Home / Urban / Tukang Bakso Jadi Miliarder / 05-Siapa Yang Mengundangmu Kesini?

Share

05-Siapa Yang Mengundangmu Kesini?

last update Last Updated: 2024-10-19 09:38:04

Langit di luar jendela mulai gelap, seiring dengan suasana yang makin tegang di dalam ruangan. Ghenadie berdiri dengan tegak, namun ada sesuatu di matanya yang menunjukkan gejolak batin.

Ia mengangkat kepalanya, memandang lurus ke arah Joko, meskipun ia bisa merasakan kemarahan yang mulai menggelora di dadanya.

"Saya di sini bukan untuk Lina," ucap Ghenadie dengan nada terkendali.

Namun, di balik ketenangan itu, ada ketegangan yang jelas. "Saya di sini karena diminta bertemu oleh Pak Andri."

Tawa Joko pecah dengan keras, begitu keras hingga menggema di seluruh sudut ruangan. Tatapannya menyiratkan ejekan dan rasa meremehkan.

"Pak Andri? Ha! Jangan bercanda," katanya dengan nada mengejek, menatap Ghenadie seolah-olah pria itu baru saja mengatakan sesuatu yang sangat konyol. "Pak Andri adalah orang kepercayaan Direktur Utama kami. Tidak mungkin dia ingin bertemu dengan seseorang gembel seperti kamu!"

Di sudut ruangan, Lina tampak bingung. Mata cokelatnya menyipit, penuh pertanyaan yang belum terjawab. Ia menatap Ghenadie dengan ragu.

"Pak Andri mengundangmu?" suaranya lirih, nyaris tidak terdengar di tengah suasana yang semakin mencekam. "Mustahil, bagaimana dia bisa kenal denganmu?"

Ghenadie membuka mulutnya, berniat memberikan penjelasan, tetapi suara langkah berat yang terdengar dari belakang mereka membuatnya berhenti.

Detak jantungnya tiba-tiba melonjak, menyadari bahwa apa pun yang akan terjadi berikutnya, itu akan mengubah segalanya.

"Benar, aku yang mengundangnya."

Semua orang di ruangan itu menoleh serentak, mata mereka kini terpaku pada sosok tinggi yang baru saja memasuki ruangan. Pak Andri, dengan postur tubuh yang tegap dan wajah tanpa ekspresi, berjalan dengan langkah mantap ke arah mereka. Ketegasan dalam setiap gerakannya tidak menyisakan ruang untuk keraguan.

"Pak Andri?" Joko dan Pak Budi serempak terperangah, wajah mereka dipenuhi keterkejutan.

Lina pun, yang biasanya tenang dan terkendali, kini memandang Pak Andri dengan tatapan tak percaya.

Namun Pak Andri, seperti biasa, tidak menunjukkan emosi. Ia hanya tersenyum tipis, nyaris tak terlihat, sebelum menatap Ghenadie dengan tatapan penuh arti. Ada sesuatu di balik tatapan itu, sesuatu yang membuat Joko semakin gelisah.

"Ghenadie ada di sini karena aku yang memintanya datang," kata pak Andri, suaranya tenang namun penuh otoritas. "Ada hal penting yang harus kami bicarakan."

Joko, yang kini mulai kehilangan keseimbangan emosionalnya, tampak bingung. Ia melirik Pak Budi sejenak sebelum kembali menatap Andri.

"Pak Andri, dia... dia ini bukan siapa-siapa. Saya rasa Anda membuat kesalahan besar dengan mengundangnya ke sini."

Dengan gerakan pelan namun tegas, pak Andri menggelengkan kepala. "Aku tidak membuat kesalahan, Joko," jawabnya dengan nada yang mengandung peringatan.

"Ghenadie mungkin bukan siapa-siapa menurutmu, tapi bagiku, dia punya hak yang lebih besar dari yang bisa kau bayangkan."

Pak Budi, yang biasanya tegas dan selalu merasa superior, kini tampak goyah. Alisnya berkerut dalam, dan suaranya terdengar ragu. "Tapi... Pak Andri, apa maksud Anda?"

Pak Andri menghela napas panjang, matanya melintasi setiap wajah di ruangan itu, memperhatikan dengan seksama reaksi mereka yang terdiam. Ketegangan makin terasa saat ia berhenti menatap Ghenadie untuk beberapa detik yang terasa begitu lama.

