Share

17. Haus Darah

Kunci motor yang kupegang jatuh begitu saja demi mendengar pengumuman dari Masjid. Apa yang kutakutkan akhirnya terjadi. Tapi menilik dari situasi kemarin, memang sangat tipis harapan untuk Mbah Darsih selamat.

"Bu ... Mbah Darsih meninggal, Bu," desisku dengan air mata yang tak lagi dapat dibendung.

"Lalu?"

Aku terperangah melihat respon Ibu yang masa bodoh dengan kabar kematian Mbah Darsih.

"Kok Ibu begitu sih tanggapannya?"

"Ck! Semenjak kematian anaknya itu, Ibu gak suka dengan wanita itu."

Kutatap wajah wanita yang telah melahirkanku itu dengan penuh keheranan.

"Memang apa masalahnya dengan kematian anaknya, Bu? Harusnya Ibu simpati pada Mbah Darsih yang sudah renta, tapi tak lagi punya siapapun." Aku mulai terbawa emosi melihat sikap arogan Ibu.

Ibu berubah. Benar-benar berubah. Dulu Ibu bukan orang yang seperti ini. Ia orang yang penuh dengan kasih sayang. Bukan hanya pada keluarganya, tapi juga pada orang lain.

Tapi melihat respon Ibu yang seperti ini pada Mbah Darsih, aku sad
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status