Charlotte mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Tidak. Dia tidak marah pada Lucas. Justru, dia sangat berterima kasih karena pria itu telah menyelamatkannya. Hanya saja, dia menginginkan kesendirian melebihi apa pun saat ini.Menginjak tengah malam, Charlotte terbangun dari tidur panjangnya. Beberapa saat lalu, dia sempat mendengar gumaman dari luar kamarnya bahwa Lucas telah menginformasikan insiden tadi pada Hendra. Kemudian, Charlotte tidak mendengar apa-apa lagi lantaran terlalu lelah.Akan tetapi, wanita itu merasakan cacing pada perutnya meronta-ronta meminta asupan. Dengan malas, Charlotte mengenakan kimono tidur untuk menutupi gaun malam tanpa lengannya sembari keluar kamar.Begitu membuka pintu, dia dikejutkan oleh sosok tegap Lucas yang bertahan di depan pintu kamarnya bagai patung. Melirik sekitar untuk memastikan tidak ada orang lain, Charlotte menepuk lengan pria itu."Lucas? Kenapa kamu ada di sini? Bukankah seharusnya kamu tidur atau berganti shift dengan yang lain?" tan
"Ada apa, Nyonya? Apa terjadi sesuatu?!" panik Luna saat mendengar seruan Charlotte atas nama Lucas.Salah tingkah, Charlotte cepat-cepat menggeleng. "Ti-tidak ada, Luna. Maaf, tadi aku hanya melihat ada serangga yang lewat, karena Lucas ada di sampingku, jadi aku menyerukan namanya secara spontan saja. Ma-maaf sudah mengejutkanmu, Luna."Luna mengembuskan napas lega, manggut-manggut. "Tidak apa-apa, Nyonya Charlotte. Mungkin ini juga efek dari penjagaan ketat yang mulai diberlakukan. Jadi, saya juga ikutan panik lebih dari yang saya kira. Omong-omong, serangga apa, Nyonya? Saya ingat, Nyonya Charlotte tidak takut serangga semacam apa pun.""Oh?"Manik mata Charlotte bergerak gelisah, tidak menyangka bila Luna akan melayangkan pertanyaan semacam itu. Namun, Lucas membuka suara sembari menahan senyum akibat tingkah Charlotte barusan."Luna, sepertinya Nyonya Charlotte hanya melihat sesuatu yang melintas tadi. Lebih baik, kita meneruskan perjalanan mengelilingi kebun saja," ucap Lucas.
"Menurut penyelidikan, seseorang yang berniat memasuki gudang Barat sepertinya paham tentang keamanan yang terbiasa diterapkan di kediaman Soedarso—atau setidaknya pernah mengetahui bagaimana Tuan Besar menyuruh para arsitek saat menyerahkan cetak biru beberapa gudang secara bersamaan."Lucas menyimak ucapan Kepala Pengawal yang bernama Danni itu dengan saksama. Selepas memastikan seluruh penghuni vila terlelap di kamar masing-masing, Danni meminta para pengawal yang tersebar untuk berkumpul sejenak di halaman belakang vila.Danni, pria bertubuh tegap yang berusia empat puluh tahun itu menghampiri salah satu bawahan yang turut membersamai saat pergi bersama Hendra Soedarso seharian ini. "Yang jelas, telah ditemukan sebuah jeriken yang tergeletak di bagian belakang gudang, seolah-olah orang yang berniat membakar gudang itu meletakkannya karena terburu-buru ingin kabur sebelum para pengawal yang ada di sana memergokinya. Tapi, yang menjadi pertanyaan besar; mengapa harus ditinggalkan b
Charlotte terperanjat, berbalik sembari mendesah panjang. "Astaga, kamu mengejutkanku, Lucas!"Lucas menyeringai, tanpa rasa bersalah berhenti tepat di hadapan Charlotte. Pandangan pria itu jatuh pada belahan dada sang nyonya yang tampak menggoda. Kalau tidak ingat apa yang telah Charlotte lewati beberapa saat lalu, mungkin pria itu akan menerkam sang nyonya pada detik yang sama.Berdeham, Lucas berusaha menjauhkan pandangannya pada belahan dada Charlotte. "Kepala Anda, Nyonya Charlotte. Apakah sakit? Ah, tapi saya berani menjamin kalau rasanya sakit sekali. Benar? Nyonya Miriam tidak tanggung-tanggung saat menggenggam rambut Anda tadi."Charlotte terpejam begitu merasakan elusan tangan Lucas yang bersarang pada kepalanya. Entah karena terlalu lelah atau memang tidak mau mengomel, Charlotte hanya mampu menikmati sentuhan hangat yang Lucas berikan.Selama beberapa saat, tidak ada yang membuka suara. Keduanya seakan-akan menikmati keheningan yang melingkupi dengan berbagai pikiran serta
Makan malam kali itu, dihadiri oleh empat istri Hendra Soedarso—sedangkan sang kepala keluarga belum menjejaki vila sama sekali seharian ini.Suasananya bisa dipastikan tegang luar biasa. Sebagai yang termuda, Megan berusaha mencairkan suasana dengan bertanya penuh kepolosan, tetapi malah mendapat pelototan dari Miriam maupun Elmira. Charlotte hanya mampu mendesah lelah, berharap makan malam akan segera selesai. Masalahnya, semua orang entah mengapa sengaja melahap secara perlahan-lahan. Entah karena perjalanan jauh membuat tidak nafsu makan, atau memang sedang malas mencerna sesuatu.Bukan hanya para istri yang merasakan ketegangan tersebut, para pengawal serta pelayan pribadi masing-masing pun melempar lirikan yang seakan-akan meminta pertolongan agar seseorang membawa topik ringan yang bisa mengendurkan ketegangan di antara mereka.Merasa muak dengan atmosfer yang ada, Elmira berdiri. Seluruh pasang mata tertuju padanya, sedangkan Elmira mulai bersenandung ringan dengan harapan un
"Ah, makanya itu mereka tidak terlihat bahkan di rest area tadi," Charlotte meringis selepas mendengar penjelasan Megan, bahwa Miriam dan Elmira sedang berseteru di mini market sebelah rest area.Oleh karena itu, Charlotte tidak melihat keduanya padahal mobil yang memuat dua orang itu berbelok terlebih dahulu di tempat parkir rest area. Belum lagi, dia tidak bisa terlalu fokus akibat kejadian dengan pria asing yang nyaris mendapatkan foto tidak senonoh atas dirinya itu.Telah menaiki mobil dan kembali meneruskan perjalanan ke daerah Barat, Charlotte menyandarkan diri sembari menatap punggung tegap Lucas yang duduk di kursi samping kemudi.Lucas memang menyebalkan. Namun, dia tidak bisa berbohong kalau pria itulah yang telah membantunya saat berada di rest area tadi. Jika tidak—ah, Charlotte tidak mau memikirkannya. Membayangkan untuk sedetik saja sudah membuatnya kesal bukan main.Sementara itu, diam-diam Lucas mengamati pergerakan Charlotte melalui spion luar yang sedikit memergoki n