Lukas mengerutkan dahi saat melihat raut wajah Evelyn yang terlihat begitu terkejut.
"Apa ada sesuatu yang salah? Tanya Lukas yang diliputi perasaan heran."Tidak, aku hanya tiba-tiba teringat sesuatu," jawab Evelyn, mengusap bulir bening di matanya."Apa itu sesuatu yang menyedihkan?" Lukas merasa tidak nyaman dengan ekspresi Evelyn. Ia takut disalahkan oleh atasannya jika sampai perempuan itu terlihat murung."Aku tidak tahu, entah ini sesuatu yang menyedihkan atau malah membahagiakan," jawab Evelyn dengan tatapan sendu.Evelyn teringat kembali kenangan bersama Leon yang selalu memberikannya boneka beruang biru. Padahal boneka tersebut termasuk sedikit langka mengingat yang dijual kebanyakan berwarna coklat.Lukas tidak berani menanyakan lebih jauh lagi. Setidaknya ia sudah tahu alasan Evelyn bersedih itu bukanlah tentang sesuatu yang berhubungan dengan dirinya atau sang atasan.Merasa sudah terlalu lama bersama Evelyn, Lukas pun berniat untuk membiarkannya beristirahat."Aku keluar dulu, jika butuh sesuatu gunakan saja telepon yang ada di samping kasur!" Lukas menunjuk ke arah sebuah telepon yang berada di atas nakas.Evelyn tersenyum simpul sambil berkata, "Terima kasih untuk semuanya."Lukas membalas senyum Evelyn "Tidak masalah, ini sudah menjadi tugasku."Lukas bergegas keluar kemudian menutup pintu kamar sedangkan Evelyn yang ingin memiliki privasi pun segera mengunci pintu dan buru-buru berjalan mendekati kasur lalu sedikit menghempaskan tubuh ke atasnya."Akhirnya aku bisa merasakan kasur empuk lagi," gumam Evelyn seraya meregangkan tubuhnya.Entah kenapa kamar tersebut membuatnya merasa sangat nyaman.Semua yang ada di ruangan itu penuh dengan sesuatu yang sangat ia sukai, dari mulai cat dinding berwarna biru muda, beberapa lukisan bunga matahari, dan juga boneka beruang biru muda yang baru saja Sean berikan seakan menambah lengkap kebahagiaannya.Sekilas terbesit dalam benaknya, apakah mungkin Sean menyukaiku? kenapa dia tahu semua tentangku? dan yang lebih parah adalah ketika terlintas dalam pikiran Evelyn jika pria tersebut ternyata adalah seorang penggemar rahasianya. Namun, ia segera menepis pikiran itu karena rasanya sedikit tidak mungkin mengingat sikap Sean sangatlah arogan seolah menganggapnya sebagai musuh."Bodoh kenapa aku memiliki pikiran konyol seperti itu," ucap Evelyn sambil memukul pelan kepalanya.Tanpa sadar Evelyn yang telah melewati hari-hari menyedihkan pun terlelap di tengah kebahagiaan kecil dalam suasana kamar. Sampai ia terbangun karena mendengar seseorang mengetuk pintu."Buka pintunya!" bentak Sean dengan wajah merah karena kesal sejak tadi Evelyn begitu sulit dibangunkan, sampai para pelayan memintanya untuk turun tangan mengingat mereka sendiri tidak berani mengusik perempuan milik tuannya itu.Dengan perasaan malas Evelyn yang baru saja membuka mata memilih untuk meregangkan tubuhnya terlebih dahulu baru kemudian ia beranjak dan berjalan perlahan menuju pintu."Iya, sebentar," jawab Evelyn, pelan.Evelyn memutar kunci lalu menarik gagang pintu dengan perlahan, lalu tampaklah wajah Sean yang tengah diliputi emosi."Apa Kamu tuli?" hardik Sean yang raut dengan sorot mata tajam."Maaf tadi saya sedang tidur, ini pertama kalinya saya tidur di kasur yang empuk setelah sekian lama berada di rumah