Evelyn yang malang, dijebak hingga bermalam di sebuah hotel dengan pria asing. Satu bulan berlalu, ia mendapati dirinya tengah hamil. Saat ibu dan kakak tiri mengetahui tentang kehamilan Evelyn, mereka malah mengantarkannya ke rumah lelang yang khusus menjadikan para perempuan sebagai barang untuk diperjualbelikan. Namun, keberuntungan sekaligus kesialan seakan menjadi satu, Evelyn malah dibeli oleh pria yang telah merenggut kesuciannya. Bagaimana kisah keduanya berlanjut? Bisakah Evelyn menjalani kehidupan dengan pria yang bahkan tidak tahu jika Evelyn tengah mengandung anaknya?
もっと見る"Hotel Carlton, kamar 206," ucap Maria, sahabat Evelyn, dari balik telepon.
Evelyn langsung mengakhiri panggilan, bergegas menuju tempat sang kekasih berada.Perasaan cemas seakan menghantui sepanjang perjalanannya. Ia takut terjadi sesuatu pada Leon, mengingat kekasihnya itu memang sudah sering pingsan di sembarang tempat karena kanker otak yang dideritanya.Sesampainya di hotel, Evelyn yang telah berada di lantai dua puluh itu pun mulai mencari-cari kamar dengan nomor 206, sampai tak sengaja dari kejauhan samar ia melihat seseorang yang wajahnya mirip Leon sedang berusaha membuka pintu salah satu kamar."Leon!" teriak Evelyn.Merasa semakin cemas, Evelyn pun berlari menuju pria yang terlihat sedang tidak baik-baik saja itu.Pada akhirnya, Evelyn memutuskan untuk mengikuti ke kamar karena khawatir terjadi sesuatu pada Leon. Namun, tanpa disadari, perempuan itu malah memasuki kamar nomor 209."Leon, kenapa kamu di sini? Sejak kapan penyakitmu kambuh?" Evelyn berjalan menghampiri pria itu dan memegangi tangannya.Namun, bukannya menjawab, pria itu malah berbalik dan mendorong tubuh Evelyn hingga terhempas ke kasur.Evelyn membelalak, tak percaya dengan kenyataan jika yang berada di hadapannya bukanlah sang kekasih, melainkan seseorang yang terlihat sangat mirip. Alis tegas dengan hidung mancung juga bibir tipis menambah kesan indah pada wajah pria itu. Hanya saja, meski tampak persis, perawakannya sangat berbeda dengan Leon."Siapa kamu?" teriak Evelyn sambil berusaha mendorong tubuh pria yang sedang menahan tangannya itu.Namun, bukannya menjawab, pria itu malah melepas pakaiannya, hingga menunjukan dengan jelas sebuah dada bidang dengan bentuk otot yang indah."Lepaskan! Jangan sentuh aku!" teriak Evelyn sambil meronta-ronta.Seakan tak peduli dengan apa yang Evelyn katakan, pria tersebut langsung menyapu setiap jengkal tubuh sang gadis. Tak ingin menyerah begitu saja, gadis itu dengan sekuat tenaga menarik lengannya, lalu mendorong dada bidang sang pria sampai hampir terjatuh.Namun dengan kekuatan yang begitu besar, pria itu tetap bisa mempertahankan posisi dan dengan sigap mengunci setiap pergerakan Evelyn. Semua perlawanan pun seakan sia-sia ketika pada akhirnya kesucian terenggut, menyisakan rasa sakit yang begitu hebat.Evelyn hanya bisa pasrah sambil menangis, meratapi nasib tubuhnya yang seolah bukan miliknya lagi. Pria itu dengan leluasa melakukan apa pun yang ia inginkan, sudah tidak ada perlawanan atau pemberontakan lagi.Satu jam berlalu, pria yang telah mencapai puncaknya itu pun menghempaskan tubuhnya ke samping Evelyn, lalu terlelap begitu saja.Evelyn beranjak sambil meringis, sekujur tubuhnya terasa nyeri, bahkan bagian bawah pun rasa sakitnya begitu sulit diungkapkan. Sesekali ia terisak, teringat kembali saat kesuciannya direnggut paksa.Sejenak Evelyn mengamati wajah pria asing di sampingnya. Ia berusaha mengingat orang yang telah menodainya itu. Wajah tampan yang begitu mirip dengan Leon, hanya saja tubuhnya terlalu gagah bila dibandingkan sang kekasih yang sangat kurus dan terlihat lemah."Aku tidak akan pernah