แชร์

5. Dia Bukan Urusanku

ผู้เขียน: Elly. K
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2024-09-23 23:36:55

Drrt!

Nomor tidak dikenal: [Ayo bertemu di villa]

Liera termenung, membaca pesan itu sekali lagi.

Orang tidak dikenal, tanpa sopan santun, meminta bertemu di villa. Ah tidak, ini sepertinya bukan permintaan tapi perintah.

"Villa... " Liera berpikir. "Villa yang tadi pagi?" Dia bangun dari ranjangnya dan menghubungi nomor itu.

Tetapi yang dia dapatkan ialah fakta bahwa nomor itu memblokirnya. Sehingga hanya nomor sepihak itulah yang bisa mengirim pesan dan menelponnya.

"Terserah. Dia menyuruhku kesana bukan berarti aku harus menurutinya."

Liera meletakan ponselnya dinakas dan pergi mengambil laptop diatas meja. Malam ini Liera akan mengirimkan CV nya secara daring ke berbagai perusahaan yang sedang buka lowongan berharap besok atau mungkin dalam satu minggu kedepan akan ada panggilan wawancara untuknya.

***

"Bung, kau yakin dia akan datang?"

"Ya?"

"Atas dasar apa?"

"Karna dia akan datang."

Liam menepuk menghela nafas panjang dengan kepala tertunduk. Tak percaya dengan sikap sahabatnya ini.

"Kalau aku jadi kau, aku akan memastikan dia akan datang. Daripada mengirim pesan singkat [Ayo bertemu di villa] aku akan menelponnya dan memintanya datang dengan nada lembut, menjemputnya, atau mengirimkan dia tumpangan."

"Hm."

"Hm?"

"Ya."

"Apanya yang ya?! Pastikan dia datang Jovan, setidaknya jika kau tidak menelponnya jangan memblokir nomornya!"

"Tutup mulutmu Liam, ini semua karnamu."

"Aku? Memangnya kenapa denganku? Aku memberimu saran yang masuk akal!"

"Kalau saja kau tidak mengatakan omong kosong tentang bunga mawar, gaun malam atau lain semacamnya malam itu aku akan berbalik pergi dan tidak masuk kesana. Kau membuat aku penasaran dengan apa yang dilakukan wanita itu di dalam dan lihat apa yang terjadi. Aku diancam akan dikeluarkan dari kartu keluarga."

"Kau yang salah kamar! Kau! Yang! Salah masuk kamar!" Liam mengejanya dengan wajah frustasi. "Jelas-jelas dipesanku aku bilang kamar 046, kenapa kau malah berhenti didepan pintu kamar 045?!"

"Itu gara-gara font nya, bukan aku. Siapapun yang melihat juga akan salah lihat."

"Wah, kau benar-benar tidak mau disalahkan ya. Lalu bagaimana kau menjelaskan tentang foto itu? Seorang Jovan Exvander memegang miliknya diatas tubuh wanita yang tidak sadarkan diri."

"Salahkan wanita itu, dia... Suaranya..." Jovan tidak jadi melanjutkan dan malah membuang muka.

"Apa? Kenapa? Jangan buat aku penasaran sialan!"

"Hah~ sudahlah, aku mau tidur. Tutup mulutmu dan pergilah dari villaku."

"Haaa?" Liam adalah seseorang yang tidak bisa ditinggalkan dengan rasa penasaran. Dia akan membuat Jovan mengatakan yang sebenarnya padanya, namun langkahnya terhenti melihat Jovan yang menaiki tangga. Entah kenapa, matanya langsung tertuju di bagian 'itu'.

"Benar-benar gila, jangan bilang dia langsung berdiri hanya karna memikirkan wanita itu?" Liam tercengang.

"Wanita itu, aku harus bertemu dengannya."

***

Tidak bisa dipungkiri bahwa reputasi buruk Liera saat ini memang menjadi suatu masalah dalam mendapatkan pekerjaan baru. Dia sudah menduganya sejak ia keluar dari salah satu cabang perusahaan Exvander Group. Hanya saja, dia tidak menyangka akan ditolak seperti ini.

