Home / Urban / Tukang Pijat Tampan / Merasa Seperti Terdakwa

Share

Merasa Seperti Terdakwa

Author: Black Jack
last update Last Updated: 2025-06-02 10:10:57

Bayu menceritakan kronologinya dengan suara yang bergetar halus, tangannya sesekali mengusap lutut celananya yang sudah kusut. Setiap kata yang keluar dari mulutnya dipilih dengan hati-hati, seolah ia sedang berjalan di atas tali yang tipis di atas jurang yang dalam. Adit memilih untuk tetap diam, duduk dengan punggung yang kaku dan mata yang sesekali melirik ke arah Bayu—membiarkan seniornya saja yang berbicara, daripada ia salah bicara dan memperburuk keadaan.

Udara di ruangan itu seolah terasa semakin pengap. Suara detik jam antik di sudut ruangan bergema pelan, menambah ketegangan yang sudah mencekik leher mereka berdua. Cahaya sore yang masuk melalui jendela besar mulai memudar, menciptakan bayangan-bayangan panjang di lantai keramik yang berkilau.

Kini setelah mendengar penjelasan panjang itu, Pak Darmawan menatap Adit dengan sorot mata yang menusuk. Ada rasa penasaran dan tak percaya yang terpancar dari wajah berkerut itu saat tadi Bayu menjelaskan soal bagaimana mereka berdua
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tukang Pijat Tampan   Tawaran Darmawan Yang Sulit Ditolak

    Mobil sedan hitam mewah meluncur mulus di jalan protokol kota yang riuh oleh banyak kendaraan yang lewat.Dari arena pertarungan yang masih membekas aroma keringat dan darah, Darmawan kini mengajak Adit menuju ke sebuah restoran mewah.Lelaki tua itu tampak sangat senang, senyumnya tak lepas dari bibir. Matanya masih berbinar-binar mengingat pertarungan spektakuler yang baru saja disaksikannya.Belum pernah ia melihat pertarungan yang begitu artistik sekaligus brutal seperti yang tadi dilakukan oleh Adit. Tiga pertarungan berturut-turut, tiga kemenangan KO yang masing-masing hanya berlangsung kurang dari lima menit. Para penonton arena berteriak histeris, taruhan mengalir deras, dan Darmawan meraup keuntungan fantastis sebesar 2 miliar lebih rupiah dalam satu malam.Anak ini benar-benar berlian, batin Darmawan sambil sesekali melirik Adit yang duduk di sampingnya itu.Saat mobil berhenti di lampu merah, Darmawan menepuk pelan pundak Adit. "Adit, setelah ini kamu tak perlu bekerja untu

  • Tukang Pijat Tampan   Kecemasan Renata

    Di ruangan kerja Renata yang biasanya tenang dan rapi, kini terasa sesak oleh ketegangan tak terkatakan.Bayu berdiri tegak di depan meja mahoni yang mengkilat, tangannya mengepal di sisi tubuh, raut wajahnya tegang dan berkeringat dingin; seolah baru saja keluar dari medan perang setelah ia menceritakan segala yang terjadi kepada majikannya.Renata menahan napas, jemarinya yang bergetar sedikit meremas ujung blazer putihnya. Pandangannya kosong menatap berkas-berkas di meja, seakan mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya."Jadi... Adit masih di rumah suamiku saat ini?" suaranya terdengar parau, hampir berbisik."Masih di sana, Bu. Pak Darmawan minta dia tinggal dulu. Saya tidak tahu kenapa dan tak diberi tahu alasannya. Yang jelas, saya langsung disuruh pulang..." kata Bayu dengan hati-hati, memilih setiap kata dengan teliti.Renata terdiam. Keheningan menusuk seperti jarum. Ada ketegangan aneh yang menjalar dari tengkuknya hingga ke tulang punggung. Ia merasa seperti a