melupakan kejadian malam ini," ucap Evelyn seraya menatap tajam pria di sampingnya, lalu bersiap pergi dari kamar tersebut.Lima jam kemudian, pria asing yang meniduri gadis itu pun terbangun dengan kepala yang teramat pusing. Ia berusaha mengingat apa yang terjadi sebelumnya, meski terasa sedikit sulit."Menyebalkan!" seru pria itu sambil memijat-mijat bagian kening yang terasa pusing. Ia juga kebingungan saat mendapati tubuhnya tanpa sehelai benang pun.Pria yang bernama Sean itu adalah seorang Presdir dari sebuah perusahaan manufaktur. Kedatangannya ke hotel tersebut karena mendapat undangan dari beberapa pengusaha yang mengajak bekerja sama. Namun, tanpa disadari itu semua hanyalah jebakan yang dibuat untuk menghancurkan reputasi sang Presdir dengan sebuah rumor buruk.Tiba-tiba Sean terbayang kembali saat dirinya tengah meneguk secangkir Americano. Tak ada yang aneh dengan kopi tersebut, tetapi setelah meminumnya, ia malah merasa panas di sekujur tubuh dan pusing di kepala yang begitu mengganggu. Ia menjadi curiga jika seseorang telah mencampurkan obat per*ngsang, mengingat jika dulu dirinya pun pernah dijebak dengan cara yang sama."Bodoh," gumam Sean, sambil meremas seprai. Pria itu merasa jika orang-orang lemah yang menjebaknya terlalu bodoh dengan menjadikannya sebagai lawan.Di tengah amarahnya itu, ponsel Sean berdering. Nama Lukas, sang asisten, tertera di layar benda pipih tersebut."Hallo, Pak. Saya sudah membereskan perempuan yang menjadi alat para pengusaha itu," terang Lukas."Membereskan?" tanya Sean kebingungan."Ya, saya sudah menangkap perempuan itu sebelum sempat melancarkan aksinya.""Kamu yakin?" Sean sedikit ragu pada asistennya itu, mengingat jika seorang perempuan telah naik ke ranjangnya."Ya, saya sangat yakin," jawab Lukas dengan penuh percaya diri.Sean langsung menutup telepon. Ia lagi-lagi dibuat bingung oleh pernyataan Lukas. Jika memang perempuan itu sudah ditangkap, lalu kenapa sekarang dirinya terbangun dengan tanpa sehelai benang pun? Dan juga, ia merasa begitu letih seperti telah melakukan suatu kegiatan yang melelahkan.Mata Sean tanpa sengaja menangkap sebuah noda darah yang terlihat begitu mencolok di seprai putih.Noda darah tersebut membuat Sean yakin jika memang dirinya telah melewati malam dengan seorang gadis, hanya saja sang Presdir tak terlalu ingin ambil pusing. Ia berpikir jika perempuan tersebut merasa dirugikan maka akan datang dengan sendirinya.***Hari sudah menjelang pagi, Dering telepon membangunkan Evelyn yang sedang terlelap di kamarnya. Meski malas, ia tetap meraih ponselnya dan mengusap garis hijau di layar."Aku menunggumu semalaman. Kenapa kamu tidak datang di malam anniversary kita?" tanya Leon, lirih.Dada Evelyn terasa sesak, tetapi ia berusaha untuk tetap terlihat tenang agar Leon tidak mengkhawatirkannya."Maaf, semalam perutku tiba-tiba sakit. Aku sampai lupa menghubungimu dulu," ujar Evelyn dengan suara bergetar.Leon menghela napas panjang. "Kalau ada masalah, kamu bisa menceritakannya padaku. Tolong terbukalah! Aku ini kekasihmu."Tangis Evelyn pecah, ia tak bisa lagi berkata-kata. Rasanya tidak mungkin jika harus menceritakan tentang kesuciannya yang telah direnggut pria asing pada sang kekasih."Tidak ada. Sudah dulu, ya, perutku sakit." Evelyn buru-buru menutup telepon.Evelyn meraih foto dirinya dan sang kekasih, lalu memeluk kertas tersebut dengan sangat erat."Leon, maafkan aku. Aku tidak ingin menambah beban pikiranmu. Mungkin lebih baik kamu tidak pernah tahu jika aku sudah menjadi seorang wanita kotor," gumam Evelyn.Sejak saat itu, Evelyn yang biasanya ceria pun berubah murung dan pendiam. Berhari-hari ia menjalani keseharian tanpa gairah