Setelah pengkhianatan orang terkasih, Liera mati rasa. Bahkan ketika dijebak dalam situasi yang membuatnya mabuk dan harus menghabiskan malam dengan Jovan, konglomerat yang terkenal sebagai casanova, Liera tidak berharap ada hal baik yang menunggunya. Tapi, mengapa situasi menjadi sangat tidak terduga?
Lihat lebih banyak"Itu benar, Pak! Jina sangat berkontribusi besar dalam keberhasilan proyek ini."
Mendengar pernyataan palsu itu, Liera menahan senyum.Ia meminum alkohol secara perlahan sambil memikirkan apa saja yang harus dia beli untuk pembelanjaan bulan ini.
Faktanya, Liera lah yang berperan besar dalam keberhasilan proyek itu. Dia yang mengambil hati klien sombong dengan berusaha merendah. Liera juga yang menyusun strategi pemasaran beserta laporannya.Tetapi, Jina--rekan kerjanya--mendapat pujian.
Padahal, dia selalu menghilang. Baik itu saat jam kerja ataupun istirahat.
Tidak ada yang mempermasalahkannya, karena hampir semua orang tau Jina ada di ruang Manajer Brais yang saat ini sibuk memuji Jina di depan Gian--Kepala Bagian Departemen Pemasaran.
Sayangnya, mata Liera tak sengaja bertemu dengan Gian.
Kepala Bagian Departemen Pemasaran itu tersenyum penuh nafsu yang membuat Liera bergidik ngeri.
Dia tidak suka dengan senyuman itu!
Tak hanya Liera, Jina juga melihatnya dengan rasa iri.'Apa bagusnya wanita suram seperti Liera? Dia pendiam dan mau dibodoh-bodohi!' batin Jina kesal.
Baginya, Liera tidak bisa memanfaatkan kecantikannya dengan baik dan tidak bisa berdandan! Dia terlalu kaku untuk disebut sebagai seorang wanita! Hanya saja, kata-kata dia simpan untuk saat ini. Jina tidak bisa dan tidak boleh merusak citranya di depan Gian.Namun bukan berarti dia akan diam saja melihat Gian lebih memerhatikan Liera dibanding dirinya. Dia akan membalas Liera.
"Kak Liera, biarkan aku menuangkan birnya untukmu." Jina bahkan sampai berpindah duduk ke samping Liera. "Tidak perlu." Liera membalas dengan tegas sembari menjauhkan gelas slokinya dari Jina.Dia sudah tau maksud Jina, semuanya terlihat jelas dimata wanita itu.
"Aduk kak, Kakak kok dingin banget sama Jina." Jina memperagakan gerakan tubuh lemas nan menyedihkan seperti yang biasa dia buat, mengambil atensi Manajer Brais yang lemah akan Jina.
"Liera, Jina hanya ingin menuangkan minuman untukmu, kenapa kau begitu kasar padanya?! Jangan tidak tahu malu, kalau tidak ada Jina, kau tidak punya satu orang teman pun. Dia sudah berusaha memperhatikanmu selama ini dan membantumu dalam bekerja, sekarang Jina bahkan dengan berbaik hati menuangkan bir untukmu tapi kau masih bisa bersikap angkuh???" Sementara Brais banyak mengomel dan Jina masih berakting, Liera memikirkan apakah persedian tisu di rumahnya cukup sampai akhir bulan atau tidak.Haruskah dia membeli lebih banyak untuk bulan depan atau mengurangi pemakaian tisu mulai sekarang?
"Sudah, sudah, mungkin Liera tidak suka. Jina, akan lebih baik jika kau tidak memaksakan kehendakmu pada orang lain," tegur Gian tiba-tiba.Mendapat teguran itu, wajah Jina emerah antara karna terlalu marah atau malu.
Air matanya yang ia keluarkan dengan sengaja kini sia-sia!Dia hanya bisa menunduk dan diam-diam menyeka buliran itu di matanya.
'Sialan! Sialan! Sialan! Dasar jalang tidak tau diri! Aku akan membalasmu, aku pasti akan membalasmu!' Di sisi lain, Brais sangat iba saat melihat bahu Jina yang bergetar.Ia berpikir bahwa wanita itu semakin sedih, padahal aslinya sedang menahan gemuruh amarah dalam hatinya. "Jina..."
