengar sampai diluar. Atau kau memang lebih suka memamerkan dirimu? Seperti di foto itu?"

"Itu salah paham! Saya dijebak!"

"Tidak akan ada yang percaya Liera. Meski yang kamu katakan benar, tapi pria yang berada di foto denganmu adalah tuan muda Exvander. Dia bukanlah orang sembarangan yang akan tidur dengan karyawan wanita sepertimu. Kecuali jika kau mati-matian berusaha untuk naik ke atas ranjangnya. Baru semuanya masuk akal."

Liera terdiam. Yang dikatakan Gian ada benarnya. Orang-orang juga mengatakan hal yang hampir sama padanya. Orang kantor, tetangga, dan hampir semua komentar negatif itu. Hanya karena dia seorang karyawan kecil dan orang yang ada difoto merupakan seorang Tuan muda. Dia disalahkan akan itu semua.

Padahal malam itu, jangankan menggoda, dia bahkan tidak tau kapan masuknya orang lain ke dalam kamar setelah kepergian Jina. Bahkan ketika dia sudah mendapatkan kesadarannya kembali, dia sudah tidak dikamar hotel melainkan di sebuah villa yang jauh dari jalan raya.

Tapi kenapa mereka berbicara seolah tau seluruh kehidupanku dan caraku berpikir? Ini menjijikan. Sangat menjijikan.

"Liera jika kau berhasil memuaskanku hari ini, aku berjanji akan langsung merekomendasikanmu menjadi pengganti Manajer Brais. Bagaimana?"

"... Mau,"

"Hm? Apa? Kau mau?"

"Saya bilang saya tidak mau!!" Liera berbalik dan menampar Gian. Tamparan yang sangat keras sampai membuat darah keluar di sudut bibir pria itu.

"Kau! Kau pikir kau akan lolos setelah ini hah?!"

"Saya tidak peduli, anda berniat melecehkan saya jadi anda pantas menerimanya!"

"Melecehkan?? Hanya karna aku sedikit bersikap baik padamu, kau menganggap itu sebagai pelecehan?!"

Liera tersentak. Bukannya memang begitu?

"Beni! Beni kemari!" Gian memanggil, tak lama seorang pria masuk dan melihat kekacauan ini.

"Pak Kepala Bagian, ada apa dengan bibir anda?" Beni dengan wajah khawatir menghampiri.

Sudah seperti anjing penjilat pikir Liera. Padahal pria yang namanya Beni ini bukanlah asistennya.

Gian menunjuk Liera. "Ini semua gara-gara wanita jalang itu, hanya karna aku sedikit bersikap baik padanya dia menuduhku telah melecehkannya dan mengancam untuk melaporkanku."

"Apa?!" Sepasang mata Beni dengan nyalang mengarah pada Liera. "Sialan, berani-beraninya kau pada pak Kepala Bagian. Sebelum kau melapor, aku yang akan melaporkanmu lebih dulu. Tenang saja pak Kepala Bagian, saya yang akan menjadi saksi anda!"

"Huh, wanita ini setelah dibuang oleh Tuan muda datang untuk berusaha merayuku. Untung saja aku tidak mudah jatuh dalam tipuannya." Gian berkata bijak sembari menyibakan rambutnya ke belakang. Dia kembali duduk di kursinya dan melipat tangan didepan dada. "Liera, atas kelancanganmu ini saya akan mengeluarkanmu dari perusahaan. Selain karna perilakumu tadi, kau juga telah mencoreng nama baik perusahaan karna berusaha naik ke atas ranjang Tuan muda Exvander."

Namun Liera tidak menunjukan respon apapun. Jauh dari pikiran Gian akan menjebaknya seperti ini, Liera sudah memperkirakan bahwasanya dia akan dikeluarkan dengan alasan mencoreng nama baik perusahaan. Apa lagi mengingat dia hanyalah karyawan kecil, kemungkinan ini akan terjadi sangatlah besar.

"Hmph! Lihat dirimu, kau sama sekali tidak merasa menyesal. Jika aku jadi kau, aku akan berlutut pada Pak Kepala Bagian." Beni berbicara.

Liera sedikit tertawa, "Berlutut? Ah ya, wajarsih kata-kata itu keluar dari mulutmu, itukan kebiasaanmu ya. Kau juga bahkan sanggup menjilat bokong orang lain."

"Apa katamu?!"

Liera berbalik pergi. "Pecat ya pecat, tidak perlu menunjukan kebinalanmu pada orang lain." Katanya pada Gian. "Seperti binatang saja."

"Kembali kau jalang!"

Brak! Sengaja Liera membanting pintu dengan kuat.