"Aku tahu ini sulit untuk kalian terima," ucapnya dengan berat. "Tapi perlu kalian ketahui, Ghenadie kemungkinan besar adalah putra kandung dari Direktur Utama perusahaan ini."

Seolah waktu berhenti. Keheningan melanda ruangan dengan tiba-tiba, menenggelamkan semua orang dalam keterkejutan yang mencekam. Mata Joko melebar tak percaya, Lina menutup mulutnya dengan tangan, sedangkan Pak Budi hanya berdiri terpaku, tampak seolah-olah dunianya runtuh seketika.

Ghenadie sendiri tidak mampu berkata apa-apa. Pikirannya bergolak, seperti lautan yang dilanda badai. Semua ini terlalu cepat, terlalu tiba-tiba, dan terlalu tak terduga.

Pewaris perusahaan besar? Seorang tukang bakso pewaris perusahaan besar? Itu sesuatu yang tidak pernah terlintas dalam benaknya, bahkan di dalam mimpi terliarnya sekalipun.

"Tidak mungkin!" seru Joko tiba-tiba, nadanya meninggi, hampir histeris. "Dia… dia bukan siapa-siapa! Tidak mungkin dia anak dari Direktur Utama!"

Tatapan Andri berubah tajam, suaranya menegang saat ia berbicara. "Aku tahu ini sulit dipercaya, Joko," katanya tegas, seolah mencoba meredakan gejolak amarah pria itu. "Tapi kita semua akan melihat kebenarannya setelah hasil tes DNA keluar."

Namun yang tidak diketahui Joko, Lina, dan Pak Budi adalah bahwa hasil tes itu sebenarnya sudah keluar. Andri telah menerimanya pagi ini, dan hasilnya jelas: Ghenadie adalah putra kandung Direktur Utama, tanpa keraguan.

Direktur Utama sendiri telah mengetahui kebenaran ini, tapi memilih untuk membiarkan Andri menyelesaikan situasi di lapangan sebelum dia mengambil langkah lebih lanjut.

Joko, yang biasanya percaya diri, kini tampak semakin gugup. Peluh mulai membasahi dahinya, dan kata-katanya terasa semakin tidak meyakinkan. "Tapi, Pak Andri, perusahaan ini... Ini tidak bisa diserahkan begitu saja kepada seseorang yang baru muncul dari ..."

"Seseorang yang baru muncul?" pak Andri memotong dengan nada dingin. "Joko, ini bukan masalah siapa yang lebih lama di sini. Ini tentang hak. Tentang darah. Dan Ghenadie, jika dia memang anak dari Direktur Utama, punya hak yang sudah lama dirampas darinya."

Pak Budi akhirnya berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih hati-hati. "Tapi... jika benar dia anak Direktur Utama," katanya pelan, masih mencoba memahami seluruh situasi. "Mengapa baru sekarang?"

Ghenadie merasa semua mata tertuju padanya, menunggu jawabannya. Tenggorokannya terasa kering, namun ia tahu bahwa inilah saatnya ia bicara.

"Saya tidak tahu apa-apa tentang masa lalu saya," ujarnya pelan, mencoba menenangkan diri. "Saya dibesarkan oleh seorang ibu, katanya ayah saya sudah meninggal sewaktu saya masih bayi. Saya tidak pernah tahu siapa ayah kandung saya. Semua ini baru bagi saya juga."

Keheningan kembali melanda. Untuk sesaat, tak ada yang berkata apa-apa, hingga akhirnya Lina, yang selama ini hanya diam, berbicara. Suaranya lembut, nyaris tak terdengar, namun penuh rasa bersalah.

"Kalau ini benar, Ghenadie... aku minta maaf atas semua yang terjadi selama ini ya." Tatapan matanya lembut, berbeda dari sebelumnya yang penuh curiga.

Ghenadie menatapnya sejenak, merasakan sedikit kelegaan meski tidak sepenuhnya. Dengan anggukan kecil, ia menjawab, "Tidak apa-apa."

