Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan

Tuan Pengawal Milik Nyonya Arogan

last updateLast Updated : 2025-05-01
By:  HannfirdaOngoing
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
5Chapters
14views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

"Mau kupanggilkan anu tidak?" "Anu siapa?" "Itu, yang menghabiskan malam denganmu di Hotel Artemis." Gila. Gila. Gila. Gara-gara ulah sang sahabat, Charlotte jadi berakhir dalam dekapan salah satu pria pemuas ranjang yang dipanggil dengan dalih sebagai 'kejutan'. Padahal, yang ada malah menimbulkan masalah besar bagi kehidupan Charlotte yang telanjur heboh itu. Belum lagi, rupanya pria yang pernah menghabiskan satu malam panas di hotel dengannya itu malah bekerja sebagai pengawal baru yang akan membersamainya setiap hari. Meski begitu, Charlotte senantiasa bertanya-tanya. Siapa pria misterius yang menjadi pengawalnya, tapi terlihat mempunyai banyak rahasia itu? ig @au_hannfirda

View More

Chapter 1

01. Rencana Gila

"Kamu gila, Jenna? Siapa yang menyuruhmu untuk memesan 'itu'?"

Mondar-mandir di salah satu kamar hotel yang berafiliasi dengan kelab eksklusif Artemis, Charlotte merasakan jantungnya seakan-akan mau meledak.

Bagaimana tidak?

Setelah seharian kembali melewati hari yang berat dan menegangkan, pada malam harinya dia malah mendapatkan kabar bahwa sahabatnya mau memberi secuil kejutan. Namun, kejutannya tidak masuk akal.

Charlotte mendengkus pelan, mendudukkan diri di tepi ranjang kamar hotel yang terasa dingin, tetapi peluhnya bercucuran lantaran sedang kelimpungan.

"Jenna, tidak bisakah kamu membatalkannya saja? Aku tidak membutuhkan hal semacam itu. Lagi pula, kalau aku memang mau melakukannya, aku tidak bisa sembarangan memesan 'itu' kan? Dengan posisiku yang rawan seperti ini, kamu pikir aku akan baik-baik saja? Bagaimana kalau 'dia' mengetahuinya? Bisa-bisa aku tidak melihat dunia untuk yang terakhir kalinya."

Gerutuan Charlotte membuat bahu Jenna melemas. Sahabat yang telah membersamai sejak sekolah menengah itu memindai penampilan Charlotte dari ujung kepala hingga ujung kaki beberapa kali.

"Kamu tahu, Charlotte? Sayang sekali kamu menikah dengan si tua bangka itu. Kamu bisa mendapatkan pria tampan mana pun yang akan tergila-gila padamu hanya dengan sebatas lirikan saja." Gumam Jenna santai, refleks mendapatkan pelototan dari Charlotte.

"Beruntung kita hanya berdua sekarang ini, Jenna. Kalau sampai salah satu mata-mata Mas Hendra tahu, yang ada aku yang bakal kena getahnya!" peringat Charlotte.

Jenna merotasikan bola matanya malas. "Sungguh, istri yang sangat berbakti sekali. Kamu memanggilnya seperti itu, padahal usianya tidak lebih dari ayah kandungmu sendiri? Terkadang aku menyayangkan pilihan keluargamu, Charlotte."

"Sudahlah, Jenna. Itu bukan saat yang tepat untuk membahasnya. Sekarang, bisakah kamu membatalkan 'pesanan' yang sedang dalam perjalanan itu? Sungguh, aku tidak akan bisa melakukannya di saat kepalaku berasap seperti ini."

Charlotte kembali mengangkat topik sebelumnya. Mendengar hal tersebut, Jenna duduk di sofa terdekat sembari mengambil ponselnya.

"Sebentar, kalau begitu aku—eh?"

"Ada apa?"

Dengan rahang terjatuh, Jenna menatap Charlotte seraya memperlihatkan layar ponselnya.

"Gigolonya sudah ada di depan pintu kamar hotel ini, Charlotte."

Bagus. Sekarang Charlotte yang harus mencari cara untuk mengirim kembali gigolo pesanan sahabatnya itu.

"Baiklah, mau tidak mau aku harus tetap membayarnya 'kan? Dia sudah jauh-jauh ke sini. Biarpun kami tidak akan melakukan apa pun. Kamu bisa menjadi saksinya, Jenna."

Jenna terlihat ingin protes, tetapi tatapan tajam Charlotte membuat wanita itu mengembuskan napas, mengalah. "Baiklah, aku akan menyuruhnya masuk supaya kamu bisa 'membayarnya' secara pantas."

Charlotte merebahkan diri sejenak, mengambil napas perlahan-lahan. Dunianya memang berada dalam lingkaran harta yang berlimpah, tetapi ada harga yang harus dibayar untuk semua kenikmatan serta materi yang didapuknya selama ini.

"Kamu sudah siap, Nyonya? Kenapa tidak melepas blazer yang kamu kenakan terlebih dahulu? Jadi, saya tidak perlu kesusahan saat menelanjangimu nantinya, Nyonya."

Charlotte tersentak, segera saja kembali mendudukkan diri seraya mencari asal suara tersebut. Berdiri di samping sofa yang sempat Jenna duduki tadi, seorang pria bersetelan rapi bersandar pada dinding, melipat tangan di depan dada.

Sepasang mata biru pria itu memindai penampilan Charlotte, seolah-olah tengah merencanakan sesuatu yang nakal dalam isi kepalanya.

"A-apa yang kamu katakan tadi? Asal kamu tahu saja, Tuan, aku tidak akan melakukannya. Omong-omong, di mana Jenna? Kenapa dia tidak ikut ma—"

"Tidak akan melakukannya? Bukankah Nona Jenna barusan berkata jika kamu sudah siap, Nyonya? Untuk itulah Nona Jenna meninggalkan saya di sini—" pria itu menuai langkah, berhenti tepat di hadapan Charlotte yang masih terduduk di tepi ranjang, "—untuk 'menghiburmu', Nyonya Charlotte."

Charlotte menganga, tidak menyangka bila sahabatnya akan se-kurang ajar itu. Mendesah lelah, Charlotte membuka dompetnya. "Maaf, Tuan, tapi aku—"

"Tunggu sebentar! Desahanmu tadi, saya ingin mendengarnya lagi, Nyonya Charlotte."

Charlotte berjengit tak percaya. "Astaga, itu karena aku tidak sadar! Aku terlalu lelah dengan situasi yang sudah kulewati ini, Tuan. Dan lagi, kamu adalah seorang gigolo 'kan? Kenapa kamu bersikap seolah-olah kamu ini adalah orang yang lebih berkuasa daripada diriku? Kamu tidak tahu siapa aku?"

"Ah," pria itu menyeringai, "maafkan atas kelancangan saya ini, Nyonya Charlotte. Jadi, bisakah kita mulai saja? Kamu bisa melepaskan semua pakaian saya terlebih dahulu jika kamu mau."

"Tidak! Tidak! Aku tidak akan melakukannya!" tolak Charlotte yang berada di ujung kesabaran. Tergesa-gesa menghitung lembaran uang, wanita itu lantas menyodorkan nominal dalam jumlah yang cukup banyak.

Pria di hadapannya terbelalak selama beberapa detik, sebelum kembali memasang seringainya.

"Ah, mau membayar terlebih dahulu?"

Charlotte menggeram, merasa lelah berkali-kali lipat.

'Kenapa pula Jenna memanggil gigolo yang menyebalkan seperti ini?'

"Tuan, aku akan membayarmu—betul, aku akan membayarmu karena kamu sudah jauh-jauh datang ke sini. Tapi, aku tidak akan melakukan 'itu' denganmu, paham?"

Pria itu mengernyit, tak mampu menyembunyikan kebingungannya lagi. "Kenapa? Apakah saya kurang menarik?"

Charlotte mengamati penampilan pria di hadapannya itu dengan kening berkerut. Kalau boleh jujur, pria itu lebih dari sekadar menarik. Bahkan, rasanya dia sedang berhadapan dengan seorang atasan dari pemilik perusahaan besar.

Mulai dari setelan, tatanan rambut, jam tangan mewah, bahkan parfum yang terendus, pria itu tidak seperti gigolo biasa.

'Ah, bisa saja dia membeli semua barang-barang mahal itu dari hasil pekerjaannya ini. Tidak heran. Dia tampan, pastinya ada banyak wanita yang mau membayarnya lebih meskipun hanya untuk satu jam saja.'

"Aku akui, kamu memang tampan, Tuan. Tapi, aku mempunyai prinsip untuk tidak berselingkuh dari suamiku sekarang ini, apa pun masalahnya." Balasnya, lebih seperti meyakinkan diri sendiri.

"Ah, istri yang setia," pria itu mengangguk, "baiklah, kalau begitu, saya tidak akan menerima uang darimu sepeser pun, Nyonya Charlotte. Karena saya tidak melakukan 'tugasku' sama sekali denganmu untuk malam ini."

"Sungguh? Padahal kamu sudah jauh-jauh kemari," Charlotte memiringkan kepala. Namun, bila dipikir-pikir lagi, pastinya biaya kendaraan tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan nominal yang pria tampan itu dapatkan dari 'servis'nya.

Menghela napas, Charlotte mengangguk. Sepertinya gigolo yang ditemuinya sekarang ini tidak terlalu menyebalkan.

"Baiklah," Charlotte kembali menyimpan dompetnya. Wanita itu berdiri dari tepi ranjang, bersedekap dengan mata memicing. Hendak mengatakan sesuatu, tapi tertahan. "Hufft, lupakan saja."

Merasa haus, Charlotte mengambil sebotol air mineral yang semula merupakan milik Jenna. Sedangkan pria di hadapannya memutuskan untuk duduk di sofa, menunggu Charlotte membuka suara atau memberi intruksi.

Akan tetapi, hanya dalam beberapa saat setelah meneguk sebanyak tiga kali, Charlotte merasakan panas yang tak tertahankan. Charlotte menatap tajam botol air mineral yang berada di atas meja bundar, mulai menyadari apa yang sedang terjadi.

"Sial!"

Alis kanan si gigolo meninggi, "ada apa, Nyonya Charlotte?"

Charlotte meneguk ludah susah payah, pipinya bersemu merah begitu bertemu tatap dengan sang pria yang menatapnya penuh kekhawatiran.

"A-aku ...."

Setelahnya, Charlotte benar-benar bercinta dengan gigolo yang berniat ditolaknya itu.

•••••

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
5 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status