Setelah kemarin malam mengirimkan lebih dari 50 CV keberbagai perusahaan, restoran, hotel, bahkan sampai keusaha menengah kebawah yang sedang membutuhkan karyawan, Liera langsung mendapatkan semua jawaban dari lamarannya siang ini.

Bukan hanya dia ditolak, dia dikirimkan tangkapan layar mengenai berita tentangnya seolah berkata "Lihat dirimu terlebih dahulu."

Ada yang menolak sambil mengirim pesan makian. Dan ada pula yang menerimanya tapi dengan jobdesk lain yang dia inginkan. Yakni menjual dirinya sendiri.

"Huft!" Liera mendengus gusar. Matanya memerah dan itu terasa sangat pedih. Dia tidak menangis, dia kuat, itu hanyalah kata-kata dari beberapa orang tidak berguna yang hidupnya jauh lebih buruk dari pada sampah.

Namun...

Kenapa harus sekasar itu?

Bukankah cukup dengan tidak membalas emailnya. Bukankah cukup menolaknya dengan mengabaikan CV nya?

Kenapa... Harus seperti itu?

Liera membekap mulutnya. Rasanya dia akan mengeluarkan suara tangisan histeris seperti anak-anak. Dan dia tidak suka bila itu terjadi. Tapi semakin dia mengatakan bahwa dia kuat dalam hatinya, diwaktu bersamaan hatinya juga akan terasa sakit.

Sakit karna memang dia menyadari dia tidak sekuat itu. Sakit karna dia tau kata "Kuat" itu hanyalah sebuah kebohongan yang dibuat-buat karna dia sadar bahwa dia tidak memiliki siapapun untuk bersandar selain dirinya sendiri.

Ah... Darah.

Liera bertanya-tanya mengapa hidungnya juga ikut perih. Ternyata darah mengalir dari sana.

"Sudah cukup! Aku tidak punya waktu untuk ini, aku bisa mati." Liera berdiri dan mengambil kotak P3K miliknya. Menyumpal kedua hidungnya dengan kapas dan berencana untuk tidur sebentar.

Tapi baru dia naik keatas ranjangnya, ponselnya berbunyi. Berbunyi sebanyak 3 kali berturut-turut. Membuat Liera penasaran.

Mungkinkah makian lainnya?

Liera urung mengambil ponselnya dan memilih tidur.

Sementara itu disisi lain dengan suasana yang berbanding terbalik, Jovan membuang ponselnya ke kolam renang.

"Sudahlah kawan, terima saja kesalahanmu. Bukannya sudah kukatakan ya jangan hanya mengirim pesan singkat dan jangan memblokir nomornya,"

"Aku sudah membukanya malam tadi!"

"Maksudmu segera setelah kau masuk ke kamarmu?"

"Itu—" Jovan menggantung ucapannya. Dia tidak akan mengatakan yang sebenarnya pada Liam bahwa dia baru membuka blokiran Liera pada pukul 2 malam.

"Apa?"

"Berisik! Dia bahkan tidak membaca pesanku, apa kau pikir dia masih manusia?!"

Liam diam-diam mendecih. Jika seseorang yang tidak membalas pesan bukanlah manusia, lalu apa kabar dengan Jovan yang mengabaikan hampir seluruh pesannya?

"Mungkin dia sibuk. Lagipula kau baru mengirimkan pesan padanya 10 menit yang lalu, dia tidak punya kewajiban untuk langsung membalas pesan yang masuk."

"Huh!"

"Lagipula kenapa juga kau tidak menelponnya duluan, semahal apa suaramu ha??"

Tidak ada jawaban dari Jovan. Dia malah pergi mengambil sekaleng bir untuk dirinya sendiri.

Lelah menasehati Jovan, Liam juga memilih untuk diam saja. Lelaki itu membuka ponselnya, melihat berita terbaru. Sayangnya, yang masih tenar hingga kini ialah berita tentang sahabatnya itu.

