Share

Bab 5

Penulis: Frands
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-31 19:16:50

Lilis yang sedari tadi meringkuk ketakutan dengan tubuh gemetar.

Sambil menangis dia berkata lirih, “tolong.. berhenti..”

Anton dan para Anak buahnya kembali bersiap menghantam Juned beramai-ramai.

Namun sebuah teriakkan kencang memekik di telinga setiap orang. “Hentikaaan!! Anton kumohon jangan sakiti dia lagi. Aku akan melakukan apa yang kamu mau. Asal berhenti menyakiti Juned.” Lilis berteriak histeris sambil menangis.

Juned terkejut mendengar perkataan itu. “Apa yang kamu bicarakan, Tante? Jangan bicara yang tidak-tidak.”

Lilis yang sudah dipenuhi ketakutan justru memarahi Juned. “Diamlah Juned, Aku tak ingin melihatmu dihajar seperti itu.”

Sementara Anton langsung mengangkat satu tangannya memberikan isyarat berhenti kepada anak buahnya.

Anton mendekati Lilis yang meringkuk, “Kalau seperti ini kan tak perlu ada kekerasan, sayang.” Tangan Anton membelai wajah Lilis hingga ke leher jenjangnya.

“Tante, Jangan mau menerima tawaran bajingan itu…”

“Cukup Juned, cukup, jangan bicara lagi. Ini keinginanku sendiri.”

Anton berdiri kemudian diikuti oleh para Anak buahnya. “Pertukaran akan dilakukan dalam beberapa hari ke depan. Jika kalian tak menepati kesepakatan, pasti tahu kan akibatnya, Ha ha ha.”

Anton tertawa puas dan melenggang pergi meninggalkan klinik tersebut.

Lilis bergegas menghampiri Juned, banyak sekali luka lecet di tubuh keponakannya itu.

Setelah dipastikan Anton dan komplotannya sudah pergi jauh, tiba-tiba Vivi muncul dari balik semak-semak.

“Juned, maafkan aku. Semuanya jadi seperti ini karena suamiku.” Kata Vivi yang langsung bersimpuh di depan Juned.

“Tak perlu meminta maaf, aku akan menghajar Anton dan anak buahnya jika bertemu lagi.” Ucap Juned dengan tenang.

Vivi tersipu dan merasa terharu mendengarnya.

“Sudah, jangan berkata bodoh!. Kita hanya orang kecil, Mereka itu punya kuasa dan tak ada yang berani di desa ini.” Lilis marah kepada Juned yang sembrono.

Juned hanya diam tak ingin berdebat lagi dengan tantenya. Meskipun tubuhnya banyak lecet namun dia tak merasakan apa-apa.

Suasana kembali tenang, Lilis meminta ijin kepada Juned, “aku mau pergi sebentar, persediaan salepnya tinggal ini saja.” Sambil memberikan salep kepada Vivi.

“sekalian mau beli persediaan yang lainnya” Lilis melenggang pergi meninggalkan Juned dan Vivi berdua di dalam klinik.

Juned duduk di tepi ranjang , sementara Vivi berdiri di depannya. Mereka berdua dalam posisi yang sangat dekat.

Vivi mengusap bekas-bekas pukulan Anton dan komplotannya, hingga gundukan nikmat miliknya yang menonjol begitu dekat dengan wajah Juned. Membuat bagian bawah Juned bereaksi.

Vivi terkejut melihat barang milik Juned bereaksi. Dengan sengaja dia justru menempelkan dadanya ke wajah Juned.

Mata Juned terperanjat saat semangka kembar Vivi menempel di wajahnya. Juned merasakan Jantung Vivi yang berdebar.

Tiba-tiba nafas Vivi memburu kencang menuangkan hasrat yang selama ini terpendam. Istri Jawara itu terus menggesek-gesekkan dada montok nan padat di wajah Juned.

“Bukannya kamu memiliki kelainan kejantanan, Jun?” Tanya Vivi tiba-tiba menghentikan aksinya dan menatap Juned.

Juned menggelengkan kepala dengan muka memerah seperti tomat yang siap di panen.

“Berarti kamu belum pernah melakukan begituan sama sekali?” Tanya Vivi dengan lirih.

Juned kembali menggelengkan kepala dan berkata, “Engga ada wanita yang mau sama aku bahkan menghindar karena rumor itu.”

“Kamu mau begituan?” Tiba-tiba tangan Vivi meraih batang Juned dan menyentuhnya dengan lembut, jari-jarinya yang lentik menarik di area sensitif milik Juned.

Jantung Juned berdegup kencang serasa ingin copot, Tubuhnya menggelinjang merasakan sensasi yang luar biasa.

Tangan kanan Vivi terus bergerilya di antara kedua kaki Juned yang tertutup celana berbahan kain, sementara tangan kirinya membelai tubuhnya sendiri.