lelang," terang Evelyn.Lukas yang merasa cemas dengan pertikaian kecil tersebut buru-buru mendekati Evelyn seraya sedikit menariknya. "Sudah waktunya makan malam."Dari belakang muncul beberapa pelayan yang mendorong troli sambil membawa beberapa jenis makanan, dari mulai sayuran, buah-buahan, bahkan beberapa jenis daging baik ayam maupun ikan terhidang dengan penampakan yang menggoda."Apa ini semua untukku?" Evelyn menatap makanan-makanan itu sambil mengerutkan kening."Benar, ini semua baik untuk kesehatan janin," jawab Lukas tersenyum simpul."Aku tidak bisa menghabiskan semua, ini terlalu banyak! makan sedikit saja sudah membuatku kenyang," jawab Evelyn yang matanya terus menatap makanan."Tidak masalah makanlah makanan yang paling kamu sukai." Lukas berusaha membujuk Evelyn. Ia tidak ingin Sean marah padanya hanya karena perkara makanan.Evelyn ragu, bukan berniat menolak, tetapi di menurutnya makanan tersebut terlalu banyak, membuatnya sedikit kebingungan untuk memilih."Tapi …." Evelyn masih terlihat ragu."Ini bukan pilihan," bentak Sean yang terlalu kesal karena dalam pandangannya Evelyn sangatlah pemilih, tidak memikirkan bayi dalam kandungan."I-iya." Evelyn menatap Sean dengan perasaan tidak nyaman. "Aku makan sekarang?"Sean tak menjawab dan hanya menatap Evelyn dengan tatapan dingin menusuk hati.Evelyn mulai mengerti dengan sikap diam Sean yang menandakan jika ia harus segera makan saat itu juga. Namun, situasi tersebut membuatnya merasa tidak nyaman. Bagaimana mungkin dia bisa makan di saat beberapa orang malah mengawasinya."Apa kamu perlu sesuatu?" Lukas menghampiri Evelyn yang masih belum mulai makan."Aku tidak nyaman mereka terus memperhatikanku, apalagi …." Evelyn melirik ke arah Sean yang terus menatapnya dengan tajamLukas lagi-lagi kebingungan, tidak mungkin jika ia harus mengusir atasannya tersebut. Namun ia juga ingin agar Evelyn bisa segera makan, benar-benar seperti memakan buah simalakama.Lain dengan Sean yang tak mengerti jika Evelyn malu terus diperhatikan dan hanya berpikir jika dia wajib mengawasi perempuan tersebut untuk makan."Apa aku boleh makan sendiri?" Evelyn menatap Sean dengan sorot mata penuh harap."Tidak," jawab Sean, ketus.Pada akhirnya Evelyn hanya bisa menghela napas dalam. Mau tak mau ia harus segera makan daripada berakhir diusir dari rumah yang sudah membuatnya nyaman.Meski tak selera, Evelyn memaksakan dirinya untuk makan beberapa potong sayur dan juga daging ayam. Jika tidak ada siapa pun, perempuan itu pasti hanya akan memakan buah saja karena yang lain membuatnya mual."Aku sudah kenyang," ucap Evelyn yang sudah melahap setengah potong paha ayam, tiga iris wortel, dan satu buah apel.Sean tak mengatakan apa pun dan bergegas keluar. Entah kenapa perhatian dan ucapan pria itu terlihat begitu berlawanan, membuat Evelyn sampai bingung dibuatnya.Setelah Sean pergi, Lukas dan para pelayan pun satu persatu keluar dari kamar. Kemudian Evelyn buru-buru mengunci pintu lagi.Baru saja lima belas menit berlalu, lagi-lagi terdengar suara ketukan dari arah luar. Mata Evelyn memutar sekilas, meski malas, ia tetap berjalan menuju pintu dan memutar engselnya."Siapa?" Evelyn sedikit waspada saat melihat pria dengan setelan jas rapi berdiri di hadapannya.Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb