Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Bisakah Kamu Sedikit Nakal?

Share

Bisakah Kamu Sedikit Nakal?

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-04-14 08:14:16

Langkah kaki Adit dan Bayu terdengar mantap saat mereka menaiki anak tangga menuju lantai utama klub. Di belakang mereka, suasana basement seolah masih bergema oleh umpatan kasar Aldino yang akhirnya menyerah setelah merasa tak berdaya.

Tapi tugas mereka selesai anak pejabat itu akhirnya pergi dengan mobil mewahnya, melaju dengan cepat meninggalkan basement.

Adit dan Bayu tak tahu apakah Aldino nanti bisa pulang dengan selamat atau tidak dalam kondisinya yang seperti itu.

Di ruang VIP, Renata masih duduk anggun di sofa panjang. Sebatang rokok baru mengepul di antara jari-jarinya. Matanya menatap layar monitor CCTV di meja, memperhatikan seluruh sudut ruangan. Saat mendengar pintu dibuka, ia menoleh dan menyambut keduanya dengan anggukan ringan.

“Sudah beres?” tanyanya singkat.

Bayu yang menjawab lebih dulu. “Sudah, Bu. Dia pergi. Tapi sebelum naik mobil, dia sempat melotot dan bilang dia nggak bakal lupa kejadian malam ini.”

Renata mendengus kecil, lalu mematikan rokoknya di asbak kri
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Juna Edi
Kecewa, nanggung, nunggu cerita berikutnya sudah malas
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Kencan Yang Terganggu Masalah

    Adit kini mengemudikan mobil mewah milik Renata menuju ke sebuah restoran yang diinginkan oleh si boss cantiknya itu. 30 menit mengendara dari rumah, melewati jalanan yang kebetulan tak begitu ramai, akhirnya mereka tiba juga.Restoran mewah di lantai 3 itu menawarkan pemandangan kota yang memukau. Lampu-lampu gedung berkilauan seperti kunang-kunang besar di kegelapan malam, menciptakan panorama yang hampir magis. Di salah satu meja dekat jendela besar, Renata dan Adit duduk berhadapan, dipisahkan oleh lilin kecil yang berpendar lembut."Kamu suka steaknya?" tanya Renata sambil menyesap wine merah di gelasnya. Cahaya lilin menari-nari di wajahnya, menerangi garis-garis wajahnya yang tegas namun feminin."Enak sekali, Kak," jawab Adit jujur. Ia baru saja mencicipi steak termahal dalam hidupnya; daging Wagyu A5 yang meleleh di mulut.Renata tertawa kecil, suaranya melodik di tengah alunan piano yang dimainkan live di sudut restoran. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, membuat Adit bisa m

  • Tukang Pijat Tampan   Mau Diapakan?

    “M-mau pijit di sini kak Ren?” tanya Adit dengan ekspresi heran.“Hahaha! Kamu anggap aku serius? Ini bahkan masih sore. Aku tidak mau tepar setelah kamu pijit. Nanti malam saja. Kita akan ada urusan nanti. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat setelah makan malam. Hmm, ya sudah kita siap-siap saja deh. Ganti bajumu. Oh iya, di lemarimu, sudah ada baju-baju baru yang aku belikan ya. Jadi jangan sampai lagi aku melihat kamu pakai baju lamamu!” kata Renata.“Hah?” Adit kaget, sedikit tercengang dengan perkataan Renata yang terdengar begitu serius namun disampaikan dengan nada santai. Ia memang tak bisa terlalu menanggapi hal itu dengan serius karena sikap Renata yang selalu santai dan sedikit tegas, tetapi kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Renata tidak pernah mengungkapkan hal-hal semacam itu sebelumnya.“Kamu tadi belum buka lemari?” tanya Renata, menoleh dengan sedikit cemas, seolah ingin memastikan.“Belum. Buru-buru kak, ambil baju dari tasku…” jawab Adit dengan sedikit kebing