Andri, yang berdiri di sisi Ghenadie, kembali berbicara. "Tenang saja," ujarnya sambil menepuk bahu Ghenadie. "Jika hasil tes DNA sesuai yang kita duga, kamu akan mendapatkan apa yang memang seharusnya menjadi hakmu."

Namun, dalam benaknya, Andri sudah tahu hasilnya. Ia hanya menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan kebenaran sepenuhnya. Ada rencana yang lebih besar yang sudah dirancang sejak lama oleh Direktur Utama .

Ghenadie dan Andri lalu melangkah ke arah lift dan menaikinya menuju tingkat teratas, di mana Direktur Utama berada, meninggalkan Joko, Lina, dan Pak Budi yang masih terdiam dalam keterkejutan dan kebingungan.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   Bab 117- Suara yang Mengguncang

    Hujan tidak pernah terasa seasing ini.Di langit muram yang menggantung rendah di atas kota pusat penelitian Arix, petir menyambar seperti peringatan ilahi, sementara air membasahi bulu emas pucat di tubuh seekor makhluk yang berdiri dengan tatapan sendu namun teguh.NaraAnak ayam mutan, generasi ke-7 dari program rekayasa biologis Arix, kini berdiri di ambang keputusan yang bisa mengubah dunia. Ia bukan ayam biasa. Vokalnya, yang dihasilkan dari penyilangan genetik dan integrasi mikroresonator di pita suaranya, mampu berinteraksi langsung dengan sistem digital. Ia tidak hanya bisa membuka jaringan terkunci. Ia bisa menjungkirbalikkan sistem keamanan global.Dan ia tahu... dunia belum siap."Kau pikir aku tidak tahu apa yang kau rencanakan, Nara?" suara parau menyapa dari balik bayang bangunan roboh. Suara itu milik Revan, seekor gagak modifikasi yang dulu menjadi mentor dan pengawasnya di bawah Proyek Arix.Nara menoleh pelan. Matanya yang bersinar biru menyala dalam kegelapan. "Kau

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   116-Di Antara Kegelapan dan Pengkhianatan

    Malam itu, langit Kota Nova gelap tanpa bintang. Hujan gerimis turun pelan-pelan, seolah menangisi keputusan yang diumumkan dunia hari itu.PBB mengeluarkan mandat global:"Semua makhluk bio-mutan harus dikendalikan atau dieliminasi. Risiko terhadap kestabilan internasional tidak lagi dapat ditoleransi. Tidak akan ada pengecualian."Satu nama muncul di peringkat tertinggi daftar ancaman global: CLARIA.Di ruang bawah tanah markas rahasia Ghenadie, lampu-lampu neon berkelip temaram. Di antara deretan layar holografik dan server berdengung, suasana mencekam. "Mereka menempatkan Claria sebagai ancaman level tinggi... setara senjata nuklir," ujar Dinda, matanya masih terpaku pada layar. Ghenadie berdiri kaku. "Padahal Claria satu-satunya yang masih... sadar. Yang masih punya rasa. Mereka tak tahu apa-apa." Dinda menoleh, suaranya gemetar, "Mereka akan memburunya, Ghen. Bukan hanya itu. Mereka akan mengirim pemburu—satuan elit. Sudah ada tim dari Amerika dan Uni Eropa yang mend

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   115-Sanctuary Gallius-Persekutuan yang Terluka

    Angin senja berhembus lembut di atas bukit-bukit hijau Sanctuary Gallius. Burung-burung berkicau rendah, dan suara air mengalir dari sungai jernih di lembah seolah menyanyikan lagu kedamaian.Di sinilah ayam-ayam mutan muda—makhluk hasil eksperimen genetika yang gagal namun justru menemukan harmoni dalam keberadaan mereka—menjalani kehidupan damai, jauh dari hiruk-pikuk dunia manusia.Namun, kedamaian itu mulai retak.Malam itu, cahaya bintang tertutup oleh awan pekat. Di balik bayangan reruntuhan menara observatorium tua, dua sosok berkamuflase menyelinap perlahan, menyatu dengan semak dan dedaunan."Alpha, posisi aman. Tidak terdeteksi," bisik agen Jepang, Haruto, melalui komunikasi internal."Konfirmasi. Koordinat zona 3. Target: Area Reproduksi dan Komando Ayam Mutan," jawab agen Mossad, Arkix, dari sisi lain hutan.Di belakang mereka, dua tim elit—campuran pasukan intelijen Jepang dan Israel—bergerak cepat, menyusuri jalur hutan lebat menuju jantung Sanctuary Gallius.Namun apa y