"Yang satu binatang, yang satu penjilat. Apa mereka anjing?" Dia mendengus kasar, ingin meludah didepan pintu namun urung dia lakukan.

Kembalinya dia di mejanya, orang-orang serentak melihat ke arahnya. Ada yang merasa senang ada juga yang menatapnya dingin.

Ah, sepertinya kabar bahwa dia dipecat sudah tersebar.

"Setelah dibuang Tuan muda, kau mencoba menggoda pak Kepala Bagian ya?" Malis menyilangkan tangan didepan dada. "Gatal sekali."

"Tutup mulutmu Malis, tanganku juga sedang gatal sekarang untuk merobek mulut seseorang."

Malis tergidik, tak percaya bila Liera bisa mengeluarkan aura mengintimidasi seperti itu. Kenapa juga Liera langsung menjawab? Bukannya dia biasanya akan diam sementara waktu lalu berbicara saat dia sudah benar-benar tersudut?

Liera melewati Malis, dengan sengaja menyenggol bahunya. Sampai ketempatnya, Liera cukup terkesan akan kehadiran Jina. Mungkin dia juga sudah mendengar kabar itu, sehingga dia yang biasanya ada di ruang Manajer Brais sekarang duduk di tempatnya berpura-pura bekerja bak karyawan teladan yang manis.

"Kak Liera, kenapa kau mengemas barang-barangmu?" Jina bertanya dengan polos.

Liera hanya menatapnya sesaat dan kembali mengemas barangnya.

Jangan berbicara dengan mereka, jangan buang waktumu pada orang seperti mereka.

Dia mengulang kalimat itu dalam hati. Pikirannya sekarang ialah ia keluar, pulang, beristirahat sejenak dan pergi melamar pekerjaan ke perusahaan lain.

Namun Jina seperti dengan sikap bebalnya kembali mengusik. "Kak Liera, aku tau kakak terlalu menyukai Pak Kepala Bagian karenanya bersikap demikian. Tenang saja kak, meski kakak pergi aku akan berusaha membantu hubungan kakak terhadap bapak Kepala Bagian agar tidak segera membaik."

Plak!

"Diam. Sepertinya aku sudah menyuruh kalian untuk menutup mulut tadi." Bekas tangan Liera tertera jelas di pipi Jina.

Jina syok. Dia merasa mendengar suara dengungan di otaknya ketika Liera menamparnya. Terlalu cepat, membuat pipinya kebas tapi juga mulai perih.

"Ya Tuhan! Bibirmu berdarah Jina!" Malis menghampiri sahabatnya. "Jalang ini, jalang ini sudah gila!"

Liera mengangkat tangannya lagi, Malis melihat itu langsung meringkuk menyembunyikan wajahnya. Namun setelah beberapa saat tak ada rasa sakit diterimanya. Dia mendongak, tetapi Liera sudah tidak ada. Begitu dia berbalik, dia hanya melihat punggung Liera yang kemudian menghilang di balik pintu. Liera pergi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   29. Buka Aib Sendiri

    Liera perlahan berhenti mengunyah, sendok ia letakan diatas meja, kemudian diambilnya segelas jus disampingnya untuk diminum. "Aku belum mengizinkan kalian bergabung." Kata Liera begitu Gian dan Beni hendak duduk. Merasa jengkel, Gian tertawa, mencoba untuk tidak memperlihatkan kekesalannya. Dengan tangan disaku celana, Gian berucap, "Liera, kami disini karena merasa kasihan denganmu. Lihat bagaimana kau makan sendiri tanpa suamimu?" Ia menggeleng sembari berdecak menyayangkan. Beni menyambung, "Coba lihat sekelilingmu, Liera." Sambil menyapu semua orang dengan telunjuknya, namun sedikitpun Liera tak menoleh melihat ke arah lain. Hanya melihat kedua orang itu dengan nanar. "Mereka semua berpasangan bahkan lebih, tapi lihat dirimu?" Beni tertawa. Gian menghela nafas panjang, menarik keluar kursi di depan Liera dan langsung duduk. "Sudahlah, jangan mempermalukan dirimu terlalu jauh. Aku tau kau orangnya sok jual mahal, tetapi kau harus tau kalau kepribadianmu itu akan menjatuhkanmu

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   28. Tips dari Wanita Panggilan