  • Tukang Pijat Tampan   Kembali Bekerja

    Matahari mulai tenggelam ketika Adit menghentikan mobil Laras di depan rumahnya. Sedari tadi, ponsel Adit sering berbunyi. Namun ia tak mengangkatnya; dan ia tahu, yang menelefon adalah Renata.Larasati pun juga mengetahui jika ponsel Adit berbunyi. Saat Laras bertanya, Adit menjelaskan; bahwa ia sudah ditunggu bosnya."Maaf ya Laras… aku buru-buru harus kembali…”Larasati mengangguk meski ia tak ikhlas harus berpisah lagi dengan Adit, "Kapan kita bisa bertemu lagi?""Mungkin akhir pekan nanti? Lima atau enam hari lagi?" jawab Adit ragu.Larasati tersenyum tipis, meski matanya menyiratkan kekecewaan. "Baiklah. Jaga dirimu, ya. Dan ingat apa yang diajarkan Mbah Joyo.""Tentu," Adit mengangguk. "Kamu juga. Tetap berlatih, dan... berhati-hatilah."Mereka berdiri canggung selama beberapa detik. Ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan; tentang kekuatan baru mereka, tentang bahaya yang mengintai, tentang perubahan besar dalam hidup mereka. Tapi waktu tidak berpihak pada mereka saat ini.

  • Tukang Pijat Tampan   Menyembunyikan Dan Mengendalikan Kekuatan

    Setelah pertarungan itu, Mbah Joyo membimbing mereka kembali ke dalam pondoknya. Tubuh Adit masih gemetar akibat penggunaan kekuatan yang besar, sementara Larasati nampak cemas melihat kondisi sahabatnya barunya itu.Mbah Joyo mengambil beberapa daun kering dan rempah-rempah dari toples yang tersimpan di rak dapurnya, lalu menyeduhnya dengan air panas."Minumlah," kata Mbah Joyo, menyodorkan secangkir ramuan herbal kepada Adit. "Ini akan memulihkan tubuhmu."Adit menerima cangkir itu dan meminumnya perlahan. Rasa pahit yang diikuti kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya, memberikan sensasi tenang yang aneh."Terima kasih," ucap Adit, merasakan kekuatannya berangsur pulih. "Sebenarnya itu tadi... apa yang saya lakukan? Saya merasa kadang tidak berpikir saat melawan dua orang itu. Seolah, tubuh ini bergerak sendiri…"Mbah Joyo duduk bersila di hadapan mereka, wajahnya yang berkeriput menyiratkan keseriusan. "Kau baru saja menunjukkan potensi kekuatan yang kau miliki. Tapi menggunakanny

  • Tukang Pijat Tampan   Dua Orang Asing Datang

    Larasati menutup matanya sejenak, mencoba memperdalam konsentrasinya. Ia bisa merasakan getaran energi yang semakin mendekat, seperti gelombang yang merambat melalui tanah di bawah kaki mereka."Dua orang," gumamnya pelan. "Seorang laki-laki dan perempuan. Mereka... berbeda. Energi mereka terasa dingin, seperti kabut di pegunungan yang menusuk tulang."Mbah Joyo mengangguk perlahan. Garis-garis di wajahnya yang sudah menua semakin dalam saat ia memejamkan mata, membuka indera keenamnya."Benar. Mereka bukan orang biasa. Mereka sudah terlatih, tapi berbahaya. Mereka pasti bagian dari sekte itu."Adit yang sedari tadi hanya mendengarkan, bangkit dari duduknya. Rahangnya mengeras dan tangannya terkepal. " Kalau mereka mencari masalah, biar aku yang hadapi. Hanya dua kan. Mungkin aku bisa melawannya. Kita tak bisa terus lari, Laras…"Mbah Joyo menatap Adit dengan senyuman tipis yang misterius. "Kau berani, Nak. Itu bagus. Dan kau benar, kadang-kadang kita memang harus berhenti lari dan me

  • Tukang Pijat Tampan   Di Kaki Gunung

    Sementara Adit bergegas ke kamarnya untuk berkemas, Laras berdiri di dekat jendela, matanya menyapu jalanan di depan rumah Adit. Entah kenapa, ia merasa sedang diawasi. Kemampuan barunya untuk membaca aura dan energi memberikan perasaan tidak nyaman; seperti ada kehadiran asing di sekitar mereka.Di kamar, Adit segera berganti pakaian dan membawa apa saja yang perlu dibawa."Sudah siap?" tanya Laras saat Adit keluar dari kamar dengan tas kecilnya."Sudah," jawab Adit, meski dalam hatinya ia merasa sama sekali tidak siap untuk apa pun yang akan mereka hadapi.Mereka berjalan ke mobil Laras. Sebelum masuk, Adit menoleh ke rumah kecilnya. Entah kenapa, ia merasa mungkin tidak akan kembali dalam waktu dekat."Tenang saja," Laras seolah bisa membaca kekhawatirannya. "Kita akan kembali. Tapi kita perlu belajar mengendalikan ini dulu," ia mengangkat tangannya yang sempat berpendar dengan cahaya ungu.Adit mengangguk dan masuk ke mobil. Saat mesin dihidupkan dan mobil mulai bergerak, ia meras