Seperti cacing kepanasan tubuhnya ikut menggeliat tak tentu arah.

“Kalau kamu mau, lakukan sekarang denganku. Sudah lama aku tak disentuh Mas Anton, sshh.” Bibir merah yang ranum meracau tak karuan.

Ini adalah pertama kali Juned merasa sama seperti laki-laki normal, Juned merasa gugup saat ini.

Juned hendak membalas sentuhan Vivi ketika suara Lilis tiba-tiba terdengar. “Terima kasih ya, Vi. Sudah membantu merawat Juned.”

Vivi langsung melepaskan sentuhannya dengan cepat, berharap Lilis tak melihat apa pun. “Engga apa-apa mbak, sudah tanggung jawabku. Ini semua akibat ulah suamiku.”

Dia merasa bersalah dan langsung duduk di sebuah kursi. Wajahnya cantiknya memerah.

“Vivi jangan terlalu dipikirkan, suamimu memang seperti itu. Kalau kita semakin melawan Dia akan semakin menjadi-jadi.” Lilis menjelaskan dengan sedikit penyesalan.

Dia telah menerima tawaran untuk bertukar dengan Vivi, entah bagaimana perasaan Vivi tahu.

“Mbak… soal pertukaran kita. Apa kamu benar-benar serius?” Tanya Vivi dengan wajah menunduk penuh kegelisahan.

Lilis mendekati Vivi dan menepuk pundaknya, “Ucapan itu keluar begitu saja dari mulutku. Aku hanya ingin menyelamatkan Juned saja.”

Mereka berdua berpelukan saling memberikan dukungan, Lilis sadar apa yang dikatakannya itu salah. Namun keadaanlah yang memaksa

Suka ataupun tidak, tak ada daya dan upaya untuk menolaknya.

Vivi kembali gelisah, dia berbohong bahwa ada urusan dan pergi tergesa-gesa.

Juned memandang punggung Vivi yang pergi sambil tertegun.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Super   Bab 389

    Selama di dalam mobil Juned terus gelisah memikirkan kelakuan Adit pada Tania. Tangannya mengepal lebih erat hingga telapaknya memutih.“Apa kau masih memikirkan hal tadi?” Tangan Tania tiba-tiba berada di atas kepalan tangan Juned.“Jangan terlalu dipikirkan, orang yang banyak bicara seperti dia, biasanya adalah orang yang lemah.” Lanjut Tania sambil mengelus tangan Juned. “Tak ada orang yang lebih perkasa dirimu, sayang.”Kepalan tangan Juned mengendur perlahan, matanya menatap Tania begitu dalam. “Aku hanya ingin tahu kenapa orang sepertinya begitu berani menggoda orang yang memiliki kedudukan lebih besar darinya?” “Mungkin dia merasa bisa mengendalikan orang penting sebelumnya.” Celetuk Tania sambil menoleh ke arah kursi depan.Pak Haryo yang samar-samar mendengarkan obrolan mereka dari depan, tak berani menyahuti ataupun menginterupsi. Dia hanya duduk sambil sesekali membenarkan posisi duduknya seolah merasa tak nyaman.Setelah melewati beberapa menit perjalanan, mobil mew

  • Tukang Pijat Super   Bab 388

    “Adit! Tolong jaga ucapanmu!” Pak Haryo sedikit melotot mendengar ucapan Adit. “Beliau adalah direktur Cakra Buana.”Tania tersipu sambil menjabat tangan Adit. “Tak apa kok, Pak Haryo. Hal itu juga perlu agar tidak kaku antara pimpinan dan staf.” Juned mengangkat alis, tapi Pak Haryo hanya menunduk tak berani menatap mata Juned. “Maaf kalau tidak nyaman, Pak Juned. Dia memang selalu begitu kalau lihat wanita cantik. Tapi jangan khawatir, pekerjaannya sangat profesional.” Ir. Wahyu Aditya memamerkan senyum putihnya. “Kalau urusan kerjaan tetap nomor satu dong. Bu Tania mau lihat proses produksi kita? Saya temani langsung biar lebih... mendetail,” ujarnya sambil memberi kode mata ke Tania.Aditya menuntun langkah mereka menuju area produksi yang jaraknya 20 meter dari ruang kerjanya.Area produksi PT Semarak ternyata jauh lebih luas dari yang dibayangkan Tania. Lorong-lorong bersih dengan lantai kuning terang membentang di antara deretan mesin otomatis yang bekerja dengan presisi

