Share

Bab. 93

Penulis: Bunga Peony
last update Terakhir Diperbarui: 2025-11-03 11:03:47

Nadira kembali ke rumah dengan kepala yang terasa begitu berat. Ucapan Arsya dan sikap Nirwan serta kejadian akhir-akhir ini yang terus menimpanya seperti kumpulan puzzle yang saling berhubungan dan harus ia satukan agar semua kebingungan yang dialami terselesaikan.

Nadira menjatuhkan tubuhnya kasar ke atas sofa ruang tamu. Sepatu yang masih menempel di kaki dibiarkan begitu saja. Cahaya matahari yang menyelinap dari celah jendela ruang tengah tengah tak mampu memberikan kehangatan pada wajahnya yang pucat, sementara napasnya terasa berat dan tidak beraturan.

Kepalanya terus menghentak membuat irama yang menyakitkan. Sembari menahan nyeri, ia menatap ponsel di tangannya lama sekali, jemarinya ragu menekan nama “Mama” di layar. Tapi dorongan untuk mendengar suara Sartika akhirnya lebih kuat daripada egonya.

Suara sambungan terdengar beberapa kali sebelum akhirnya diangkat.

“Halo, Sayang?”

Suara lembut itu menyapa memberi ketenangan pada hatinya yang gelisah.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tukar Ranjang   Bab. 93

    Nadira kembali ke rumah dengan kepala yang terasa begitu berat. Ucapan Arsya dan sikap Nirwan serta kejadian akhir-akhir ini yang terus menimpanya seperti kumpulan puzzle yang saling berhubungan dan harus ia satukan agar semua kebingungan yang dialami terselesaikan. Nadira menjatuhkan tubuhnya kasar ke atas sofa ruang tamu. Sepatu yang masih menempel di kaki dibiarkan begitu saja. Cahaya matahari yang menyelinap dari celah jendela ruang tengah tengah tak mampu memberikan kehangatan pada wajahnya yang pucat, sementara napasnya terasa berat dan tidak beraturan.Kepalanya terus menghentak membuat irama yang menyakitkan. Sembari menahan nyeri, ia menatap ponsel di tangannya lama sekali, jemarinya ragu menekan nama “Mama” di layar. Tapi dorongan untuk mendengar suara Sartika akhirnya lebih kuat daripada egonya.Suara sambungan terdengar beberapa kali sebelum akhirnya diangkat.“Halo, Sayang?”Suara lembut itu menyapa memberi ketenangan pada hatinya yang gelisah.

  • Tukar Ranjang   Bab. 92

    “Katakan dengan jelas siapa kamu?” tanya Nadira tegas. Mata cokelatnya menatap lurus pada wanita di hapannya. Mereka duduk bersama di sebuah kafe kecil yang berada di lantai bawah pusat perbelanjaan, di mana aroma kopi panggang menebar hangat di udara. Suasana kafe ramai, tapi bagi Nadira, dunia seperti menyempit hanya pada satu titik: sosok perempuan bernama Arsya. Kepalanya masih berdenyut sejak pagi, tapi wangi kopi membantu sedikit menenangkan pikirannya. Ia tak tahu mengapa dirinya mau menuruti ajakan wanita itu untuk bertemu — mungkin karena rasa penasaran atau mungkin karena bisikan samar dari masa lalu yang belum sempat ia pahami. “Kau benar-benar tak ingat diriku?” tanya Arsya perlahan. Suaranya serak tapi lembut, seperti seseorang yang berusaha menyembunyikan sesuatu di balik kesedihan pura-pura. Nadira menghela napas. “Aku tak ingat karena kita memang tidak pernah bertemu sebelumnya,” ucapnya tenang. “Dan aku t