  • Tukang Pijat Tampan   Di Arena

    "Sekarang, mari kita sambut petarung baru kita malam ini!" suara MC bergema memecah kebisingan. "Dari sudut biru, seorang pemuda yang masih misterius!"Lampu sorot menyilaukan langsung mengarah ke tempat Adit berdiri. Ia merasakan panas yang menyengat di wajahnya, dan tiba-tiba semua mata tertuju padanya. Ada yang bersiul meremehkan, ada yang tertawa kecil, dan ada pula yang menatapnya dengan penasaran. Suara riuh penonton terdengar seperti gelombang yang menerjangnya dari segala arah."Dia masih sangat muda!”"Kayak anak SMA!""Darmawan pasti gila masukin bocah ini!"Komentar-komentar sinis itu terbawa angin, menusuk telinga Adit seperti jarum-jarum kecil. Ia melirik ke arah Pak Darmawan yang duduk tenang di kursi VIP, wajah tua itu tidak menunjukkan ekspresi apa pun; seperti sedang menonton pertunjukan teater biasa."Naik!" perintah seorang petugas ring sambil membuka pintu jaring kawat.Adit berjalan dengan langkah yang agak goyah menuju ring. Setiap langkah terasa berat, seolah ka

  • Tukang Pijat Tampan   Gladiator

    Mobil mewah berwarna hitam milik Pak Darmawan meluncur mulus di jalan. Adit duduk di kursi depan, bersebelahan dengan sopir. Dengan tubuh yang kaku, matanya menatap keluar jendela tanpa benar-benar melihat. Keheningan di dalam mobil terasa mencekik; hanya suara mesin yang halus dan sesekali bunyi klakson kendaraan lain yang memecah sunyi.Pak Darmawan duduk di belakang dengan tenang, wajahnya datar seperti topeng. Sesekali matanya melirik ke arah Adit.Mereka memasuki kawasan industri di pinggiran kota, di mana bangunan-bangunan pabrik tua berdiri seperti raksasa besi yang tidur.Pak Darmawan membelokkan mobil ke sebuah jalan kecil menuju sebuah bangunan gudang besar yang tampak terbengkalai dari luar. Namun Adit bisa melihat deretan mobil mewah yang terparkir di halaman belakang; Porsche, BMW, Jaguar, bahkan beberapa mobil sport yang harganya mungkin setara dengan rumah mewah."Ikut aku. Dan ingat, jangan banyak bicara," kata Pak Darmawan sambil keluar dari mobil.Mereka berjalan men

  • Tukang Pijat Tampan   Merasa Seperti Terdakwa

    Bayu menceritakan kronologinya dengan suara yang bergetar halus, tangannya sesekali mengusap lutut celananya yang sudah kusut. Setiap kata yang keluar dari mulutnya dipilih dengan hati-hati, seolah ia sedang berjalan di atas tali yang tipis di atas jurang yang dalam. Adit memilih untuk tetap diam, duduk dengan punggung yang kaku dan mata yang sesekali melirik ke arah Bayu—membiarkan seniornya saja yang berbicara, daripada ia salah bicara dan memperburuk keadaan.Udara di ruangan itu seolah terasa semakin pengap. Suara detik jam antik di sudut ruangan bergema pelan, menambah ketegangan yang sudah mencekik leher mereka berdua. Cahaya sore yang masuk melalui jendela besar mulai memudar, menciptakan bayangan-bayangan panjang di lantai keramik yang berkilau.Kini setelah mendengar penjelasan panjang itu, Pak Darmawan menatap Adit dengan sorot mata yang menusuk. Ada rasa penasaran dan tak percaya yang terpancar dari wajah berkerut itu saat tadi Bayu menjelaskan soal bagaimana mereka berdua

  • Tukang Pijat Tampan   Di Rumah Pak Darmawan

    Perjalanan menuju kediaman Pak Darmawan terasa seperti menuju ke pengadilan terakhir. Bayu mengendarai motor bebek tuanya dengan kecepatan sedang, tidak terlalu cepat namun juga tidak terlalu lambat; seolah ia sedang menunda-nunda waktu yang tak mungkin dihindari. Adit mengikutinya dari belakang dan merasa heran dengan Bayu yang terlihat santai sekali naik motornya.Jalanan menuju kawasan elite di wilayah itu terasa berbeda dari jalanan biasa yang mereka lewati sehari-hari. Pohon-pohon rindang berbaris rapi di kanan kiri jalan, rumah-rumah mewah dengan pagar tinggi berdiri megah di balik semak-semak yang terawat. Semakin dalam mereka masuk ke kawasan itu, semakin sunyi suasananya. Hanya terdengar suara motor mereka yang kadang bersahutan dengan suara burung yang berkicau."Bang, sebenarnya rumah Pak Darmawan itu seperti apa sih?" tanya Adit saat ia menjejeri motor Bayu, suaranya hampir tenggelam oleh suara angin dan mesin motor."Kamu akan tahu sendiri nanti," jawab Bayu singkat. Tang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status