Jina menepis tangan Brais, "Tidak apa-apa Manajer Brais. Jina baik-baik saja." Dia tersenyum kelu. Seolah mencoba tegar terhadap pahitnya dunia. Melihat betapa berusahanya Jina untuk terlihat baik-baik saja, Brais tidak bisa menyembunyikan ekspresi permusuhannya pada Liera. Dalam hati bersumpah akan mencari cara mengeluarkannya secara tidak terhormat dari perusahaan! "Kalau begitu Liera, bisakah saya diberi kesempatan untuk menuangkan bir untukmu?" Gian sudah mengangkat satu botol bir yang belum tersentuh. Kali ini Liera tidak bisa menghindar. Gian bukanlah Jina yang bisa dia tolak secara tegas. Menolak minuman yang diberikan atasan setingkat Gian, maka sudah dipastikan karirmu akan berantakan! Karena itu, Liera tersenyum sambil menyodorkan gelas slokinya.Mengucap terima kasih dan meminumnya sekaligus. Sayangnya tidak berhenti disitu, gelasnya diisi lagi oleh Gian dan dia harus meminumnya. Bahkan ketika Liera hanya meminum sedikit dari gelasnya, Gian akan menuangkan lagi untuknya, dan begitulah bagaimana dia harus meminumnya untuk menghormati pemberian Gian. Hingga dia tidak ingat lagi kapan dia kehilangan kesadarannya ditempat itu.
"Ya ampun, kak Liera kamu minum terlalu banyak." Jina dengan cepat mengambilnya sebelum Gian merebutnya. Jika Gian yang mengambil Liera, maka sudah dipastikan tempat dimana mereka berakhir. Bagi Jina, Liera sungguh sangat tidak pantas untuk orang selevel Gian. Liera harus tetap berada dibawahnya. "Jina, ini salah saya, saya yang akan membawanya pulang." Gian sudah berusaha membuat Liera mabuk. Mana bisa dia membiarkan mangsanya dibawa kabur begitu saja? "Tidak apa-apa pak, saya tau betul dimana rumah kak Liera."Faktanya, Jina tidak tau sama sekali. Bahkan bila dia disuruh menebak dimana rumah Liera, yang terpikirkan olehnya hanyalah dibawah kolong jembatan. Ya, itu tempat yang cocok untuk Liera.
"Tidak, tidak, kau bisa memberitahuku saja dimana alamatnya." Gian sudah merasa jengkel.Dia melihat tajam pada Brais, mengkode pria itu
Ini urusan para pria, tapi Jina lebih cepat dan membawa langsung Liera pergi.
***
"Huh! Jalang merepotkan, lihat kekacauan apa yang kau perbuat padaku? Akan kupastikan kau membayar kesalahanmu!" Jina tidak tau bahwa saat dia membanting Liera kedalam mobilnya, kesadaran Liera pulih. Dia mendengar umpatan Jina, merasa tidak nyaman pada posisinya di dalam mobil, tapi jangankan mencari posisi yang nyaman atau merobek mulut Jina, Liera sangat kesusahan mengangkat telunjuk jarinya. "Halo? Ya kau disana kan. Belum?! Dimana kau pergi hah, bisa-bisanya kau tersesat. Kalau kau tidak bisa aku akan mencari orang lain saja. Oke, aku akan memberimu waktu sedikit lagi, cepat datang kehotel DreemStar. Kau punya ponselkan? Kau bisa mencarinya dimaps." Jina mendengus kasar setelahnya. Dia menoleh ke kursi belakang dan melihat Liera yang menurutnya tak sadarkan diri. "Hmph! Setelah ini riwayatmu akan tamat. Jangankan Pak Kepala Bagian, aku akan membuat seorang satpam pun merasa jijik padamu." Tiba di hotel DreamStar, Jina langsung memesan kamar dan membawa Liera kesana. Dia melakukan semuanya dengan cepat dan tergesa-gesa untuk menghilangkan kecurigaan orang disekitar padanya. "Ya, kau bisa langsung naik ke lantai 5. Dia ada dikamar 045." Jina memasukan ponselnya kembali kedalam tas dan melihat sekali lagi kedalam kamar, memastikan Liera masih diatas ranjang. Setelahnya dia meninggalkan kamar tanpa menutup pintu dengan benar. Sampai beberapa saat kemudian bayangan seorang pria tampak berdiri di depan pintu."Kenapa pintunya dibiarkan terbuka, brengsek!" Jovan mengumpat pada temannya di telepon.
"Mungkin dia ingin menggodamu? Kau tau kan sekarang ini ada banyak trik untuk menggoda pria. Kupastikan jika kau membuka pintu akan ada kelopak bunga mawar merah di lantai. Jika kau mengikuti bunga mawar itu, kau akan dibawa ke ranjang dan di atas sana wanita itu pasti sudah menunggumu dengan pakaian seksinya. Jika bukan gaun malam hitam, aku yakin dia akan menggunakan gaun malam merah. Aku bertaruh untuk itu, bung."
"Sialan, apa kau pikir ini malam pertama sepasang suami istri?!"
"Hahaha, ada berbagai macam manusia didunia ini Jovan. Terbiasalah dan jangan lupa kirimkan aku foto gaun malamnya. Akan kubuktikan bahwa hipotesisku benar."
