Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Di Tempat Karaoke

Share

Di Tempat Karaoke

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-05-13 11:03:58

Pria itu mengangguk dan berbisik sesuatu ke alat komunikasi di pergelangan tangannya. Adit mengikuti Renata dalam diam, pikirannya mulai dipenuhi kekhawatiran. Ia tidak membayangkan malam kencannya akan berakhir dalam situasi konfrontasi dengan oknum aparat bersenjata.

Mereka melewati lorong-lorong yang dihiasi lampu redup kemerahan dan lukisan-lukisan abstrak yang menggoda. Suara musik dan tawa sayup-sayup terdengar dari ruangan-ruangan pribadi yang mereka lewati, menandakan bahwa bisnis terus berjalan seperti biasa meskipun di bagian lain gedung sedang terjadi masalah.

Ketika tiba di lantai tiga, Renata berhenti di depan sebuah pintu ganda berwarna hitam. Ia menoleh pada Adit.

"Dengar," ucapnya pelan, "apapun yang terjadi di dalam, biarkan aku yang bicara. Jangan terpancing, oke?"

Adit mengangguk, meskipun ia merasakan adrenalin mulai mengalir deras di pembuluh darahnya.

Renata mendorong pintu itu terbuka, dan mereka disambut oleh ketegangan yang nyaris bisa disentuh. Ruangan itu cu
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter
Comments (1)
goodnovel comment avatar
andi_kuswandi.78
bagus, sekali ceritanya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Disergap Saat Subuh

    Renata terbangun dengan sentakan kaget. Matanya langsung terbuka lebar, memandang sekeliling kamar yang masih gelap. Ia membutuhkan beberapa detik untuk menyadari di mana ia berada; di kamarnya sendiri, di bawah selimut yang sekarang terasa terlalu panas untuk tubuhnya."Jam berapa ini?" gumamnya, meraih ponsel di meja samping tempat tidur. Layar menyala terang, menampilkan angka 4:07 pagi.Renata mendesah pelan. Ia merasakan dorongan kuat untuk ke kamar mandi. Bladdernya mendesak minta dikosongkan, membuatnya terpaksa bangkit meski tubuhnya masih terasa lemas.Saat berjalan ke kamar mandi, kilasan-kilasan kejadian semalam menghantam ingatannya seperti ombak. Bioskop. Adit. Kamar ini. Dan tentu saja sentuhan tangan Adit.Sembari mencuci tangan setelah selesai di toilet, Renata memandangi bayangannya di cermin. Wajahnya masih tampak lelah dan matanya mengisyaratkan campuran campuran penasaran dan tidak percaya."Itu bukan sekadar pijatan," bisiknya pada dirinya sendiri. "Bukan juga oba

  • Tukang Pijat Tampan   Lagi-Lagi Pesan Misterius

    Film akhirnya selesai. Layar menghitam dan lampu-lampu bioskop mulai menyala satu per satu. Adit berkedip beberapa kali, mencoba menyesuaikan mata dengan cahaya yang tiba-tiba membanjiri ruangan. Pikirannya masih berkabut, setengah sadar akan apa yang baru saja terjadi. Ia bahkan tidak ingat bagaimana film itu berakhir."Bagaimana menurutmu filmnya?" tanya Renata santai sambil merapikan rambutnya, seolah lima belas menit terakhir tidak pernah terjadi."Aku... aku tidak terlalu memperhatikan," jawab Adit jujur, suaranya masih terdengar serak.Renata tertawa kecil, matanya berkilat penuh kepuasan. "Yah, kurasa kita berdua memang punya definisi 'hiburan' yang berbeda."Mereka berjalan keluar dari bioskop dalam diam yang canggung; setidaknya bagi Adit. Sementara Renata tampak sama sekali tidak terganggu, langkahnya ringan dan percaya diri seperti biasa.Di dalam mobil, Adit kesulitan berkonsentrasi mengemudi. Pikirannya kacau balau. Antara rasa bersalah, kebingungan, dan sisa-sisa kenikma

