Share

Bab 6

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-31 19:17:09

Beberapa saat kemudian, Lilis menatap Juned dan berkata, “Vivi cantik ya? Sayang suaminya sangat kasar kepadanya.”

Juned tergagap. “Ii.. iya, tante. Aku sebenarnya kasihan sama dia, aku ingin menolongnya keluar dari jerat si Anton.”

“Hush.. Sudah jangan bertindak bodoh lagi, jangan coba-coba melawan Anton. Dia itu berbahaya bagi kamu.” Lilis memberi peringatan kepada Anton untuk ke sekian kalinya.

Juned merasa kesal, kali ini dia merasa bisa mengalahkan siapa pun. Namun Lilis masih menganggapnya sebagai pria lemah yang butuh perlindungan.

Di lain sisi, Juned juga kesal karena Lilis menggagalkan kesempatan emas untuk menyalurkan hasrat bersama Vivi.

Namun secara mengejutkan Lilis mengganti baju yang tadi sempat tersobek oleh Anton, “Oh iya, Jun. Kamu suka sama si Vivi?” kata Lilis sambil melepas kaosnya.

Melihat gunung kembar Lilis yang begitu kencang dalam bungkusnya, hasrat Juned kembali menanjak.

Mata Juned melotot seolah tak percaya, “kenapa kok ganti baju di sini, Tante.” Protes Juned meski dalam hati dia semringah.

“Malas kalau mondar-mandir lagi. Kamu juga enggak bisa aneh-aneh sama tante juga kan.” Kata Lilis tertawa kecil.

Gunung Lilis tak begitu besar dibanding milik Vivi, namun terlihat pas dengan lekuk tubuh yang indah. Lilis yang berumur 34 tahun sangat pintar menjaga bentuk tubuhnya hingga terlihat 10 tahun lebih muda.

Juned merasa semakin tidak nyaman melihat pemandangan itu. Bola matanya membesar diiringi detak jantung yang tak beraturan.

Di tengah pertunjukkan spektakuler itu, tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari arah depan klinik.

Lilis langsung mempercepat dan segera membuka pintu.

Tak lama berselang Lilis kembali ke dalam diiringi seorang perempuan di belakangnya.

“Siapa itu tante?.” Tanya Juned sedikit bingung.

“Dia Marina, mau…”

“Perkenalkan saya Marina, sebenarnya saya mencari mantri bernama Rudi. Apakah di sini tempatnya?”

“Saya sudah berkeliling ke sana kemari, kata orang di sekitar sini”

Ucapan Marina begitu ramah, selain itu logatnya bukan orang dari daerah sini.

Hal itu terlihat juga dari penampilan Marina terlihat elegan meski dengan kemeja putih serta celana jeans hitam.

“Mbak, saya tadi sudah bilang kalau di sini mantrinya bernama Juned, bukan Rudi.” Sahut Lilis agak kesal kemudian melenggang keluar.

Tinggallah Juned dan Marina di dalam klinik, kemudian Marina mulai menjelaskan maksud kedatangannya di klinik itu.

“Saya ingin berobat, saya dapat rekomendasi dari teman. Mantri itu bisa menyembuhkan penyakitku ini.”

Juned seperti mengetahui nama itu, yang bernama Rudi. “Sepertinya kamu salah alamat mbak, mungkin mantri yang mbak maksud ada di kota sebelah.”

Marina merasa kecewa karena Mantri yang di hadapannya bukan yang dicari selama ini. Dia sudah capek setelah berkeliling, tubuhnya tidak bisa bertahan jika harus bepergian lagi.

“Ini mungkin waktu yang tepat untuk membuktikan kekuatanku.” Batin Juned sambil menyilangkan kedua tangannya di dada.

Sebagai seorang mantri Juned bertanya kepada Marina, “Kalau boleh tahu, penyakit apa yang kamu derita?”

Marina menghela nafas sejenak dan menatap Juned dengan saksama, ada perasaan tak yakin terhadap Juned.

“Saya juga tidak tahu, tapi sudah sebulan ini saya sesak nafas dan kalau kecapekkan, muncul rasa yang sangat nyeri banget di sini.” Kata Marina menunjuk bagian atas dadanya.

“Apa sebelumnya punya riwayat penyakit pernafasan?” Juned terus bertanya kepada pasiennya agar mendapat hipotesis yang baik.

Marina hanya menggelengkan kepala, dia pasrah jika memang penyakitnya tak bisa di sembuhkan. Segala macam usaha telah dilakukan namun tak membuahkan hasil.

“Bolehkah memeriksa?” Juned bersiap dengan stetoskop yang menggantung di leher.

Awalnya Marina berpikir bahwa Juned tak akan mampu menyembuhkannya, tapi dia membiarkan saja Juned untuk mencoba.