  • Tukar Ranjang   Bab. 91

    Mobil hitam itu berhenti beberapa meter dari gerbang rumah Nadira. Mesin dimatikan dan kaca pintu di turunkan sepertiga. Wajah Nirwan tampak tegang. Kedua tangannya menggenggam erat setir, matanya tak lepas dari halaman rumah di seberang sana. Tak ada yang terlihat selain balkon dari lantai dua dan juga gerbang yang sedikit terbuka.Pintu gerbang yang terbuka sedikit kini perlahan terbuka seluruhnya oleh seorang satpam. Di susul munculnya mobil hitam dengan jenis dan seri yang berbeda dari miliknya. Alis Nirwan berkerut tajam. Matanya menatap tajam ke arah mobil yang kini perlahan keluar dari halaman rumah Nadira. Mobil itu berhenti sebentar di depan gerbang, memberi kesempatan bagi satpam untuk menutup pintu pagar kembali. Kaca yang terbuka lebar membuat Nirwan bisa melihat dengan jelas sosok lelaki di balik kemudi itu."Siapa pria itu?"Dari jarak itu, Nirwan bisa melihat jelas lelaki itu tersenyum. Senyum tenang yang entah kenapa membuat darahnya berdesir cepat

  • Tukar Ranjang   Bab. 90

    “Van.” Suara Nadira nyaris berbisik. “Ini … apa?” Mereka berdua seperti tengah memainkan drama romantis yang selalu muncul dalam sebuah sinetron romansa. Di mana sang wanita pura-pura terkejut dengan hadiah kejutan dari sang pria. Lalu bertanya seakan tak tahu benda apa yang tengah di pegang seperti anak kecil yang tak tahu apa-apa. Devan tersenyum tipis, tapi matanya jelas menampakkan gugup yang tak biasa. Dia berusaha sekuat tenaga untuk mengontrol laju jantung yang berdetak begitu kencang. Ia menghela napas pelan sebelum berkata. “Aku tadinya mau ngasih ini malam nanti, tapi rasanya ... gak ada waktu yang benar-benar tepat selain sekarang.” Devan mengambil cincin itu perlahan, memegangnya di antara ujung jari, siap memasangkan benda bulat kecil itu ke dalam jari manis wanita yang telah lama ia ingin miliki. “Nadira, aku tahu mungkin saat ini bukan momen paling tenang buatmu. Tapi aku juga tahu ... aku gak mau menunda-nunda lagi

  • Tukar Ranjang   Bab. 89

    Pagi itu udara terasa dingin, meski sinar matahari sudah mulai menembus tirai jendela ruang makan. Nadira duduk diam di kursinya, menatap piring-piring penuh hidangan yang kini terasa hambar di depan mata. Nasi hangat, telur dadar, sup ayam, perkedel kentang dan sambal—semuanya tersaji sempurna, tapi tak ada rasa lapar yang tersisa. Kepalanya masih penuh dengan bayangan semalam. Percakapan setengah jadi, emosi yang tertahan dan tanda tanya yang terus mengusik hatinya. Ia berharap setelah kembali ke rumah, semua misteri itu akan terjawab tuntas. Namun kenyataan malah berbalik. Sartika, ibunya, justru tak ada di rumah. “Bu Sartika mendadak berangkat ke Singapura, Nona,” kata pelayan malam itu. “Katanya ada urusan penting yang tidak bisa ditunda.” Nadira hanya bisa mengangguk kala itu, meski hatinya menolak percaya. Urusan apa yang begitu mendesak sampai ibunya pergi tanpa sepatah kata? Dan kini, pagi yang seharusnya tenan

  • Tukar Ranjang   Bab. 88

    Silvia memeluk lututnya di sudut sofa. Tubuhnya bergetar dan jantungan terasa melompat setiap kali ketukan keras di pintu itu terdengar. Jessy kembali datang ke rumahnya, sepertinya wanita itu tak berhenti mencari suaminya. Langkah-langkah Jessy di teras terdengar jelas, berat dan penuh tekad. Silvia menahan napas, berharap suara itu menjauh. Tapi tidak—ketukan itu kembali, lebih keras, lebih mendesak. Matanya mengintip dari satu jendela ke jendela yang lain, mencari celah diantara tirai itu agar bisa menembus ruangan gelap tersebut. Tak ada sedikit pun pencahayaan, semuanya gelap seperti langit yang mulai menghitam. “Silvia, aku tahu kau di dalam!” suara Jessy menembus dinding, tajam dan penuh luka. “Aku yakin suamiku terakhir bersamamu. Aku tak akan pergi sampai kau buka pintu! Atau aku laporkan saja dirimu ke polisi." Tubuh Silvia tambah bergetar hebat, bulir-bulir keringat semakin deras mengucur setelah mendengar kata "polisi" yang bergema

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status