Beranda / Urban / Tukang Pijat Tampan / Kaki Yang Nakal

Share

Kaki Yang Nakal

Penulis: Black Jack
last update Terakhir Diperbarui: 2025-10-03 17:44:00

Akhirnya Adit akan tinggal lagi di rumah Pak Darmawan, setidaknya sampai urusan persidangan selesai. Dan siang itu juga, Adit kembali ke rumahnya dengan dikawal oleh empat pengawal Pak Darmawan untuk mengambil baju dan keperluannya selama ia tinggal di rumah mewah itu.

Sesampainya di rumah, Adit bergerak cepat karena merasa tak enak jika yang lain terlalu lama menunggu. Ia membuka lemari kecilnya dan mulai memasukkan pakaian ke dalam ransel; beberapa kaos, celana jeans, celana training, dan pakaian dalam secukupnya. Dari kamar mandi ia mengambil peralatan mandi: sikat gigi, pasta gigi, sabun, dan sampo. Charger ponsel, dompet, beberapa dokumen penting, dan lain-lain.

Tidak banyak yang ia miliki. Selama ini Adit hidup sederhana, bahkan bisa dibilang minimalis. Dua ransel hitam berukuran sedang sudah cukup menampung semua kebutuhannya.

Mereka kembali ke mobil dan melaju kembali ke rumah Pak Darmawan. Sepanjang perjalanan pulang, Adit memandang keluar jendela dengan perasaan aneh. Hidupn
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tukang Pijat Tampan   Keputusan Untuk Pergi

    Keheningan menggantung di antara mereka. Hanya suara angin yang menggerakkan daun-daun pohon palem dan sesekali bunyi jangkrik yang mulai bermunculan di senja yang menjelang malam.Melihat Adit hanya diam dengan wajah yang penuh keraguan, Dinda masih mengejar. Ia condong ke depan, tatapannya menuntut jawaban. "Dit… kamu nggak akan pergi kan?" Suaranya terdengar seperti anak kecil yang takut ditinggalkan.Adit menghela napas panjang, menatap wajah Yoga yang masih tidur pulas di gendongannya. Bayi itu terlihat sangat damai, tidak tahu bahaya apa yang mengancam orang-orang di sekelilingnya. "Kak… kamu tahu kan apa yang saat ini sedang menjadi masalahku?" katanya pelan, memilih kata-kata dengan hati-hati. "Jika aku di sini, maka kelompok ini akan diserang oleh mereka. Akan ada korban lagi. Dan aku nggak mau itu terjadi…""Maksudmu?" Dinda menggelengkan kepala, dahinya berkerut bingung. "Aku tidak mengerti… diserang siapa? Memangnya ada apa?"Adit baru sadar; mungkin Pak Darmawan memang ta

  • Tukang Pijat Tampan   Pemakaman Pak Darmawan

    Keesokan harinya, langit terlihat mendung seolah turut berduka. Pak Darmawan dimakamkan di sebuah pemakaman mewah di kota itu, tempat para orang-orang berpengaruh dikuburkan. Banyak sekali yang datang melayat. Orang-orang memadati area pemakaman. Ada pengusaha berbaju hitam mahal, pejabat yang datang tanpa pengawalan resmi, hingga preman-preman jalanan yang berdiri di pinggir dengan tatapan hormat. Mereka semua pernah berhubungan dengan Pak Darmawan, entah sebagai mitra bisnis, rekan, atau orang yang pernah ia bantu.Semua anak Pak Darmawan datang. Mereka berdiri terpisah berdasarkan kelompok ibu mereka, jarang saling menyapa, hanya sesekali bertukar pandang dengan tatapan yang sulit dibaca. Semua istri Pak Darmawan juga datang, mengenakan pakaian hitam yang elegan. Termasuk Renata, yang berdiri dengan tenang sendirian dengan memegangi payung hitam. Wajahnya terlihat datar tanpa ekspresi berlebihan.Adit berdiri agak jauh di belakang kerumunan, di antara para anak buah yang lain. Mata