“Silakan duduk di sini!” Perintah Juned agar Marina duduk di tepian ranjang periksa.

Marina hanya menurut dan segera duduk di ranjang,

Juned mulai menempelkan stetoskop ke dada untuk memulai proses pemeriksaan. Dilanjutkan dengan lidah dan pupil mata Marina.

“Semua tampak normal sejauh ini.” Kata Juned setelahnya.

Bahu Marina terkulai lemas, sudah menduga Juned akan berkata demikian,

Juned melanjutkan pemeriksaannya, dia mengambil alat untuk mengukur tekanan darah. “Boleh di singsingkan lengan bajunya.”

Marina masih menurut saja dan segera menyingsingkan lengan bajunya.

“Maaf mas, sepertinya bagian ini tidak bisa tersingkap kalau sampai atas.” Ujar Marina sambil menunjukkan lengan yang tersingkap separuh saja.

“Kalau seperti itu ya enggak bisa, mbak.” Ujar Juned dengan nada kesal.

Marina kembali terus memaksa menarik lengan bajunya, namun seberapa keras dia berusaha, masih tetap tidak bisa.

“Terus bagaimana, mas? Masa saya harus lepas baju.” Celetuk Marina.

Juned terkejut dengan ucapan Marina, namun untuk menunjukkan profesionalitasnya. Juned melarangnya seperti itu.

Juned merasa kebingungan apa yang harus dilakukan, sementara Marina kembali pasrah jika memang penyakitnya tak bisa disembuhkan.

Di tengah kebingungan, tiba-tiba muncul sesuatu yang mengejutkan Juned.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Hengky Sin
mantap bosku , lanjutan nya
goodnovel comment avatar
Bas Sinaga
lanjut part selanjutnya...
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 470

    “HORE! HIDUP JUNED!”Sorak-sorai kemenangan warga desa masih bergema di udara ketika Nyonya Lim memandang dengan para warga desa dari kejauhan. Wanita itu mendekat dengan elegan, langkahnya tenang dan penuh wibawa bagai macan yang memasuki wilayah kekuasaannya. Semua mata tertuju padanya, termasuk Juned yang masih dikelilingi warga.Dia berjalan mendekati Anton yang masih berlutut di tanah, tubuhnya terguncang oleh isakan yang memilukan. Wajah Anton yang babak belur dan penuh debu tampak begitu memprihatinkan di bawah sinar matahari pagi.Nyonya Lim berdiri di depan Anton, memandangnya dengan pandangan dingin, tanpa sedikitpun belas kasihan. “Kau lihat, Anton?” ujarnya dengan suara yang jelas terdengar oleh semua orang. “Inilah akhir dari setiap keserakahan yang tidak mengenal batas.”Anton mengangkat kepalanya, matanya yang bengkak dipenuhi rasa takut dan keputusasaan. “Nyonya Lim... tolong... aku mohon...”“Diam,” potong Nyonya Lim tajam. “Kau sudah kehilangan hak untuk berbicara.”

  • Tukang Pijat Super   Bab 469

    Udara pagi yang semula dingin dan diselimuti kabut, kini berubah menjadi panas oleh amarah yang lama terpendam. Anton, berdiri terhuyung dengan wajah babak belur, matanya menyala-nyala seperti binatang yang terkepung. Di depannya, Juned berdiri tegak, tubuhnya penuh luka tapi sorot matanya tajam bagai pedang. Tapi yang membuat Anton benar-benar terpojok adalah barisan di belakang Juned. Warga desa yang selama ini ia anggap sebagai kawanan domba penurut, kini berdiri dengan batu, kayu, dan pacul di tangan. Wajah-wajah mereka yang biasa tunduk kini dipenuhi tekad membara.“Kalian pikir segelintir petani kotor bisa mengalahkan kami?!” teriak Rico, tangan kanan Anton, sambil mengacungkan golok pendek. Suaranya menggertak, tapi ada getar ketakutan di dalamnya. Ia dan lima anak buahnya yang tersisa mundur selangkah, membentuk formasi perlindungan di sekitar Anton yang nyaris tak berdaya.Pak Darmin, lelaki berotot yang selama ini dikenal pendiam, maju selangkah. Tangannya yang kekar mencen