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   114-Kode yang Tak Terpecahkan

    Langit di atas markas Gallius menggulung awan kelabu, seolah memantulkan gejolak yang sedang terjadi di dalam ruang penelitian bawah tanah Lapisan-4. Haruto duduk membungkuk di depan layar holografik, matanya menatap intens pada deretan angka dan algoritma yang tak berhenti bergulir.Sudah dua belas jam ia mengutak-atik kode jurnal Arix yang disimpan dalam format cryo-sekuens. Tak ada yang menyangka bahwa di balik catatan eksperimen psionik Arix, tersimpan sebuah cetak biru rahasia—sebuah algoritma empati buatan. Haruto menyebutnya Hati Biologis.Suara pintu otomatis berdesis, dan langkah cepat Dinda memasuki ruangan.“Kau belum tidur?” tanyanya, alisnya terangkat. “Lagi-lagi kau mencoba hidup sebagai program, bukan manusia.”Haruto tidak menoleh. “Aku sudah hampir memecahkannya. Hanya tinggal satu lapisan enkripsi terakhir.”“Enkripsi psionik?” Dinda menghampiri, melirik data yang berpendar. “Apa ini...?”Haruto mengangguk. “Blueprint untuk sesuatu yang Arix sebut sebagai Empatheia C

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   113-Perang Data Amerika vs Rusia

    Mongolia, 03.42 GMT+8 — Dua Hari Setelah Interkoneksi PsionikLangit malam Mongolia masih berselimut salju lembut. Claria berdiri sendiri di tepi bukit, menatap jauh ke arah piramida digital yang kini tidak lagi berpendar biru seperti sebelumnya. Ia menyentuh alat pemindai di pergelangan tangannya.“Jaringan bio-sinaptik stabil,” bisiknya sendiri.Langkah kaki terdengar dari belakang. Ghenadie datang, jaket bulu panjangnya menyapu salju.“Dia belum pernah sehening ini,” katanya, menatap piramida dari kejauhan.Claria mengangguk. “Setelah koneksi psionik itu, sepertinya Nakam lebih memilih diam.”Ghenadie menatapnya. “Kau yakin dia tak akan kembali?”Claria tidak langsung menjawab. Angin dingin meniup helaian rambut hitamnya.“Dia mungkin kembali,” ujarnya akhirnya. “Tapi bukan untuk menyerang. Untuk... berbicara.”Ghenadie menarik napas panjang. “Kalau benar begitu, dunia harus siap.”Markas Koalisi Siber Internasional, Lapisan-4, Pusat Komando DataHaruto mengetik cepat di konsol hol

  • Tukang Bakso Jadi Miliarder   112-Menembus Server Hitam

    Dinda dan Claria duduk berdampingan di ruang bawah tanah yang gelap, hanya diterangi layar hologram biru yang berpendar lembut. Di depan mereka, struktur enkripsi hitam dari server DeepGene, milik cabang riset rahasia Cina, berdenyut perlahan seolah bernapas.“Aku tak percaya kita benar-benar masuk ke sini,” bisik Dinda, keringat menetes dari pelipisnya.“Kita belum masuk,” sahut Claria tenang, jemarinya menari di atas papan sentuh virtual. “Kita baru membuka pintunya.”Dinda menelan ludah. “Kalau kita ketahuan...”“Kita jadi eksperimen berikutnya,” Claria menyelesaikan kalimatnya dengan datar.Sebuah simbol asing berkedip di layar: 知-无-极.Dinda memicingkan mata. “Itu bukan Mandarin biasa...”“Bukan. Itu sandi kuno. Enkripsi kuantum dari proyek ‘Ji-Wu’. Proyek rahasia yang kabarnya sudah ditutup. Tapi lihat ini.” Claria memperbesar fragmen kode. “Ada log aktivitas terbaru. Sangat baru.”Nama ‘Arix’ muncul.Dinda membatu. “Dia... masih aktif?”“Lebih buruk. Dia pernah berkomunikasi deng

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status