    Mereka saling bersi pandang, wanita yang sudah diduga Liera sebagai wanita panggilan itu dengan angkuh melewati Liera begitu saja tak lupa mengibaskan rambutnya hingga terkena diwajah Liera. "Si-sialan...." Liera. Tangannya berpegang kuat pada pegangan tangga. Menarik napas dalam-dalam, Liera menghembuskannya dengan pelan. Sudahlah, ayo cari makan saja. Begitu turun di lantai satu, lagi-lagi ada wanita yang baru saja keluar dari sebuah kamar. Hanya seorang wanita dengan gaun minim bahan berwarna merah, rambutnya kusut dan langkah kakinya tak normal. Wanita itu dan Liera saling melihat. Kali ini, wanita itu berjalan mendekat kearah Liera. Berhenti, ia melihat Liera dari atas hingga bawah menatapnya dengan angkuh. Lalu berdecak tertawa. "Lebih besar punyaku." Kata wanita itu. Ia mengangkat kedua gundukannya keatas, memamerkannya. Liera saking syoknya, menutup mulut dengan telapak tangannya. Baru kali ini ia melihat wanit

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   27. Wanita Panggilan

    "Aku akan menikah besok." Penuturan George membuat semua orang yang disana menghela nafas lelah. "Untuk membuat buku perceraian yang baru?" Tanya yang lain. "Ini adalah yang terakhir, yang akan menemaniku hingga aku tua. Kami sudah saling berjanji untuk itu." Kata George bangga. Mereka yang mendengar hanya mengangguk-angguk. Yah, biarkan George melakukan apa yang dia mau. Sementara itu, Liam sudah mempersiapkan segalanya untuk malam ini. Musik terdengar, langsung dengan opening yang memecah. Lampu diredupkan, botol minuman dikeluarkan dari tempat penyimpanan. Mereka tidak akan tidur malam ini. *** Liera membekap telinganya. Sejak beberapa jam yang lalu berusaha untuk tidur tetapi selalu saja tidak bisa. Degungan musik dari lantai satu masih setia mengganggunya. Pintu kamarnya diketuk. Liera langsung terduduk diatas tempat tidur, melihat pintu kamarnya disana. Ketukan kembali terdengar, tetapi tak sedikitpun Liera ingin beranjak membukakan pintu. Ia hanya melihatnya da

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   26. Jangan Digigit

    "Tidak, tunggu! Jangan semuanya!" "Ssst, tenanglah." Kata Jovan pelan dengan suaranya yang rendah. "Ada sesuatu yang harus kuperiksa." Liera menahan napas. Tubuhnya menegang. Mau itu nafas Jovan yang menyapu halus kulit lehernya ataupun sentuhan tangannya yang sensual, keduanya sama-sama menyengat. Liera memejamkan mata begitu merasakan tangan besar itu bersentuhan dengan pinggang polosnya, kedua tangannya meremas sprei dengan kuat, ia menggigit bibir bawahnya, tubuhnya sedikit maju ke depan, lalu lenguhan naif itu lolos begitu saja. Jovan tiba-tiba menghentikan aktivitasnya, nafasnya pun tercekat dan pupil matanya melebar. Irisnya bergerak, melihat Liera lewat ujung matanya. Jakunnya bergerak, menelan ludah. Ia kembali melihat apa yang baru saja ia lakukan. Terkejutlah ia dengan apa yang ia lakukan. Tangannya bahkan masih berada disana dengan tujuan dan visi misi yang jelas, yakni terus merambat ke bawah dan ke bawahnya lagi menc

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   25. Mereka mengejekmu?

    "Tapi... Kenapa mereka kemari?" Sebab umumnya malam ini adalah malam pertama bagi suami-istri. Jadi seharusnya tidak ada yang datang untuk mengganggu malam itu. Yah... Meskipun Liera dan Jovan memang tidak melakukan apapun. Tapi kan— Sesuatu tiba-tiba melintas di benak Liera. Sesuatu yang mengerikan dan tak bisa ia bayangkan kronologinya lebih jauh. Segera Liera berlari ke arah pintu kamarnya, gaun pengantinnya yang berat ia angkat susah payah untuk mempercepat langkahnya. Sampai disana, Liera buru-buru menutup pintu buka dua itu. Sayangnya, ketika baru akan tertutup, sebuah tangan masuk di sela-sela, mengganjal pintu. "Ugh!" Erang orang dibalik pintu. Itu suara Jovan. Liera mengenalinya dengan jelas tetapi saat ini ia tidak ada niat melepas tangan yang mengganjal itu dari jepitan pintu. "Kenapa?!" Suara Liera sedikit membentak. "Saya mau tidur, jangan mengganggu!" Jovan, dibalik pintu, menahan pintu agar tid

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   24. Kesucian yang Murahan

    Mobil mewah berhiaskan bunga indah itu berhenti. Liera terbangun dari lamunan panjangnya dan melihat keluar jendela. Sebuah rumah besar yang sangat megah terpampang di hadapannya. Sayangnya, Liera bisa melihat betapa sunyinya rumah itu, yang membuatnya tampak mati meskipun banyak lampu dinyalakan. Tapi tak apa. Liera terbiasa oleh kesunyian. Dia lebih nyaman hidup sendiri. Bahkan jika orang-orang mengatakan bahwa hidupnya begitu hampa, Liera hanya bisa mengatakan bahwa ia nyaman pada kehampaan itu. Yah, meskipun sekarang ia akan memiliki teman serumah... Tok tok tok "Tidak mau turun?" Tanya Jovan setelah mengetuk jendela mobil dari luar. Liera menghela nafas, mengambil tas kecilnya yang lebih mahal dari rumah pribadinya disamping. Ia membuka pintu. Jovan sudah lebih dulu berjalan masuk kedalam rumah. Mengikuti Jovan, Liera tak ingin banyak bicara. Pikirannya mengalir pada tempat tidur yang dimiliki rumah mewah ini. Mungkinkah kapasnya terbuat dari benang-benang emas yang

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   23. Toilet!

    "Hei, kapan kita sampainya? Sudah berapa lama ini?" tanya Asni, suaranya bergetar sedikit. Ia menengok ke luar jendela, matanya membulat saat menyadari mereka melewati papan penunjuk jalan yang sama untuk ketiga kalinya. Sopir menoleh kebelakang, matanya menyipit. "Sabar! Kau pikir berkendara selama ini gampang?? Aku juga sedang mencari jalan alternatif agar kalian bisa cepat sampai!" Balas sopir. "Tapi sepertinya kita sudah lewat taman ini sebelumnya, apa kau memang tau jalan ke gedung X?"Koldi terbangun dari tidurnya. Bukan karena suara Asni yang berisik, namun karena ia merasa harus mengeluarkan sesuatu saat ini juga. "Toilet! Cari toilet dulu!"Sopir menyunggingkan senyum, segera meminggirkan mobil. "Di Sekitar sini ada toilet umum, pergilah." Kata sopir. Koldi dengan cepat keluar. Ia pergi namun tak lama kembali lagi. "Dimana toiletnya!""Ada diujung sana!""Antar aku cepat!""Enak s

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   22. Jangan Lepaskan Tangan Ini

    "Aku bisa melihatnya," Adam membuka pembicaraan selagi menunggu pintu dihadapan mereka terbuka. Liera yang digenggam tangannya oleh Adam, memandang penuh tanya. Apa yang dia maksud? pikirnya dalam hati. Detak jantungnya berpacu. Mungkinkah Adam sudah tahu tentang kontrak itu? Adam tersenyum, balas menatap Liera. "Putraku, dia menyukaimu lebih dari yang dia kira."Liera dengan sigap merapatkan mulutnya. Ia tidak boleh tertawa, tidak boleh! Ayolah, Adam mengatakan hal itu karena ia tidak tahu bila ada kontrak tertulis di balik pernikahan ini. Ia tidak tahu bila Liera dan Jovan akan segera bercerai dan ia tidak tahu bahwa calon menantunya ini ikut berkontribusi sebab dibutakan oleh uang. "Ngomong-ngomong, kau pintar juga memanfaatkan posisimu."Liera kembali dibikin penasaran. Kenapa juga Adam harus berbicara setengah-setengah."Tadi sebelum kesini aku mendapat laporan bahwa banyak tamu tidak diundang memaksa masuk keda

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   21. Mobil Mogok

    "Keparat ini! Jika tidak mau naik maka tidak usah, brengsek!" Bentak sang supir, wajahnya memerah menahan amarah. Napasnya memburu, urat-urat lehernya menegang. Koldi terdiam sejenak, matanya membulat ketakutan. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan orang sekasar ini. "Ka-kau! Kau tidak tau siapa aku, hah? Aku adalah besan keluarga Exvander!" ucapnya, suaranya bergetar. Namun, melihat tatapan menantang sang supir, ia merasa ucapannya itu sia-sia. "Cuih! Orang sepertimu adalah besan dari keluarga besar? Beraninya kau membual padaku?" Mata sopir itu melotot. "Sayang, kita sudah terlambat. Bagaimana kalau kita naik taksi ini saja? Nanti kalau sampai kita turunnya sembunyi-sembunyi saja," bujuk Asni dengan gelisah. "Ih, apaan sih? Aku tidak sudi! Mau ditaruh dimana wajahku nanti?" Desi menghentak-hentakan kakinya. Berpikir, Koldi melihat ke arah jalan. Anehnya, sejak tadi memang tak ada mobil lewat. Bahkan jika ada, itu hanyalah mob

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status