  • Tukang Pijat Super   Bab 468

    “SUDAH CUKUP, JUNED!”Teriakan itu datang, tajam dan berwibawa, memotong ketegangan yang mencekik. Suara yang familiar bagi sebagian warga, terutama bagi Pak Samijo yang wajahnya langsung pucat pasi.Semua kepala menoleh. Sebuah mobil sedan sederhana berhenti di belakang kerumunan. Keluarlah seorang wanita dengan saree elegan, wajahnya tampak lelah namun penuh kewibawaan. Dia adalah Bu Ratna, mantan istri Pak Samijo dan pemimpin sebelumnya dari Cakra Buana.“Bu Ratna?” gumam beberapa warga tua, heran melihatnya kembali.Dia berjalan mendekat, langkahnya pasti, mengabaikan tatapan takjub dan heran. Matanya yang tajam menyapu kerumunan sebelum akhirnya tertuju pada Juned yang babak belur dan Anton yang masih dengan congkaknya.“Lihatlah mereka, Juned!” hardik Bu Ratna, suaranya bergetar bukan karena takut, tapi karena kemarahan dan kekecewaan yang mendalam. Dia menunjuk ke arah warga yang membeku. “Lihatlah baik-baik orang-orang yang kau bela ini!”Juned mencoba memusatkan pandangannya

  • Tukang Pijat Super   Bab 467

    “Ini bukan tentang menang atau kalah, Anton,” ujar Juned, suaranya lantang sehingga terdengar oleh warga yang berkerumun, termasuk Pak Samijo yang masih terpana. “Ini tentang membayar hutang. Hutangmu pada desa ini. Hutangmu pada setiap keluarga yang berasal dari desa ini.”Juned menunjuk ke bangunan klub malam yang terbengkalai di sebelah rumahnya. “Kau mengubah warisan kakekku menjadi tempat kekotoranmu. Kau meracuni tanah dan air kami dengan tambangmu. Kau menyiksa orang-orang yang tidak berdaya, seperti Lastri... dan tanteku, Lilis!”Anton tertawa getir, hampir histeris. “Bodoh! Kalian semua bodoh! Di dunia ini yang penting adalah uang dan kekuasaan! Dan aku memilikinya! Aku... aku...” Teriakannya teredam ketika dia menyadari bahwa uang dan kekuasaannya telah lenyap. Ekspresinya berubah menjadi putus asa.“Tidak, Anton,” sergah Juned, suaranya menggelegar penuh keyakinan. “Yang kau miliki sekarang hanya rasa malu. Lihatlah sekelilingmu.” Juned menunjuk ke arah warga yang mulai be

  • Tukang Pijat Super   Bab 466

    Perjalanan ini terasa seperti mimpi. Beberapa jam yang lalu, dia adalah seorang penyusup yang putus asa. Sekarang, dia duduk di samping seorang wanita yang dengan mudah meruntuhkan kerajaan seorang Anton, dan pulang dengan status yang sama sekali berbeda.Nyonya Lim tampak tenang, sesekali melihat dokumen di tabletnya, seolah perjalanan ini adalah urusan bisnis biasa.“Apakah kau siap?” tanya Nyonya Lim tiba-tiba, tanpa mengangkat pandangannya dari tablet.“Untuk apa?” jawab Juned.“Untuk menghadapi masa lalumu. Untuk menjadi orang yang berbeda di mata orang-orang yang mengenalmu sebagai anak desa yang biasa saja,” jelasnya. “Kekuatanmu akan mengubah segalanya. Termasuk caramu memandang desamu, dan cara mereka memandangmu.”Juned tidak langsung menjawab. Dia ingat ejekan, ingat rasa tidak berdaya, ingat bagaimana keluarganya berjuang melawan perusahaan Anton.“Aku selalu siap,” gumamnya akhirnya. “Hanya saja, dulu aku tidak punya kekuatan untuk melawan.”“Sekarang kau memilikinya,” sa

  • Tukang Pijat Super   Bab 465

    Limusin itu berhenti di depan menara pencakar langit yang megah, tempat kantor pusat Grup Anton Perkasa berdiri. Berbeda dengan penyusupan gelap-gelapan ke rumahnya, kali ini Juned masuk melalui pintu utama, disamping Nyonya Lim yang langkahnya penuh wibawa. Para satpam hanya memberi hormat dalam-dalam, tidak berani menanyakan identitas Juned.Mereka naik lift eksklusif menuju lantai paling atas. Koridor sepi dan mewah, berlapis karpet tebal. Tanpa mengetuk, Nyonya Lim mendorong pintu kayu berukir yang megah, menuju ruang kerja utama Anton.Ruangan itu luas dan mewah, dengan pemandangan kota yang memukau. Namun, ruangan itu kosong. Tidak ada Anton yang terpojok, tidak ada konfrontasi dramatis.Nyonya Lim berjalan langsung ke meja kerja megah Anton dan menghidupkan komputer. Dengan beberapa klik, dia memasukkan sebuah device USB. Layar komputer berpendar, dan berbagai jendela data terbuka dengan cepat.“Kekuasaan sejati,” ujar Nyonya Lim tanpa menoleh pada Juned, “tidak selalu membutuh

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status