  • Tukang Pijat Tampan   Kecelakaan

    Pagi itu terasa berbeda. Matahari bersinar cerah, tapi ada sesuatu dalam udara yang terasa... keliru. Adit tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata; hanya perasaan aneh yang mengganjal di dadanya sejak ia membuka mata.Ia baru saja selesai sarapan ketika Pak Darmawan muncul di ruang makan, sudah berpakaian rapi dengan kemeja golf berwarna krem dan celana bahan hitam. Wajah lelaki tua itu terlihat lebih segar dari biasanya, mungkin karena ia akan melakukan aktivitas favoritnya."Pagi, Dit," sapa Pak Darmawan sambil menyeruput kopi yang disiapkan Bi Inem."Pagi, Pak," jawab Adit. "Mau kemana?""Ah, ada rekan bisnis yang menelefon tadi malam. Ada hal penting yang harus dibicarakan." Pak Darmawan meletakkan cangkirnya. "Kita janjian ketemu sambil main golf."Adit mengangguk pelan, tapi perasaan tidak enak itu semakin menguat. Seperti ada yang mencengkeram ususnya."Pak..." Adit menimbang-nimbang kata-katanya. "Kalau boleh, saya ikut saja. Biar saya bantu jaga."Pak Darmawan tersenyum, m

  • Tukang Pijat Tampan   Pak Darmawan Pun Terancam

    Telefon masih tersambung. Suara napas Larasati terdengar lembut di ujung sana, menciptakan kehangatan yang justru membuat dada Adit sesak. Adit bukannya tidak senang Larasati menelefon. Justru setiap kali ponselnya bergetar dan nama wanita itu muncul di layar, jantungnya selalu berdegup lebih kencang; campuran antara rindu dan rasa bersalah yang mencekik. Wanita itu, terlalu berharga baginya. Terlalu murni untuk terseret dalam dunia gelap yang kini menyelimutinya.Tanpa Larasati, Adit pun tahu, ia tak akan menjadi sekuat ini. Dialah yang pertama kali membantunya memahami kekuatan aneh yang mengalir dalam tubuhnya. Paling-paling, tanpa Larasati, ia hanya akan memiliki kekuatan sentuhan yang membuat wanita terbuai kenikmatan yang unik; kemampuan dangkal yang mungkin hanya akan ia gunakan untuk kesenangan sesaat. TDan karena itulah, sebetulnya, Adit ingin menghindari Larasati. Ia tak ingin membuat wanita itu masuk lebih dalam lagi ke dalam kehidupannya yang penuh masalah, yang kini tera

  • Tukang Pijat Tampan   Yakin Jika Guntur Pelakunya

    Dua sedan hitam melaju membelah jalanan yang mulai lengang. Lampu-lampu jalan menerangi interior mobil dengan cahaya kuning yang redup. Adit duduk di kursi belakang, menatap kosong ke luar jendela. Pikirannya melayang; rumah yang hangus, abu yang masih mengepul, kenangan yang lenyap dalam sekejap.Pak Darmawan duduk di sampingnya, sesekali menghisap cerutu sambil memandang ke depan. Keheningan menggantung di antara mereka, bukan yang canggung, tapi yang penuh pemikiran.Akhirnya, Pak Darmawan memecah kesunyian."Aku tahu rasanya, Dit," katanya pelan, suaranya lebih lembut dari biasanya. "Kehilangan. Rumah bukan hanya soal bangunan, tapi itu kenangan, tempat kamu merasa aman, tempat orang-orang yang kamu sayangi masih terasa ada."Adit menoleh, sedikit terkejut mendengar nada suara Pak Darmawan yang jarang sekali terdengar seperti itu."Dan rumah baru memang tak akan bisa menggantikan kenangan," lanjut Pak Darmawan sambil menghembuskan asap tipis. "Tapi setidaknya bisa jadi awal yang b

  • Tukang Pijat Tampan   Rumah Habis Terbakar

    Adit berjalan kembali ke tempat duduknya, langkahnya sedikit berat. Keringat masih membasahi wajah dan lehernya. Begitu sampai, Pak Darmawan sudah berdiri menyambutnya dengan senyum lebar; ekspresi yang jarang terlihat di wajah bosnya yang biasanya datar itu."Bagus, Dit! Bagus sekali!" Pak Darmawan menepuk bahu Adit dengan antusias. "Kamu tahu? Tadi aku menang banyak. Kau pun akan mendapatkan bagianmu! Sombat itu favorit banyak orang, odds-nya menguntungkan sekali untukmu."Adit hanya mengangguk pelan, masih mengatur napas. Dia mengambil handuk kecil dari kursi dan mengusap wajahnya.Pak Darmawan menatapnya sejenak, lalu bertanya dengan nada lebih serius, "Kondisimu bagaimana? Masih bisa bertarung lagi malam ini? Ada satu pertarungan lagi yang mungkin bisa kamu ambil. Lawannya tidak seberat Sombat."Adit menarik napas panjang, merasakan tubuhnya. Tidak ada yang serius; beberapa memar, sedikit pegal, tapi itu biasa. Kekuatan gaibnya membuat pemulihan tubuhnya jauh lebih cepat dari ora

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status