  • Tukang Pijat Tampan   Di Bioskop

    Renata terpaku untuk beberapa saat, matanya menatap Adit dengan ekspresi kompleks; campuran keterkejutan, kebingungan, dan... sesuatu yang lain. Sesuatu yang lebih intens."Keamanan," akhirnya ia berkata, suaranya tenang namun tegas, "Bawa mereka keluar dari properti kita. Pastikan tidak ada yang melihat."Dua pria berbadan kekar yang sejak tadi berdiri di dekat pintu langsung bergerak, menyeret tubuh-tubuh yang tergeletak itu keluar ruangan. Salah satu dari mereka berbisik di telinga Renata sebelum pergi, dan wanita itu mengangguk singkat."Manager Lee," Renata beralih pada pria Asia paruh baya yang duduk dengan ekspresi tegang, "pastikan rekaman CCTV malam ini dihapus. Semua karyawan yang melihat kejadian ini harus tutup mulut. Berikan mereka bonus bulan ini.""Baik, Nyonya," jawab Manager Lee dengan patuh."Dan satu lagi," tambah Renata, "Besok pagi kita akan kedatangan tamu penting. Siapkan ruang VIP terbaik."Manager Lee mengangguk mengerti, tampak lega bahwa situasi kritis telah

  • Tukang Pijat Tampan   Di Tempat Karaoke

    Pria itu mengangguk dan berbisik sesuatu ke alat komunikasi di pergelangan tangannya. Adit mengikuti Renata dalam diam, pikirannya mulai dipenuhi kekhawatiran. Ia tidak membayangkan malam kencannya akan berakhir dalam situasi konfrontasi dengan oknum aparat bersenjata.Mereka melewati lorong-lorong yang dihiasi lampu redup kemerahan dan lukisan-lukisan abstrak yang menggoda. Suara musik dan tawa sayup-sayup terdengar dari ruangan-ruangan pribadi yang mereka lewati, menandakan bahwa bisnis terus berjalan seperti biasa meskipun di bagian lain gedung sedang terjadi masalah.Ketika tiba di lantai tiga, Renata berhenti di depan sebuah pintu ganda berwarna hitam. Ia menoleh pada Adit."Dengar," ucapnya pelan, "apapun yang terjadi di dalam, biarkan aku yang bicara. Jangan terpancing, oke?"Adit mengangguk, meskipun ia merasakan adrenalin mulai mengalir deras di pembuluh darahnya.Renata mendorong pintu itu terbuka, dan mereka disambut oleh ketegangan yang nyaris bisa disentuh. Ruangan itu cu

  • Tukang Pijat Tampan   Kencan Yang Terganggu Masalah

    Adit kini mengemudikan mobil mewah milik Renata menuju ke sebuah restoran yang diinginkan oleh si boss cantiknya itu. 30 menit mengendara dari rumah, melewati jalanan yang kebetulan tak begitu ramai, akhirnya mereka tiba juga.Restoran mewah di lantai 3 itu menawarkan pemandangan kota yang memukau. Lampu-lampu gedung berkilauan seperti kunang-kunang besar di kegelapan malam, menciptakan panorama yang hampir magis. Di salah satu meja dekat jendela besar, Renata dan Adit duduk berhadapan, dipisahkan oleh lilin kecil yang berpendar lembut."Kamu suka steaknya?" tanya Renata sambil menyesap wine merah di gelasnya. Cahaya lilin menari-nari di wajahnya, menerangi garis-garis wajahnya yang tegas namun feminin."Enak sekali, Kak," jawab Adit jujur. Ia baru saja mencicipi steak termahal dalam hidupnya; daging Wagyu A5 yang meleleh di mulut.Renata tertawa kecil, suaranya melodik di tengah alunan piano yang dimainkan live di sudut restoran. Ia mencondongkan tubuhnya sedikit, membuat Adit bisa m

  • Tukang Pijat Tampan   Mau Diapakan?

    “M-mau pijit di sini kak Ren?” tanya Adit dengan ekspresi heran.“Hahaha! Kamu anggap aku serius? Ini bahkan masih sore. Aku tidak mau tepar setelah kamu pijit. Nanti malam saja. Kita akan ada urusan nanti. Aku akan mengajakmu ke suatu tempat setelah makan malam. Hmm, ya sudah kita siap-siap saja deh. Ganti bajumu. Oh iya, di lemarimu, sudah ada baju-baju baru yang aku belikan ya. Jadi jangan sampai lagi aku melihat kamu pakai baju lamamu!” kata Renata.“Hah?” Adit kaget, sedikit tercengang dengan perkataan Renata yang terdengar begitu serius namun disampaikan dengan nada santai. Ia memang tak bisa terlalu menanggapi hal itu dengan serius karena sikap Renata yang selalu santai dan sedikit tegas, tetapi kali ini ada sesuatu yang terasa berbeda. Renata tidak pernah mengungkapkan hal-hal semacam itu sebelumnya.“Kamu tadi belum buka lemari?” tanya Renata, menoleh dengan sedikit cemas, seolah ingin memastikan.“Belum. Buru-buru kak, ambil baju dari tasku…” jawab Adit dengan sedikit kebing