  • Tukang Pijat Tampan   Mencari Guru

    Di rumahnya yang megah, Larasati berbaring di ranjang king size-nya, menatap langit-langit kamar yang tinggi. Rumah besar ini terasa lebih sunyi dan dingin setelah menghabiskan waktu di rumah kecil Adit yang hangat.Ia menutup mata, mencoba merasakan sisa-sisa energi Adit yang masih terasa di tubuhnya. Seperti bekas sentuhan yang tidak bisa dihapus, energi itu masih berdenyut lembut di bawah kulitnya, mengingatkannya pada sensasi luar biasa yang ia rasakan di bawah sentuhan pria itu."Kenapa kamu tidak menahanku, Adit?" bisiknya pada keheningan kamar.Ponselnya berbunyi sekali lagi. Ia membaca pesan dari Adit dan tersenyum. Ada banyak yang tidak terucap di antara mereka, banyak perasaan yang tertahan. Tapi mungkin ini memang belum waktunya. Mereka baru saja memulai perjalanan untuk memahami kekuatan mereka, untuk memahami ikatan aneh yang menghubungkan mereka.Laras bangkit dan berjalan ke jendela besar yang menghadap ke taman belakang rumahnya. Langit malam bertabur bintang, bulan se

  • Tukang Pijat Tampan   Saling Menunggu

    Mereka keluar dari kamar dengan perasaan yang campur aduk. Adit berjalan lebih dulu, berusaha menenangkan detak jantungnya yang masih berpacu cepat. Ia merapikan rambutnya yang berantakan dengan jari, mencoba terlihat normal meski pikirannya masih berkecamuk dengan apa yang baru saja terjadi.Larasati mengikuti di belakangnya, wajahnya masih merona. Tatapannya terus tertuju pada punggung Adit, seolah menunggu pria itu berbalik dan melanjutkan apa yang tadi terhenti. Namun Adit tidak berani; atau mungkin tidak menyadari tatapan itu."Kamu mau minum sesuatu?" tanya Adit, suaranya terdengar serak. Ia berdeham, berusaha menormalkan nada bicaranya."Air putih saja," jawab Laras, duduk di sofa ruang tamu. Tangannya masih sedikit gemetar.Adit mengambil dua gelas air dari dapur. Saat kembali, ia melihat Laras sedang memejamkan mata, seperti menikmati sensasi yang masih tersisa di tubuhnya. Pemandangan itu membuat tenggorokannya mengering. Ada dorongan kuat untuk kembali menyentuh gadis itu,

  • Tukang Pijat Tampan   Efek Lebih Kuat Dari Sebelumnya

    Kamar Adit sama sederhananya dengan bagian rumah lainnya; sebuah ranjang single dengan sprei putih bersih, lemari kayu kecil, dan meja kerja sederhana di sudut ruangan. Ada rak buku di dinding yang dipenuhi berbagai buku sekolahnya dulu, novel silat, dan buku-buku tua milik kakeknya.Larasati masuk dengan langkah ringan, matanya menjelajahi ruangan pribadi Adit dengan penuh ketertarikan. "Kamar yang nyaman," komentarnya sambil duduk di tepi ranjang.Adit berdiri canggung di ambang pintu, jantungnya berdegup kencang. Ini pertama kalinya ada wanita yang masuk ke kamarnya."Jadi... kamu mau kupijit bagian mana?" tanya Adit, berusaha terdengar profesional meski tangannya mulai berkeringat."Bahuku dan punggungku terasa kaku setelah semua kejadian hari ini," jawab Laras sambil menggerakkan bahunya yang terasa tegang. "Mungkin kamu bisa mulai dari situ?"Adit mengangguk. "Baiklah. Kamu bisa berbaring tengkurap."Laras melepas sweaternya, menyisakan kaos tipis berwarna putih yang memperlihat

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status