Share

Bab 8

Semua orang menoleh ke sana dan langsung melihat David yang berdiri di depan pintu.

“Nak, kamu siapa?” Wajah Dokter Suritno masam dan dia berkata dengan sangat tidak senang.

“Kamu tidak perlu tahu siapa aku.”

David maju satu langkah dan berkata mencibir, “Orang tua di atas ranjang ini jelas-jelas masih bisa hidup 2 tahun, kamu justu mengatakan batas waktunya sudah tiba. Sungguh menyia-nyiakan hidup manusia.”

Sebenarnya hidup dan matinya orang asing tidak ada hubungannya dengannya. Tapi pihak lain merendahkan gurunya, kalau begitu dia harus mengurusnya.

Karena gelar gurunya ketika berkeliling dunia adalah ‘Empu Petapa Medis’ dan gelar ini sekarang diwariskan kepada dirinya, maka dia memiliki tugas untuk menjaga reputasinya.

Mendengar David mengatakan dirinya menyia-nyiakan hidup manusia, Dokter Suritno seketika langsung marah. “Bocah, apa katamu?”

Semua orang juga menatap David dengan tatapan dingin.

Nama asli Dokter Suritno adalah Yasin Suritno. Dia berasal dari keluarga medis berusia ratusan tahun dan dijuluki Pakar Medis Yogyakarta. Dia sudah menyelamatkan begitu banyak orang dan katanya pernah mengobati para petinggi negara. Namun, anak kecil di depannya ini bahkan berani meragukannya.

“Tuan, maksudmu adalah kakekku masih…… masih bisa diselamatkan?” Gadis muda sebelumnya menyeka air mata dan berkata dengan wajah gembira.

“Tentu saja.”

David memasukkan sepasang tangannya ke dalam saku celana dan berkata, “Jika aku mengambil tindakan, maka kakekmu tidak akan meninggal dan bahkan masih bisa hidup 2 tahun lagi.”

“Apa?”

Semua orang terkejut.

Gadis muda buru-buru berkata, “Tuan, namaku Brena Chairil. Asalkan kamu bisa menyembuhkan kakekku, Keluarga Chairil pasti akan memberikan imbalan besar!”

“Hahaha!”

Dokter Suritno tiba-tiba tertawa keras mengeluarkan suara, “Dasar anak muda yang tidak malu untuk membual.”

“Apakah kamu tahu, ilmu kedoktersan sangatlah dalam dan tiada akhirnya. Sekalipun aku yang telah mempelajarinya separuh hidup, juga hanya bisa mencapai pencapaian hari ini saja.”

Dia berjalan keluar satu langkah dan menatap lurus pada David dengan wajah muram, “Kamu kelihatannya baru berusia 20an tahun. Meskipun belajar ilmu kedokteran sejak dalam kandungan, saat ini juga hanya bisa dianggap pemula. Dari mana kamu mendapatkan kepercayaan diri untuk ngomong besar di hadapanku?”

“Dokter Suritno benar. Keponakanku sejak kecil sudah belajar dengan dokter ternama. Sekarang sudah berusia 30 tahun saja belum mencapai ambang batas untuk menjadi guru. Dia aja seperti itu, apalagi anak ini? Memangnya dia anak Ajaib?” Seorang pria paruh baya kurus berkata sambil tersenyum meremehkan.

“Jangankan pengobatan tradisional, bahkan untuk pengobatan modern yang sangat sederhana saja, juga tidak mungkin bisa menjadi guru di usia ini.”

Seorang wanita paruh baya cantik lainnya yang mengenakan kacamata bingkai hitam mencibir, “Putriku kuliah di Jurusan Kedokteran Harvard. Sekarang sudah berusia 28 tahun dan masih menjadi asisten guru pembimbing.”

Orang lainnya mulai beramai-ramai membicarakannya. Tampak jelas jika mereka lebih percaya pada omongan Dokter Suritno.

“Nona Brena, kamu sudah dengar?”

Dokter Suritno mendengus dan berkata sambil menatap Brena. “Daripada kamu percaya pada anak ini, lebih baik sisakan sedikit waktu untuk mengurus pemakaman Tuan Cahiril.”

Wajah cantik Brena berubah begitu mendengarnya. “Maaf, Dokter Suritno. Akulah yang terlalu polos dan hampir ditipu olehnya.”

“Segera usir anak ini, jangan biarkan dia sembarangan bicara di sini.”

“Aku rasa anak ini sepenuhnya datang untuk membuat keributan. Di mana satpam?”

Banyak orang berkata dengan wajah tidak ramah.

Brena kembali melihat David dengan tatapan dingin. “Tuan, Anda silakan segera keluar sekarang juga. Kalau tidak, saya akan panggil satpam.”

David tiba-tiba menghela nafas.

Seseorang mencibir, “Nak, apa maksudmu dengan menghela nafas?”

David menggelengkan kepala. “Yang aku keluhkan adalah orang di atas ranjang ini ditakdirkan untuk bertemu denganku. Demi takdir ini, aku mungkin bisa menyelamatnya nyawanya.”

“Kalian bukannya menghormatiku, malah masih mengusirku. Berdasarkan tempramenku, aku seharusnya sudah langsung pergi.”

“Tapi sebelum pergi, aku ingin kalian membuka mata lebar-lebar dan melihat kemampuanku dengan baik.”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status