  • Tukang Pijat Super   Bab 387

    Masih berada di meja kafetaria."Yang kedua," lanjut Pak Haryo, jarinya menunjuk ke arah jendela kantin dimana beberapa karyawan sedang bercengkerama, "perhatikan orang-orangmu. Mereka adalah bumbu-bumbu yang membuat perusahaan ini berasa." Tania mengangguk serius, mengambil notes kecil dari tasnya dan mulai mencatat. "Lalu bagaimana dengan mengambil keputusan sulit?" "Ah!" Pak Haryo mengangkat jari, "itu seperti makan sambal—awalnya pedas, tapi kalau sudah biasa malah ketagihan. Ambil keputusan dengan data, tapi jangan lupakan insting."Pak Haryo menyelesaikan kopinya dengan satu tegukan terakhir, lalu meletakkan cangkir di atas nampan dengan bunyi *klink* yang penuh arti. “Bagaimana jika kita kunjungi pabrik saya setelah ini?” tawarnya, matanya berbinar antusias. “Mobil saya bisa membawa kita langsung dari sini.” Tania mengerutkan kening, sendoknya berhenti di atas semangkuk sup yang masih hangat. “Tapi apakah tidak masalah jika saya meninggalkan kantor? Saya baru saja menjab

  • Tukang Pijat Super   Bab 386

    “Hai Devina!” Sapanya dengan ramah. Tania melambai ke arah Devina yang masih menunduk.“Devina ingin ikut melihat kantor Cakra Buana,” kata Pak Haryo sambil menepuk punggung istrinya. “Dia bilang butuh inspirasi untuk penggalangan dana yang biasa dia adakan.”“Begitu ya,” Tania menyambut mereka dengan senyum profesional. “Silakan duduk. Aku baru saja tadi pagi diberitahu tentang—” “Tentang proyek baru antara Cakra Buana dan kami, tentu!” Pak Haryo menyela sambil mengeluarkan setumpuk dokumen dari tas kulitnya. “Kita perlu tanda tanganmu hari ini juga.” Devina akhirnya mengangkat wajah, pipinya memerah saat pandangannya tak sengaja bersenggolan dengan Juned. “R-ruangan ini sangat... luas,” ujarnya gagap, jari-jarinya memainkan tas kecilnya.Juned dengan sopan berpura-pura tidak memperhatikan, tapi Tania—dengan naluri tajam seorang istri—menangkap gelagat itu. Matanya menyipit sepersekian detik sebelum kembali profesional. Tania duduk di belakang meja kerjanya yang masih baru, tan

  • Tukang Pijat Super   Bab 385

    “Biarkan saja mereka tahu dengan sendirinya.” Gumam Juned sebelum akhirnya berjalan menuju kamar Tania.Juned menyibak tirai kamar Tania tanpa mengetuk. Wanita itu sedang berdiri di depan cermin, jemarinya yang gemetar mencoba memasang kancing di lingkar lehernya.“Kau yakin bisa memimpin Cakra Buana?” Juned bersandar di pintu, menatap bayangan Tania di cermin. “Kau bahkan tak pernah belajar tentang bisnis." Tangan Tania berhenti bergerak. "Aku tahu angka-angka itu seperti bahasa alien," bisiknya, suaranya tiba-tiba kecil. "Tapi Bu Ratna bilang ini hanya sementara. Aku cuma perlu tanda tangani dokumen, tunjukkan senyum manis di depan klien..."Juned melihat bagaimana pundak Tania menegang di balik kemeja putihnya. "Dan kalau ada masalah? Kalau ada yang mencurigakan?" Tania memutar badan, matanya berbinar aneh. "Itu sebabnya aku punya kau, bukan?" Ucapannya terdengar seperti rayuan, tapi ada sesuatu yang rapuh di baliknya—ketakutan anak kecil yang berpura-pura dewasa.Juned menger

  • Tukang Pijat Super   Bab 384

    Juned memungut kaos oblong dan celana kolor yang ada di lemari.“Aku harus pergi,” gumamnya sambil membuka pintu kamar selambat mungkin.Kabut tipis menyelimuti ruang tamu megah yang semalam dipenuhi tawa dan jeritan. Juned berdiri di depan pintu kamar, tubuhnya kaku bagai patung yang takut bergerak. Bau alkohol dan sesuatu yang lebih tajam—mungkin keringat, mungkin darah—menggelitik tenggorokannya. Dua pelayan dengan seragam compang-camping sedang membersihkan sisa-sisa pesta. Mereka bergerak seperti robot, mata kosong menatap lantai marmer yang bernoda merah anggur. Salah seorang pelayan tua—badannya bungkuk seperti pohon yang terlalu lama diterpa badai—mengangkat kepalanya ketika Juned lewat. “Tuan sebaiknya makan sesuatu,” bisiknya, suaranya parau seperti kertas ampelas. Tangannya yang berurat menunjuk ke arah teras belakang dimana piring-piring sarapan tersusun rapi, kontras dengan kekacauan di dalam rumah. Juned tidak menjawab. Matanya tertarik pada sofa kulit hitam di s

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status