Begitu sambungan telepon terputus, Jovan tak langsung masuk. Dia malah berdecih dan tampak berpikir sebentar di depan pintu.
Sialan, dia lebih suka langsung melakukannya ketimbang banyak melakukan ritual terlebih dahulu. Benar-benar membuang waktu!
Tangannya mendorong pintu. Gelap. Dia mencari saklar lampu, membuat lampu menyala.
"Hmm, bunga mawar apanya? Fantasi si brengsek itu terlalu tinggi." Padahal Jovan langsung melihat ke lantai ketika ia menyalakan lampu, namun yang ada hanyalah lantai keramik yang bersih mengkilap. Dia bahkan ragu bila ada debu disana.
Berjalan dan terus berjalan, yang dia dapatkan jauh dari apa yang dia minta. Alisnya bahkan mengernyit melihat wanita diatas tempat tidur.
Bukan hitam, bukan merah, bukan juga sebuah gaun malam. Tapi pakaian formal dengan atasan tosca dan rok putih dibawah lutut!
"Apa yang dilakukan wanita ini disini?!"
Apapun itu, Jovan langsung tau bila wanita ini bukanlah wanita yang dia pesan. Atau mungkin, wanita ini tidak ditujukan untuknya melainkan pada orang lain. Tapi kenapa dikamar yang sudah diatur untuknya. Ini kamar O46 kan?
Jovan mendengus, duduk ditepi ranjang, tidak tau apa yang harus dilakukan pada wanita perusak kesenangannya ini.
"Ungh..."
Dia bahkan mengeluarkan suara nakal seperti itu. Bergerak-gerak diatas tempat tidur seperti cacing kepanasan. Apa dia meminum sejenis perangsang?
"Aaah, panas..." Suara rintihan kecilnya dan bagaimana dia menenggelamkan wajah kecilnya di selimut, mencari sesuatu yang dingin.
Tunggu, kenapa yang satu ini terlalu lucu untuk ditiduri? Jovan sudah banyak tidur dengan wanita lain, sudah banyak melihat bagaimana banyak wanita bereaksi liar pada obat perangsang.
Tapi dia baru melihat yang satu ini!
Bahunya bahkan gemetar seperti orang kedinginan. "Panas..."
Kenapa itu terdengar sangat imut? Apa ada yang salah dengan Jovan?!
Liera perlahan berhenti mengunyah, sendok ia letakan diatas meja, kemudian diambilnya segelas jus disampingnya untuk diminum. "Aku belum mengizinkan kalian bergabung." Kata Liera begitu Gian dan Beni hendak duduk. Merasa jengkel, Gian tertawa, mencoba untuk tidak memperlihatkan kekesalannya. Dengan tangan disaku celana, Gian berucap, "Liera, kami disini karena merasa kasihan denganmu. Lihat bagaimana kau makan sendiri tanpa suamimu?" Ia menggeleng sembari berdecak menyayangkan. Beni menyambung, "Coba lihat sekelilingmu, Liera." Sambil menyapu semua orang dengan telunjuknya, namun sedikitpun Liera tak menoleh melihat ke arah lain. Hanya melihat kedua orang itu dengan nanar. "Mereka semua berpasangan bahkan lebih, tapi lihat dirimu?" Beni tertawa. Gian menghela nafas panjang, menarik keluar kursi di depan Liera dan langsung duduk. "Sudahlah, jangan mempermalukan dirimu terlalu jauh. Aku tau kau orangnya sok jual mahal, tetapi kau harus tau kalau kepribadianmu itu akan menjatuhkanmu
Mereka saling bersi pandang, wanita yang sudah diduga Liera sebagai wanita panggilan itu dengan angkuh melewati Liera begitu saja tak lupa mengibaskan rambutnya hingga terkena diwajah Liera. "Si-sialan...." Liera. Tangannya berpegang kuat pada pegangan tangga. Menarik napas dalam-dalam, Liera menghembuskannya dengan pelan. Sudahlah, ayo cari makan saja. Begitu turun di lantai satu, lagi-lagi ada wanita yang baru saja keluar dari sebuah kamar. Hanya seorang wanita dengan gaun minim bahan berwarna merah, rambutnya kusut dan langkah kakinya tak normal. Wanita itu dan Liera saling melihat. Kali ini, wanita itu berjalan mendekat kearah Liera. Berhenti, ia melihat Liera dari atas hingga bawah menatapnya dengan angkuh. Lalu berdecak tertawa. "Lebih besar punyaku." Kata wanita itu. Ia mengangkat kedua gundukannya keatas, memamerkannya. Liera saking syoknya, menutup mulut dengan telapak tangannya. Baru kali ini ia melihat wanit