hidup. Kejadian nahas kemarin seakan menambah deritanya. Ibu tiri yang jahat, kakak tiri yang selalu saja berusaha menyakitinya, ayah yang tak berdaya dan terus berbaring di kasur, sampai kekasih yang memiliki kanker otak. Semua menjadi satu, menambah penderitaan dalam hidupnya.Hingga, dua minggu setelah kejadian malam nahas tersebut terjadi, tepatnya di sabtu malam, tiba-tiba ponsel Evelyn berdering. Sebuah panggilan masuk dari seseorang yang sangat tak disangka-sangka."Kenapa dia menghubungiku?" gumam Evelyn dengan dada yang terasa sesak.Dengan perasaan berat hati dan kesal, Evelyn terpaksa mengangkat telepon tersebut."Ada apa?" tanya Evelyn, ketus."Aku cuma ingin minta maaf soal waktu itu. Aku tidak punya pilihan lain. Kakak tirimu mengancamku. Dia yang merancang semua jebakan itu!" terang Maria, dengan nada yang sama sekali tak menunjukan rasa bersalah."Aku tidak peduli. Anggap saja jika kita tidak pernah saling mengenal." Evelyn menutup telepon, lalu melempar ponselnya karena kesal.Sejak mengetahui fakta tentang kakak tiri dan sang sahabat yang begitu tega menjebaknya, Evelyn lebih memilih untuk mengurangi interaksi dengan orang di sekitarnya, bahkan sampai mengambil cuti kuliah dan hanya mengurung diri di kamar.Hingga sesuatu yang tak pernah terbayangkan oleh Evelyn pun terjadi dalam hidupnya.Terima kasih buat semua reader yang sudah mengikuti cerita sampai sejauh ini. Othor bukan apa-apa tanpa kakak² reader.Oh, iya othor mau sedikit menceritakan beberapa kisah tokoh yang nggak muncul di akhir.Ada yang cariin Daren nggak ya? kakak tiri Evelyn yang sempet punya rasa itu akhirnya bisa melupakan istri dari sang atasannya itu, dia memilih untuk melamar kekasih sesama rekan kerja di perusahaan Sean.Lukas, si asisten gila kerja itu lebih milih untuk fokus ngurus perusahaan yang Sean titipin loh. Beberapa kali Sean berusaha ngejodohin sama perempuan malah berakhir di tolak, ya itu semua karena dia gila kerja.Jennifer, kakak tiri Evelyn yang udah insyaf ini milih menjauh dari kehidupan dulu. Dia pergi ke luar negri dan diam-diam menikah dengan warga lokal.Yang lebih mengejutkan, nggak berselang lama setelah Evelyn melahirkan, Nicki melamar Diana di depan orang ramai. Ya, cinta tumbuh karena biasa, kebersamaan bikin benih-benih cinta itu tumbu. Tapi, tenang aja, meski udah bern
Sean tampak kebingungan, tak tahu sang istri hendak mengajaknya ke mana. Sampai saat mereka berdiri di depan sebuah rumah barulah mengerti alasan Evelyn membawanya ke sana.“Kuharap ibu tidak ada sangkut pautnya dengan masalah korupsi dan perdagangan manusia.” Evelyn tampak terus menghela napas berat, terlebih di setiap kali teringat ibunya.Sean tak mau berspekulasi lebih dan hanya berniat untuk menyaksikan apa yang akan terjadi nantinya.“Ibu ….” teriak Evelyn sambil berjalan cepat ke arah pintu.Namun, ketika masuk ke rumah, Evelyn sama sekali tak mendapati keberadaan sang ibu. Ia mencari ke kamar, dapur bahkan ke gudang, tetapi Rose sama sekali tak ada.“Sepertinya ibumu telah pergi, Evelyn.” Sean merangkul sang istri yang tampak sedang kecewa.“Aku tidak menyangka ibu jadi seperti ini.” Mata Evelyn berkaca-kaca.“Sudahlah, mau bagaimana kalau itu semua sudah menjadi pilihan ibu. Lebih baik kita pulang sekarang, Kelvin sudah menunggumu.”Evelyn mengangguk, rasanya ingin menangis t