"Hah... bisa-bisa dia dijadikan sebagai pengalihan isu. "

Tangan Liam berhenti bergulir sesaat ketika teringat sesuatu. Disaat yang bersamaan Jovan kembali, meletakan beberapa bir lainnya diatas meja.

"Hei Jovan, bukankah kau sedang kesulitan sekarang gara-gara berita ini?"

"Apa kau tidak punya mata?" Jovan mendengus.

"Lalu bagaimana dengan wanita itu sekarang?"

Jovan terdiam.

"Katanya dia bekerja sebagai karyawan kalian diperusahaan cabang dan dia sudah dipecat."

Jovan masih terdiam. Dia juga hanya memegang kaleng bir nya.

"Jovan?"

"Bukan urusan ku."

"Dan kau berharap dia akan membantumu dengan kau yang seperti ini?"

Jovan menatap tajam.

"Jovan, ini saranku sebagai sahabatmu. Temui wanita itu. Kondisinya jauh lebih buruk darimu yang sedang meminum bir di cuaca panas seperti ini."

Brak! Jovan menghentakan bir nya diatas meja dengan kuat. "Berhenti mengoceh Liam. Wanita itu bukan urusanku!"

อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป

บทล่าสุด

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   29. Buka Aib Sendiri

    Liera perlahan berhenti mengunyah, sendok ia letakan diatas meja, kemudian diambilnya segelas jus disampingnya untuk diminum. "Aku belum mengizinkan kalian bergabung." Kata Liera begitu Gian dan Beni hendak duduk. Merasa jengkel, Gian tertawa, mencoba untuk tidak memperlihatkan kekesalannya. Dengan tangan disaku celana, Gian berucap, "Liera, kami disini karena merasa kasihan denganmu. Lihat bagaimana kau makan sendiri tanpa suamimu?" Ia menggeleng sembari berdecak menyayangkan. Beni menyambung, "Coba lihat sekelilingmu, Liera." Sambil menyapu semua orang dengan telunjuknya, namun sedikitpun Liera tak menoleh melihat ke arah lain. Hanya melihat kedua orang itu dengan nanar. "Mereka semua berpasangan bahkan lebih, tapi lihat dirimu?" Beni tertawa. Gian menghela nafas panjang, menarik keluar kursi di depan Liera dan langsung duduk. "Sudahlah, jangan mempermalukan dirimu terlalu jauh. Aku tau kau orangnya sok jual mahal, tetapi kau harus tau kalau kepribadianmu itu akan menjatuhkanmu

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   28. Tips dari Wanita Panggilan

    Mereka saling bersi pandang, wanita yang sudah diduga Liera sebagai wanita panggilan itu dengan angkuh melewati Liera begitu saja tak lupa mengibaskan rambutnya hingga terkena diwajah Liera. "Si-sialan...." Liera. Tangannya berpegang kuat pada pegangan tangga. Menarik napas dalam-dalam, Liera menghembuskannya dengan pelan. Sudahlah, ayo cari makan saja. Begitu turun di lantai satu, lagi-lagi ada wanita yang baru saja keluar dari sebuah kamar. Hanya seorang wanita dengan gaun minim bahan berwarna merah, rambutnya kusut dan langkah kakinya tak normal. Wanita itu dan Liera saling melihat. Kali ini, wanita itu berjalan mendekat kearah Liera. Berhenti, ia melihat Liera dari atas hingga bawah menatapnya dengan angkuh. Lalu berdecak tertawa. "Lebih besar punyaku." Kata wanita itu. Ia mengangkat kedua gundukannya keatas, memamerkannya. Liera saking syoknya, menutup mulut dengan telapak tangannya. Baru kali ini ia melihat wanit

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   27. Wanita Panggilan

    "Aku akan menikah besok." Penuturan George membuat semua orang yang disana menghela nafas lelah. "Untuk membuat buku perceraian yang baru?" Tanya yang lain. "Ini adalah yang terakhir, yang akan menemaniku hingga aku tua. Kami sudah saling berjanji untuk itu." Kata George bangga. Mereka yang mendengar hanya mengangguk-angguk. Yah, biarkan George melakukan apa yang dia mau. Sementara itu, Liam sudah mempersiapkan segalanya untuk malam ini. Musik terdengar, langsung dengan opening yang memecah. Lampu diredupkan, botol minuman dikeluarkan dari tempat penyimpanan. Mereka tidak akan tidur malam ini. *** Liera membekap telinganya. Sejak beberapa jam yang lalu berusaha untuk tidur tetapi selalu saja tidak bisa. Degungan musik dari lantai satu masih setia mengganggunya. Pintu kamarnya diketuk. Liera langsung terduduk diatas tempat tidur, melihat pintu kamarnya disana. Ketukan kembali terdengar, tetapi tak sedikitpun Liera ingin beranjak membukakan pintu. Ia hanya melihatnya da

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   26. Jangan Digigit

    "Tidak, tunggu! Jangan semuanya!" "Ssst, tenanglah." Kata Jovan pelan dengan suaranya yang rendah. "Ada sesuatu yang harus kuperiksa." Liera menahan napas. Tubuhnya menegang. Mau itu nafas Jovan yang menyapu halus kulit lehernya ataupun sentuhan tangannya yang sensual, keduanya sama-sama menyengat. Liera memejamkan mata begitu merasakan tangan besar itu bersentuhan dengan pinggang polosnya, kedua tangannya meremas sprei dengan kuat, ia menggigit bibir bawahnya, tubuhnya sedikit maju ke depan, lalu lenguhan naif itu lolos begitu saja. Jovan tiba-tiba menghentikan aktivitasnya, nafasnya pun tercekat dan pupil matanya melebar. Irisnya bergerak, melihat Liera lewat ujung matanya. Jakunnya bergerak, menelan ludah. Ia kembali melihat apa yang baru saja ia lakukan. Terkejutlah ia dengan apa yang ia lakukan. Tangannya bahkan masih berada disana dengan tujuan dan visi misi yang jelas, yakni terus merambat ke bawah dan ke bawahnya lagi menc

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   25. Mereka mengejekmu?

    "Tapi... Kenapa mereka kemari?" Sebab umumnya malam ini adalah malam pertama bagi suami-istri. Jadi seharusnya tidak ada yang datang untuk mengganggu malam itu. Yah... Meskipun Liera dan Jovan memang tidak melakukan apapun. Tapi kan— Sesuatu tiba-tiba melintas di benak Liera. Sesuatu yang mengerikan dan tak bisa ia bayangkan kronologinya lebih jauh. Segera Liera berlari ke arah pintu kamarnya, gaun pengantinnya yang berat ia angkat susah payah untuk mempercepat langkahnya. Sampai disana, Liera buru-buru menutup pintu buka dua itu. Sayangnya, ketika baru akan tertutup, sebuah tangan masuk di sela-sela, mengganjal pintu. "Ugh!" Erang orang dibalik pintu. Itu suara Jovan. Liera mengenalinya dengan jelas tetapi saat ini ia tidak ada niat melepas tangan yang mengganjal itu dari jepitan pintu. "Kenapa?!" Suara Liera sedikit membentak. "Saya mau tidur, jangan mengganggu!" Jovan, dibalik pintu, menahan pintu agar tid

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   24. Kesucian yang Murahan

    Mobil mewah berhiaskan bunga indah itu berhenti. Liera terbangun dari lamunan panjangnya dan melihat keluar jendela. Sebuah rumah besar yang sangat megah terpampang di hadapannya. Sayangnya, Liera bisa melihat betapa sunyinya rumah itu, yang membuatnya tampak mati meskipun banyak lampu dinyalakan. Tapi tak apa. Liera terbiasa oleh kesunyian. Dia lebih nyaman hidup sendiri. Bahkan jika orang-orang mengatakan bahwa hidupnya begitu hampa, Liera hanya bisa mengatakan bahwa ia nyaman pada kehampaan itu. Yah, meskipun sekarang ia akan memiliki teman serumah... Tok tok tok "Tidak mau turun?" Tanya Jovan setelah mengetuk jendela mobil dari luar. Liera menghela nafas, mengambil tas kecilnya yang lebih mahal dari rumah pribadinya disamping. Ia membuka pintu. Jovan sudah lebih dulu berjalan masuk kedalam rumah. Mengikuti Jovan, Liera tak ingin banyak bicara. Pikirannya mengalir pada tempat tidur yang dimiliki rumah mewah ini. Mungkinkah kapasnya terbuat dari benang-benang emas yang

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   23. Toilet!

    "Hei, kapan kita sampainya? Sudah berapa lama ini?" tanya Asni, suaranya bergetar sedikit. Ia menengok ke luar jendela, matanya membulat saat menyadari mereka melewati papan penunjuk jalan yang sama untuk ketiga kalinya. Sopir menoleh kebelakang, matanya menyipit. "Sabar! Kau pikir berkendara selama ini gampang?? Aku juga sedang mencari jalan alternatif agar kalian bisa cepat sampai!" Balas sopir. "Tapi sepertinya kita sudah lewat taman ini sebelumnya, apa kau memang tau jalan ke gedung X?"Koldi terbangun dari tidurnya. Bukan karena suara Asni yang berisik, namun karena ia merasa harus mengeluarkan sesuatu saat ini juga. "Toilet! Cari toilet dulu!"Sopir menyunggingkan senyum, segera meminggirkan mobil. "Di Sekitar sini ada toilet umum, pergilah." Kata sopir. Koldi dengan cepat keluar. Ia pergi namun tak lama kembali lagi. "Dimana toiletnya!""Ada diujung sana!""Antar aku cepat!""Enak s

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   22. Jangan Lepaskan Tangan Ini

    "Aku bisa melihatnya," Adam membuka pembicaraan selagi menunggu pintu dihadapan mereka terbuka. Liera yang digenggam tangannya oleh Adam, memandang penuh tanya. Apa yang dia maksud? pikirnya dalam hati. Detak jantungnya berpacu. Mungkinkah Adam sudah tahu tentang kontrak itu? Adam tersenyum, balas menatap Liera. "Putraku, dia menyukaimu lebih dari yang dia kira."Liera dengan sigap merapatkan mulutnya. Ia tidak boleh tertawa, tidak boleh! Ayolah, Adam mengatakan hal itu karena ia tidak tahu bila ada kontrak tertulis di balik pernikahan ini. Ia tidak tahu bila Liera dan Jovan akan segera bercerai dan ia tidak tahu bahwa calon menantunya ini ikut berkontribusi sebab dibutakan oleh uang. "Ngomong-ngomong, kau pintar juga memanfaatkan posisimu."Liera kembali dibikin penasaran. Kenapa juga Adam harus berbicara setengah-setengah."Tadi sebelum kesini aku mendapat laporan bahwa banyak tamu tidak diundang memaksa masuk keda

  • Tuan Jovan, Nyonya Ingin Akhiri Kontrak Pernikahan!   21. Mobil Mogok

    "Keparat ini! Jika tidak mau naik maka tidak usah, brengsek!" Bentak sang supir, wajahnya memerah menahan amarah. Napasnya memburu, urat-urat lehernya menegang. Koldi terdiam sejenak, matanya membulat ketakutan. Ia tak menyangka akan berhadapan dengan orang sekasar ini. "Ka-kau! Kau tidak tau siapa aku, hah? Aku adalah besan keluarga Exvander!" ucapnya, suaranya bergetar. Namun, melihat tatapan menantang sang supir, ia merasa ucapannya itu sia-sia. "Cuih! Orang sepertimu adalah besan dari keluarga besar? Beraninya kau membual padaku?" Mata sopir itu melotot. "Sayang, kita sudah terlambat. Bagaimana kalau kita naik taksi ini saja? Nanti kalau sampai kita turunnya sembunyi-sembunyi saja," bujuk Asni dengan gelisah. "Ih, apaan sih? Aku tidak sudi! Mau ditaruh dimana wajahku nanti?" Desi menghentak-hentakan kakinya. Berpikir, Koldi melihat ke arah jalan. Anehnya, sejak tadi memang tak ada mobil lewat. Bahkan jika ada, itu hanyalah mob

สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status