  • Tukang Pijat Tampan   Kembali Bekerja

    Matahari mulai tenggelam ketika Adit menghentikan mobil Laras di depan rumahnya. Sedari tadi, ponsel Adit sering berbunyi. Namun ia tak mengangkatnya; dan ia tahu, yang menelefon adalah Renata.Larasati pun juga mengetahui jika ponsel Adit berbunyi. Saat Laras bertanya, Adit menjelaskan; bahwa ia sudah ditunggu bosnya."Maaf ya Laras… aku buru-buru harus kembali…”Larasati mengangguk meski ia tak ikhlas harus berpisah lagi dengan Adit, "Kapan kita bisa bertemu lagi?""Mungkin akhir pekan nanti? Lima atau enam hari lagi?" jawab Adit ragu.Larasati tersenyum tipis, meski matanya menyiratkan kekecewaan. "Baiklah. Jaga dirimu, ya. Dan ingat apa yang diajarkan Mbah Joyo.""Tentu," Adit mengangguk. "Kamu juga. Tetap berlatih, dan... berhati-hatilah."Mereka berdiri canggung selama beberapa detik. Ada banyak hal yang ingin mereka bicarakan; tentang kekuatan baru mereka, tentang bahaya yang mengintai, tentang perubahan besar dalam hidup mereka. Tapi waktu tidak berpihak pada mereka saat ini.

  • Tukang Pijat Tampan   Menyembunyikan Dan Mengendalikan Kekuatan

    Setelah pertarungan itu, Mbah Joyo membimbing mereka kembali ke dalam pondoknya. Tubuh Adit masih gemetar akibat penggunaan kekuatan yang besar, sementara Larasati nampak cemas melihat kondisi sahabatnya barunya itu.Mbah Joyo mengambil beberapa daun kering dan rempah-rempah dari toples yang tersimpan di rak dapurnya, lalu menyeduhnya dengan air panas."Minumlah," kata Mbah Joyo, menyodorkan secangkir ramuan herbal kepada Adit. "Ini akan memulihkan tubuhmu."Adit menerima cangkir itu dan meminumnya perlahan. Rasa pahit yang diikuti kehangatan menjalar ke seluruh tubuhnya, memberikan sensasi tenang yang aneh."Terima kasih," ucap Adit, merasakan kekuatannya berangsur pulih. "Sebenarnya itu tadi... apa yang saya lakukan? Saya merasa kadang tidak berpikir saat melawan dua orang itu. Seolah, tubuh ini bergerak sendiri…"Mbah Joyo duduk bersila di hadapan mereka, wajahnya yang berkeriput menyiratkan keseriusan. "Kau baru saja menunjukkan potensi kekuatan yang kau miliki. Tapi menggunakanny

  • Tukang Pijat Tampan   Dua Orang Asing Datang

    Larasati menutup matanya sejenak, mencoba memperdalam konsentrasinya. Ia bisa merasakan getaran energi yang semakin mendekat, seperti gelombang yang merambat melalui tanah di bawah kaki mereka."Dua orang," gumamnya pelan. "Seorang laki-laki dan perempuan. Mereka... berbeda. Energi mereka terasa dingin, seperti kabut di pegunungan yang menusuk tulang."Mbah Joyo mengangguk perlahan. Garis-garis di wajahnya yang sudah menua semakin dalam saat ia memejamkan mata, membuka indera keenamnya."Benar. Mereka bukan orang biasa. Mereka sudah terlatih, tapi berbahaya. Mereka pasti bagian dari sekte itu."Adit yang sedari tadi hanya mendengarkan, bangkit dari duduknya. Rahangnya mengeras dan tangannya terkepal. " Kalau mereka mencari masalah, biar aku yang hadapi. Hanya dua kan. Mungkin aku bisa melawannya. Kita tak bisa terus lari, Laras…"Mbah Joyo menatap Adit dengan senyuman tipis yang misterius. "Kau berani, Nak. Itu bagus. Dan kau benar, kadang-kadang kita memang harus berhenti lari dan me

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status