Namun, pria yang menariknya itu malah seakan tak memperdulikan Evelyn dan terus menarik entah hendak membawanya ke mana.“Lepaskan! Atau aku akan melakukan sesuatu yang membuatmu menyesal!” ancam Evelyn sambil terus berusaha melepas tangan pria itu.Mendadak pria itu menghentikan langkahnya, menatap Evelyn dengan tatapan datar.“Bu Evelyn, saya tidak bermaksud jahat. Maaf karena saya telah lancang membawa Anda dengan kasar, tapi kalau tidak begini saya khawatir Anda akan kabur dan melewatkan apa yang sedang Pak Sean lakukan,” jelas pria itu.“Pak Sean? Siapa kamu? Bukankah kamu warga asli desa ini?” Perasaan Evelyn menjadi tak karuan saat mendengar ucapan pria itu.“Saya anak buah Pak Sean yang bertugas untuk mengawasi Anda karena secara kebetulan juga merupakan warga desa,” terang anak buah Sean itu.Evelyn belum percaya sepenuhnya, tatapan penuh kecurigaan terus ia perlihatkan. Wajar jika perempuan itu tidak langsung percaya karena bagaimanapun dirinya sedang berada di posisi yang me
Noah terus memperhatikan sekeliling, mengawasi Joseph dan Viona, berharap jika kedua orang itu tidak sedang memperhatikannya. Dan benar saja, mereka sedang asyik dengan orang-orang yang sedang berusaha menjilat.“Aku harap ini akan berhasil,” gumam Noah yang segera beranjak, lalu menyelinap keluar dari pesta.Beruntung saat itu tidak ada yang memperhatikannya, sehingga Noah bisa leluasa berjalan ke sana kemari tanpa ada yang mengetahui.Namun, saat ia sampai di rumah, dari kejauhan terlihat ada beberapa orang yang menjaga area sekitar rumah Joseph tersebut, karenanya Noah berusaha untuk terlihat tenang dan menyembunyikan niat buruknya.“Tuan muda, kenapa Anda sudah kembali? Bukankah pesta masih sedang berlangsung?” tanya salah seorang pria yang sedang menjaga rumah Joseph tersebut.“Ayah menyuruhku untuk membawa perempuan itu ke pesta,” ucap Noah yang terlihat begitu gugup.Awalnya para penjaga sedikit tidak yakin dengan ucapan Noah tersebut. Namun, mereka berpikir kembali, untuk apa
Kelvin tidak mengerti dengan maksud ayahnya, tetapi ia tetap mengizinkan selama bisa membawa sang Ibu kembali.“Hati-hati di jalan, Ayah! Jangan lama-lama,” pinta Kelvin sambil melambai.Mata Kelvin berkaca-kaca. Namun, ia berusaha untuk tetap tegar karena itu semua demi kebaikan sang ibu. Beruntung ada Nicki dan Diana yang selalu menemani, setidaknya bocah itu tidak terlalu berlarut dalam kesedihan.“Paman Nick apakah ayah akan pergi lama?” tanya Kelvin yang wajahnya jelas terlihat sedang menahan tangis.“Paman tidak bisa memastikannya, tapi ayah pasti tidak mau berlama-lama jauh dari Key.”Kelvin tersenyum, berusaha untuk kuat. Bocah itu seakan didewasakan oleh keadaan, yang mana di usianya dia sudah mengalami banyak masalah.Di tengah kegelisahan Kelvin, Sean saat itu malah sedang merasa bahagia karena pada akhirnya semua bukti dan saksi sudah terkumpul, hanya tinggal menjalankan rencana yang sudah matang itu.Sean melaju, menuju salah satu gudang terbengkalai yang berada ujung kot
Evelyn begitu mengenali wanita yang kini berada di hadapannya. Bagaimana tidak? ingatan akan kenangan pahit masih terus terngiang, tidak mungkin terlupakan.“Siapa sangka ternyata kita bisa bertemu lagi,” ucap wanita itu.Evelyn benar-benar benci menatap wajah wanita yang terlihat menjijikan itu, melihatnya membuat teringat pada Sean.“Aku kan tidak menyangka akan bertemu dengan wanita menjijikan sepertimu,” ucap Evelyn dengan tatapan sinis.Ucapan Evelyn berhasil memancing emosi wanita itu. Senyum yang semula tampak penuh penghinaan berubah dengan rasa sakit hati yang jelas terlihat.“Jaga ucapanmu itu jika tidak mau ku buat hidupmu lebih menderita!”Melihat wanita itu kesal, Evelyn merasa sedikit puas, setidaknya perempuan itu merasa sakit hati walaupun hanya sedikit.Namun, rasa senang Evelyn hanya bersifat sementara karena saat itu ia malah ditarik secara paksa menuju ke tempat Joseph berada.“Hentikan! Aku tidak ingin pergi dengan manusia jahat seperti kalian!” timpal Evelyn samb
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
コメント