"Aku akan menikah besok." Penuturan George membuat semua orang yang disana menghela nafas lelah. "Untuk membuat buku perceraian yang baru?" Tanya yang lain. "Ini adalah yang terakhir, yang akan menemaniku hingga aku tua. Kami sudah saling berjanji untuk itu." Kata George bangga. Mereka yang mendengar hanya mengangguk-angguk. Yah, biarkan George melakukan apa yang dia mau. Sementara itu, Liam sudah mempersiapkan segalanya untuk malam ini. Musik terdengar, langsung dengan opening yang memecah. Lampu diredupkan, botol minuman dikeluarkan dari tempat penyimpanan. Mereka tidak akan tidur malam ini. *** Liera membekap telinganya. Sejak beberapa jam yang lalu berusaha untuk tidur tetapi selalu saja tidak bisa. Degungan musik dari lantai satu masih setia mengganggunya. Pintu kamarnya diketuk. Liera langsung terduduk diatas tempat tidur, melihat pintu kamarnya disana. Ketukan kembali terdengar, tetapi tak sedikitpun Liera ingin beranjak membukakan pintu. Ia hanya melihatnya da
"Tidak, tunggu! Jangan semuanya!" "Ssst, tenanglah." Kata Jovan pelan dengan suaranya yang rendah. "Ada sesuatu yang harus kuperiksa." Liera menahan napas. Tubuhnya menegang. Mau itu nafas Jovan yang menyapu halus kulit lehernya ataupun sentuhan tangannya yang sensual, keduanya sama-sama menyengat. Liera memejamkan mata begitu merasakan tangan besar itu bersentuhan dengan pinggang polosnya, kedua tangannya meremas sprei dengan kuat, ia menggigit bibir bawahnya, tubuhnya sedikit maju ke depan, lalu lenguhan naif itu lolos begitu saja. Jovan tiba-tiba menghentikan aktivitasnya, nafasnya pun tercekat dan pupil matanya melebar. Irisnya bergerak, melihat Liera lewat ujung matanya. Jakunnya bergerak, menelan ludah. Ia kembali melihat apa yang baru saja ia lakukan. Terkejutlah ia dengan apa yang ia lakukan. Tangannya bahkan masih berada disana dengan tujuan dan visi misi yang jelas, yakni terus merambat ke bawah dan ke bawahnya lagi menc
"Tapi... Kenapa mereka kemari?" Sebab umumnya malam ini adalah malam pertama bagi suami-istri. Jadi seharusnya tidak ada yang datang untuk mengganggu malam itu. Yah... Meskipun Liera dan Jovan memang tidak melakukan apapun. Tapi kan— Sesuatu tiba-tiba melintas di benak Liera. Sesuatu yang mengerikan dan tak bisa ia bayangkan kronologinya lebih jauh. Segera Liera berlari ke arah pintu kamarnya, gaun pengantinnya yang berat ia angkat susah payah untuk mempercepat langkahnya. Sampai disana, Liera buru-buru menutup pintu buka dua itu. Sayangnya, ketika baru akan tertutup, sebuah tangan masuk di sela-sela, mengganjal pintu. "Ugh!" Erang orang dibalik pintu. Itu suara Jovan. Liera mengenalinya dengan jelas tetapi saat ini ia tidak ada niat melepas tangan yang mengganjal itu dari jepitan pintu. "Kenapa?!" Suara Liera sedikit membentak. "Saya mau tidur, jangan mengganggu!" Jovan, dibalik pintu, menahan pintu agar tid
Mobil mewah berhiaskan bunga indah itu berhenti. Liera terbangun dari lamunan panjangnya dan melihat keluar jendela. Sebuah rumah besar yang sangat megah terpampang di hadapannya. Sayangnya, Liera bisa melihat betapa sunyinya rumah itu, yang membuatnya tampak mati meskipun banyak lampu dinyalakan. Tapi tak apa. Liera terbiasa oleh kesunyian. Dia lebih nyaman hidup sendiri. Bahkan jika orang-orang mengatakan bahwa hidupnya begitu hampa, Liera hanya bisa mengatakan bahwa ia nyaman pada kehampaan itu. Yah, meskipun sekarang ia akan memiliki teman serumah... Tok tok tok "Tidak mau turun?" Tanya Jovan setelah mengetuk jendela mobil dari luar. Liera menghela nafas, mengambil tas kecilnya yang lebih mahal dari rumah pribadinya disamping. Ia membuka pintu. Jovan sudah lebih dulu berjalan masuk kedalam rumah. Mengikuti Jovan, Liera tak ingin banyak bicara. Pikirannya mengalir pada tempat tidur yang dimiliki rumah mewah ini. Mungkinkah kapasnya terbuat dari benang-benang emas yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen